“Mah, jangan membicarakan orang! Kalau nggak Papa panggil, pasti ngobrolnya nggak selesai-selesai.”
Aku hanya mengernyitkan dahi.
Kami jalan-jalan memutari kota Jakarta. Tak lupa, aku bikin status.
“Mingguan jalan-jalan bersama keluarga.”
Kemudian mampir di restoran seafood. Lalu bikin status lagi.
“Aku di sini.” Sembari upload saat kami makan. Ketika kami sedang asyik makan, aku dikejutkan oleh kedatangan Burhan dengan Anggita.
“Astaghfirullah, Burhan! Pa lihat! itu Burhan sama Anggita,” ucapku sedikit berteriak karena kaget. Kucolek Papa yang sedang asyik makan. Mas Adnan melihat kearah yang aku tunjuk.
“Pa, itu Si Anggita, madunya Khamila,” ucapku. Tunggu, akan kuambil gambarnya.
“Ma, jangan dibuat status!” pinta Papa sambil memelototiku. Ia khawatir kalau aku buat status, nanti heboh. “ Biarlah itu urusan keluarganya Bu
Aku sama Mas Adnan saling pandang, heran. Sementara Khamila masih menangis dan mengiba minta tolong. Ada apa ini, kenapa Khamila kesini dan menangis. Jangan-jangan modus. “Mama Adit, Mas Adnan, itu, Mas Burhan,” ucap Khamila masih dengan air mata bercucuran. “Ada apa dengan Burhan, Khamila?” tanyaku. Namun aku sudah punya feeling, mungkin perselingkuhannya telah diketahui Khamila. “Mas Burhan, ternyata dia selingkuh.” Tangisan Khamila meledak kembali sampai sesak. “Lihat ini Dania, Mas Adnan.” Khamila menunjukkan foto Burhan bersama Anggita ketika di restoran seafood tadi. Aku tecengang begitupun dengan Mas Adnan, lalu kami saling pandang. “Kamu dapet foto itu darimana?” tanyaku penasaran, padahal saat foto itu diambil, posisiku juga ada di sana. “Ada yang kirim, Mama Adit.” Masih denga
Langsung kublokir facebooknya Khamila, Puas!..Keesokan pagi saat di ruang makan.“Mas, kemarin Khamila inbox katanya mau nebeng, tolong jangan mau,” ucapku.“Memang inbox apa?” tanyanya sembari mengunyah makanan.“Katanya mau nebeng ke rumah Saudaranya.”“Ya.”Lega. Khamila, saya pastikan nanti Mas Adnan tidak akan memberi tebengan untukmu.Usai sarapan, Mas Adnan pamit, dan putraku berangkat ke sekolah naik jemputan.Semua telah kubereskan, untuk pakaian, aku ambil jasa laundry.Ya Allah, ada-ada saja ujian dalam rumah tangga. Khamila, wanita itu, entah kenapa selalu hadir dalam hidupku. Sejak saat aku sama Burhan, ia datang mengganggu bahkan sampai merendahkan diri sendiri dan hamil. Kini, ketika aku sama Mas Adnan, iapun mengganggu. Aku tidak tahu, ada apa sebenarnya dengan hatinya.“Assalaamualaikum, Bu Dania.&rd
Setelah aku membeli setengah kilo ikan bawal, seikat sayur bayam dan dua buah wortel, lalu kubayar, aku meluncur ke rumah Mama Rena.Tak butuh waktu lama untuk sampai. Kutekan bel yang ada di pintu pagar, tetapi tidak ada tanggapan. ‘Apakah ia pergi?’ batinku. Lalu kutekan belnya hingga yang ketiga kalinya. Namun tetap tidak dibuka. Dengan kecewa, akhirnya aku pulang.Setelah mengunci pagar dan masuk, kubuka-buka ponselku. Ada panggilan masuk.“Siapa ini?” ucapku pelan. Nomer tidak di kenal. Lalu kubuka pesan masuk.[Dania, ini aku, Dinar. Simpan nomerku, ya.] O, Dinar.[Oke.] Langsung kubalas.[Kamu masih cantik, ya] balas Dinar kembali.[Thanks][Minggu depan aku pulang ke Indonesia, aku pingin ketemu denganmu.] Pinta Dinar.[Boleh.] Balasku.[Oke, nanti kukabari.] Setelah itu, ia tak membalasku.Kemana Mama Rena, apakah dia tahu kalau aku bakal ke rumah
Part 16[Hapus! Dalam waktu lima menit tidak di hapus, aku lapor polisi!]Pesanku ke Mama Rena belum di baca, jika tidak di hapus, akan kulaporkan ke Pak RT.Aku kembali ke meja makan, kulihat Adit sedang makan dengan lahapnya.“Setelah makan, kamu istirahat, ya, jangan main dulu!” perintahku pada Adit, putraku.“Ma, aku mau main aja, ya, nggak mau tidur,” balasnya.“Tadi habis nabrak Rena, lebih baik kamu bobok saja.” Aku khawatir kalau badannya ada yang masih pada sakit. Akhirnya ia menurutiku. Adit menuju ke kamarnya untuk istirahat siang. Aku membereskan meja makan sekaligus mencuci piring kotor. Setelah itu aku rebahan di depan TV.
“Puas, makanya jangan bikin gara-gara, ha ha ha.”Beberapa menit kemudian, Papa mendekatiku.“Ma, hapus story Mama itu, tidak pantas!” perintah Papa tegas. Ih, Papa ternyata bisa tegas juga.“Pa, itukan aku privacy, tidak semua bisa melihatnya.” Aku membela diri. Tumben banget Papa suka melihat storyku. Biasanya cuek bebek.“Iya, tetap saja tidak pantas, hapus!” perintahnya lagi. Akhirnya kuturuti perintah Papa, kuhapus story’ whatsapp yang tadi kukirim.“Dasar emak-emak, ya, gara-gara story WA, jadi ribut,” ucap Papa lalu masuk ke kamar.“Eh, Pa, tunggu!” Papa berhenti dan menengok kearahku. “Pinjam hapenya,” peintahku sembari mengulurkan tangan.“Ini, ah, Mama,” ucap Papa sembari menyerahkan ponselnya ke aku.“Makasih.”Aku kembali duduk di ruang keluarga dan mengotak-atik Ponsel
Lalu aku juga bikin status, “Habis dari Masjid.” Lalu kukirim foto kami bertiga, posisiku sedang memakai mukena.Kami membaca Al Quran hingga Adzan Isya berkumandang.“Siap-siap ke masjid, yuk,” perintah Papa. Ia menggandeng Adit yang malas-malasan untuk bangun, meski malas, ia bangun dan kami bertiga berangkat bersama.Di Masjid agak sepi, tak sebanyak ketika sholat Maghrib. Saat aku memasuki teras Masjid, kulihat Idos sedang main lari-lari dengan anak yang lain. Teman-teman Idos memang anak seusia Adit. Mereka saling meledek, saling kejar, kadang main perang-perangan.Saat melihatku, Idos langsung diam seperti ketakutan.Kupanggil i
‘Apa mungkin tukang sampah itu melihat statusnya Khamila kemarin sore dan tadi malam?’ Ku colek Mas Adnan, "Mas, Burhan mana?" bisikku di telinga suamiku."Mas nggak lihat," jawabnya sambil menggeleng. Sementara Khamila masih meringkuk sambil menangis."Coba telpon Burhan, Mas!" perintahku. Mas Adnan mengangguk kemudian mengeluarkan ponselnya. Baru saja mau memencet tombol, dari arah luar Burhan datang. Ia langsung lari dan menemui Khamila."Khamila, apa yang terjadi?" tanya Burhan panik langsung dipeluk istri pertamanya itu."Pergi!" teriak Khamila, "Ngapain kamu pulang, kamu laki-laki tak bertanggung jawab! urus istri mudamu itu," lanjut Khamila masih dengan nada tinggi. Semarah itukah Khamila sama Burhan? apa yang terjadi? Setahuku, Khamila sangat bangga dengan suaminya."Bapak, Ibu, sebaiknya silakan kembali ke rumah masing-masing. Bu Khamil
#StatusFacebookTetanggaPart 20"Mama ...!" panggil Papa, deg! apakah ada yang salah dengan statusku?“Iya, Pa,” kudekati Mas Adnan dengan perasaan deg-degan, jangan-jangan ada yang salah dengan statusku. Aduh ....“Bentar ya, Pa, mau bikin telur ceplok,” pintaku. Aku langsung pergi ke dapur, ingin kuhapus status yang tadi.“Ma ...!” panggil suamiku lagi, huft .... Pasrah, deh.“Ma, Mama bikin status lagi, ya. Kan Papa dah bilang, nggak usah bikin status, nanti masalah.” Aku hanya cengar-cengir saja.“Ma! Jangan cengar-cengir doang. Kalau ada yang membaca status Mama, lalu penasaran dengan Papa, lalu orang tersebut naksir Papa, Mama mau apa? Cemburu? Kemarin
Status Facebook TetanggaPart 52--------oOo-------Burhan berkomentar di statusku. Ah, jawabnya nanti saja biar banyak dulu. Aku menuju ke ruang keluarga dan merebahkan badan di kasur depan televisi. Memasaknya nanti sore saja sebab hanya aku saja yang makan, Mas Adnan dan Adit pulang sore, jadi memasak untuk makan malam.Wah, Mas Adnan bikin status, tumben. Status Mas Adnan muncul di berandaku. Lho, ini, kan status lama. Kalau tidak salah saat itu sedang jalan-jalan di Puncak. Karena ada yang komentar, makanya muncul di beranda.Zaskiya Putri, siapa dia. Kenapa dia komentar di statusnya Mas Adnan?"Hay, Bro, apa kabar? Kamu masih seperti dulu."Begitu isi komentarnya. Mas Adnan memberi apresiasi dengan memberi "like" di komentar Zaskiya."Bro, itu istrimu, ya, hmmm cantik juga."Komentar selan
Status Facebook TetanggaPart 51-----oOo-----Sekembalinya dua keluarga yang berseteru itu, aku dan Mas Adnan saling memandang. Mas Adnan memegang keningnya. Nampaknya ia sangat pusing."Sudahlah, Mas, memang begini kalau menjadi bapaknya warga. Sabar, ya. Jadikan setiap persoalan menjadi sebuah pengalaman," ujarku sambil mengelus pundaknya. Ia mengangguk perlahan.Kami ke ruang keluarga kemudian aku ke ruang makan untuk mengambil ponselku yang tergeletak di meja ruang makan.Saat membuka kunci ponsel, terlihat notifikasi masuk. Sekitar lima belas menit yang lalu. Oh, rupanya dari Bu Ning.[Bu Dania, tolong rayu suamiku agar membatalkan talaknya.]Lho, kok minta tolongnya ke aku, apa hubungannya denganku?[Bu Dania, please, aku benar-benar pusing. Mas Topik marah besar padaku.] Kembali pesan
"Assalaamualaikum." Terdengar suara teriakan seorang perempuan yang tidak asing. Akupun bangkit dan berlalu menuju ke luar. Ternyata ada Bu Tutik dan Bapak Wasito. Wajah mereka tampak tegang.Kubuka pagar dan kupersilakan mereka untuk masuk."Silakan duduk," ucapku. "Ada perlu apa Mama Rena," tanyaku."Pak RT mana Mama Adit," tanya Mama Rena. Terlihat dari wajahnya, ia seperti ingin menceritakan sesuatu. Seperti dugaanku, pasti tentang Mama Adel yang menyebarkan gosip mengenai kuburan Orang tuanya."Sebentar, Mas Adnan sedang makan." Akupun pamit ke dapur untuk membuat minuman sekaligus menemui suamiku."Siapa, Ma," tanya Mas Adnan yang rupanya telah selesai makan."Bu Tutik sama suaminya, mereka ingin ketemu Papa, temui geh," suruhku. Kutuang air panas ke teko untuk membuat teh."Baik, Papa temui dulu ya, Ma," ujar
Aku dan Mas Adnan ke rumah Mama Rena untuk ta'ziyah.Sesampainya di sana, para pelayat sudah banyak yang datang.Ada juga Khamila Mama Adel dan juga suaminya.Kulihat Mama Rena begitu tegar, mungkin karena ibunya sudah lama sakit sehingga mungkin ini adalah yang terbaik."Kami sekeluarga ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya ya Mama Rena, sabar ya," ucapku sambil memeluknya dan mengelus punggungnya."Terima kasih mama Adit," balas Mama Rena.Pada saat itu terdengar percakapan antara suaminya mama Rena dengan Mas Adnan."Pak Warsito yang menggali kubur apakah sudah ada?" Kepada suaminya Mama Rena. Suaminya Mama Rina tampak kebingungan karena memang belum mendapatkan orang yang akan menggali kubur. Orang yang biasa menggali kubur sedang keluar kota.Pada saat itu pak Dayat datang dan ikut bergabu
Ternyata Mama Adel tidak datang,ia berjanji akan ke rumah selepas Asar. Aku dan Mas Adnan memutuskan untuk mendatangi rumahnya setelah Maghrib dan tadi sudah mengirim pesan...Usai sholat Maghrib, aku dan Mas Adnan menuju ke rumah Mama Adel. Sesampainya di sana, mereka tidak ada di rumah. Rumah mereka terkunci. Mas Adnan mencoba menghubunginya tetapi tidak dapat tersambung.Beberapa menit kemudian, Khamila dan Burhan datang. Mas Adnan juga mengundang mereka."Kok sepi," tanya Khamila yang masih duduk di atas motor."Kurang tahu, pintu rumahnya terkunci. Ke rumah saja yuk," ajak Mas Adnan. Khamila dan Burhan saling memandang dan akhirnya mengangguk.Akhirnya kami balik dan diikuti oleh keduanya.Sesampainya di rumah, kupersilakan keduanya untuk duduk. Aku ke dapur untuk mengambil air minum dan beberapa makanan ringan. Setelah itu aku keluar dan mempersilakan keduanya untuk minum dan menyantap makanan ringan yang aku sediakan.
Aku di dalam rumah sampai sore menunggu Mas Adnan pulang. Perasaan resah dan gelisah menyeruak dalam dada. Jam empat, Mas adnan tak kunjung pulang. Jam Limapun tak pulang. Kemana Mas Adnan, kenapa jam segini belum juga pulang?Berbagai macam pemikiran-pemikiran negatif berkecamuk dalam otakku.Aku yang sedang duduk di ruang tamu, mandengar bel berbunyi. Sepertinya ada yang datang dan aku keluar.Alhamdulillah, Mas Adnan pulang, Aku menantikannya sekak tadi. Aku mengahambur dan segera memeluknya, mencium pipinya.“Eh, Ma, aku baru pulang dan badan masih bau, lho,” ungkap Mas Adnan dengan heran. Mungkin karena tingkahku yang tidak seperti biasanya.“Kenapahape ditinggal, jadinya aku nggak bisa komunikasi,” ujarku sambil merengut dan masih merangkulnya. Mas Adnan masih berdiri sambil memegang tas kerjanya.“Kamu kangen?” Ledek suamiku“Iya,” ujarku manja. Aslinya benar-benar aku merasa resa
Setelah semua barang keperluanku telah aku beli, kemudian aku meluncur ke rumah Khamila.Sesampainya di sana ternyata rumahnya terkunci.‘Kemana Khamila, apa mungkin ia sedang belanja?’Coba aku telpon. Kukeluarkan ponselku dari saku celana jeans yang aku pakai. Langsung kucari namanya.“Assalamualaikum.” Langsung dijawab olehnya. “Ada apa Mama Adit?” tanyanya.“Waalailkum salam. Aku ada di rumahmu, sekarang kamu ada di mana?” tanyaku.“Lah, kenapa nggak dari tadi? Sekarang aku lagi belanja di swalayan,” jawabnya. Waduh, tidak bisa ketemu. Padahal aku ingin menyelesaikan persoalanku dan juga ingin tahu, siapa pria misterius yang menggangguku.Aku juga ingin meminta agar ia menghapus statusnya sekarang, tetapi jika itu aku lakukan, ia pasti tambah senang. Ia itu senang jika aku sulit.&l
Status Facebook TetanggaBenar-benar makin runyam, herannya kenapa Kamila sampai tahu. Wah, si Burhan tidak bisa dipercaya ini.Aku semakin pusing dengan persoalan ini. Jika Khamila tahu, berita ini bakalan cepat tersebar.'Ah baiknya aku memang harus cerita ke Mas Adnan.'Kudekati suamiku yang sedang tertidur pulas. Kulirik jam di dinding, rupanya bentar lagi Asar, memang harus dibangunkan."Mas, bangun sayang, sudah jam 14.40," panggilku sembari menggerak-gerakkan badannya agar cepat bangun.Mas Adnan hanya menggeliat, lalu melirikku dan merangkul."Mas, masih siang, jangan seperti ini, ah." Aku meronta. Dikhawatirkan Adit tiba-tiba pulang karena memang sudah waktunya pulang."Memangnya kenapa? Kan pintu pagar dikunci?" ucapnya. Namun matanya masih terpejam."Mas,ka
“Sudah cukup Pak, Bu! Kalau njenengan berdua ingin bertengkar, silakan di rumah saja,” lerai Suamiku. Kedua pasangan suami istri itupun akhirnya diam. “Silakan, ada apa njenegan ke sini? Apakah ada masalah?”“Pastinya ada, Pak. Saya mau lapor kalau suami saya selingkuh!” sahut Bu Ning. Pandangannya mengarah ke Pak Dayat.Oh Allah, soal perselingkuhan kenapa harus bawa-bawa RT, sih, ini sudah keberapa kali laporan seperti itu.“Ma, berapa kali Papa katakan kalau Papa itu tidak selingkuh. Mana buktinya? Mama itu selalu suudzon. Dulu dituduh selingkuh dengan langganan tukang sayur, sekarang? Ujug-ujug Mama nuduh selingkuh, lalu selingkuh dengan siapa?” Nampaknya Pak Dayat memang sangat kesal dan marah.“Justru Mama yang nggak mau ngak