Apalagi kemarin bikin status yang melibatkan suamiku. Bikin gara-gara saja sama aku. Awas!
‘Astaga sudah jam satu kurang, aku belum dandan’
Aku bangkit dan menuju ke kamar untuk berganti pakaian.
Kulihat chat di WAG emak-emak komplek, Si Khamila kirim pesan, [Ayo emak-emak, ini sudah ada Mama Rena]
Aku buru-buru ganti pakaian dengan pakaian yang baru kubeli seminggu yang lalu di butik teman.
Gamis motif polos warna peach dengan model klok ditambah kerudung syari dengan bahan wolpeach grade A. Pas di badanku yang memang lansing dan tinggi proporsional.
Kupoles wajahku dengan make up tipis tapi terlihat elegan. Pemakaian eyeliner, eyeshadow, pemerah pipi dan lipstik warna pink. Aku mematut diri di cermin sembari berputar-putar.
“Hemmm, rapi dan cantik,” gumamku.
Aku senyum-senyum sendiri, biarlah aku memuji diri sendiri, kalau ada Mas Adnan, dia pasti memujiku.
Oh ya, ada yang lupa, aku belum memakai cincin mutiara lombok yang diberikan Mas Adnan pas ulang tahun yang ke dua puluh tujuh kemarin. Kuambil cincin yang ada di lemari dan segera kupakai.
Kok ada yang kurang, ya, oh ya, gelang emasku yang waktu itu aku beli pada saat Mas Adnan dapat tunjangan hari raya.
Kembali aku bercermin serta memantaskan diri. Nice!
Mereka pasti akan terpesona dengan penampilanku. Cantik, modis dan elegan, terutama Khamila, bakalan kebakaran jenggot.
Kring …. Telpon berbunyi, kulihat panggilan masuk dari Mama Ais. Kuangkat segera, “Hallo, Assalaamualaikum,” sapaku.
“Waalaikumsalam salam, udah berangkat apa belum? Udah rame, tuh di rumah Mama Azza, yuk berangkat,” jawab Mama Ais di sebrang.
“Oke, oke, nih bentar lagi keluar, aku udah selesai dandan, kok,” balasku sembari bercermin. Aku tidak ingin ada yang kurang dengan penampilanku.
“Nanti samperin aku, ya,” pinta Mama Ais.
“Ok.”
Setelah menutup telpon dari Mama Ais, aku mengambil kunci mobil serta dompet cantik warna marun yang aku beli online kemudian melangkah keluar.
“Eits, lupa, aku belum bikin status,” ucapku lirih.
Sembari pose di depan mobil Honda Jazz-ku yang berwarna putih, aku mengambil gambar. Cekrek-cekrek-cekrek untuk beberpa kali.
Sengaja di dalam gambar tersebut aku perlihatkan cincin mutiara dan gelang emas serta dompet cantikku.
Setelah itu, aku memposting di story w******p.
“Otewe arisan emak-emak komplek.” Sembari uplaod gambar yang barusaja kuambil di depan mobil Honda Jazz.
Aku membuka pintu pagar dan mobil kukeluarkan. Pintu kututup dan kukunci, lalu masuk kembali ke mobil dan berlalu menuju rumah Mama Ais yang letak rumah tak jauh dari rumahku.
Rumah Mama Azza memang tak terlalu jauh, jaraknya sekitar 500 meter, tetapi aku lebih nyaman menggunakan mobil agar riasanku tidak rusak.
Sampailah aku di rumah Mama Ais, kutekan klakson mobilku agar Mama Ais tahu kalau aku sudah datang.
Tak lama, Mama Ais keluar.
‘Lumayan juga penampilan Mama Ais, sederhana tapi tetap anggun.’ Mama Ais memang tidak terlalu terpengaruh dengan gaya hidup emak-emak sini.
Ia melangkah kearahku kemudian masuk ke mobil dan duduk di kursi depan.
“Masya Allah, cantik sekali Mama Adit, nih,” puji Mama Ais sambil memperhatikan penampilanku. Aku hanya tersenyum karena fokus menjalankan mesin mobil.
“Makasih, Ma, dah yuk berangkat,” ajakku.
Karena memang jaraknya tidak jauh, hanya butuh beberapa menit untuk sampai. Rupanya sudah banyak yang hadir di kediaman Khamila. Mungkin aku dan Mama Adit adalah yang terakhir, padahal hanya terlambat tiga menit.
Hebat sekali memang ibu-ibu komplek, ontime. Penampilan mereka sangat fantastik, masya Allah. Ada yang seperti toko emas berjalan, ada yang dandanannya menor, pakaian mereka juga bagus-bagus, mengalahkan hari raya.
“Eh, Mama Adit,” sapa salah seorang tetangga, “Sini, Ma, duduk didekatku.”
“Iya, Ma, nanti dulu, lagi nyari Mama Azza, kemana dia?” ucapku sambil tersenyum, kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. ‘Cuma satu lantai, kamarnya ada tiga dan dapurnya tidak terlalu luas. Beda dengan rumahku, tapi sombongnya selangit.’
‘Mana Khamila, pingin lihat penampilannya.’ Kucari-cari dia tapi tidak kutemukan. Mungkin sibuk di dapur.
Akhirnya aku duduk bersama ibu-ibu yang lain sembari mengobrol ngalor-ngidul dan sesekali membuka WA.
Kulihat story WA-ku, hehe sudah ada 18 orang yang melihat.
Ups, rumpanya Mama Azza juga bikin status tak lama setelah aku bikin.
“Sudah siap, nih, aku tunggu ya emak-emak.” Begitu statusnya sembari mengupload gambar dia dengan dandanan yang begitu norak menurutku.
Make up tebal, menggunakan eyeshadow dan celak serta alis dengan warna coklat tebal. Pemerah pipi warna pink dan lipstik pink tebal melebihi dandananku.
‘Astaga, kalau seperti ini dandanannya, pasti Mas Adnan bilang kayak ondel-ondel, ha ha ha.’
“Assalaamualaikum ibu-ibu semua.” Aku dikagetkan dengan suara salam. Mungkin karena sedang asyik melihat story WA pertemananku.
Reflek aku menjawab, “Waalaikum salam warahmatullahi wa barokatuh.” Berbarengan dengan ibu-ibu yang lain. Ketika aku melihat sumber suara, ternyata itu Si Khamila.
Aku terbelalak dengan penampilannya, sama persis seperti yang dia upload di story WA. “Astaghfirullah,” ucapku lirih. Hampir tawaku meledak.
Maksud hati ingin tampil cantik, tetapi malah over.
“Terimakasih atas kedatangaannya, silakan nikmati hidangan yang kami sajikan. Maaf hanya seperti ini, tidak seperti kalau di rumah Bu Dania (namaku disebut) kalau di sana pasti enak-enak,” kata Khamila sembari memandang kearahku dan tersenyum manis.
Sangat berbeda ketika saling sindir di medsos.
Aku kaget, dia menyebut namaku. Aku hanya tersenyum.
‘Ngapain nyebut-nyebut namaku, hemmm.’
“Kita mulai acaranya, ya,” sambungnya lagi.
Acara akan dimulai. Hari ini giliran Mama Rena sebagai pembawa acara.
Akhirnya acarapun di mulai dengan pembawa acara Mama Rena dan aku kembali melihat-lihat story WA. Tak luput dari pandangan, selalu aku lihat status Mama Azza. Dia mengirim status acara arisan ini termasuk di situ ada gambarku.
‘Wah, ada aku juga di statusnya, tapi kok captionnya gak enakin, sih.’
“Arisan emak-emak komplek yang super kece, modis dan stylish mengalahkan acara hari raya.”
‘Asem tenan, bukankah yang over make up itu dia sendiri?’
“Mama Adit, ini jajannya,” ucap Mama Ais mengagetkanku yang tengah asyik melihat status Khamila. Ia menyodorkan kue sosis isi ayam. Yakni sejenis kue seperti risoles tetapi lebih empuk dan lembut dengan isi ayam suir.
“Owh iya, makasih,” balasku sembari mengambil satu dan langsung kumakan, “Hemmm, enak ya, Ma,” ucapku pada Mama Ais yang nama aslinya adalah Yani sembari mengunyah kue tersebut.
“Coba kue yang itu, Ma, kayaknya enak,” pintaku pada Mama Ais sembari menunjuk kearah kue yang bentuknya seperti bubur. Tersaji rapi dalam cup berbungkus aluminium.
“Oh itu?” tunjuk Mama Ais. Aku mengangguk, “ini namanya kue lumpur,” sambungnya.
Aku mengambil satu dan memakannya, “Hemmm enak juga.”
“Bagaimana ibu-ibu, enak bukan kuenya? Silakan dinikmati.”
Aku kaget karena tiba-tiba terdengar suara Mama Azzah bicara, oalah rupanya dia sambutan sebagai tuan rumah.
“Terimakasih atas kehadiran ibu-ibu semua dengan adanya acara ini, semoga silaturahmi kita semakin erat terjalin,” sambungnya dengan gaya kemayu.
Kami semua mengangguk. Tibalah saatnya pengocokan arisan. Pengocokan arisan dilakukan oleh pembawa acara.
“Selamat kepada Ibu Dania,” ucap Mama Rena—pembawa acara.
“Alhamdulilla, akhirnya dapet juga.”
Lumayan lima juta, bisa buat beli emas.
“Arisan bulan depan di kediaman Mama Adit, ya,” ucap Mama Rena.
Setalah acara lain-lain, akhirnya acara ditutup. Aku dan Mama Ais undur diri.
‘Rasanya ada yang kurang,' batinku. ‘Berkat, iya, nasi berkat atau nasi kotak. Sudah kesepakatan kalau arisan dapetnya nasi berkat, lha ini kok nggak dapet, wah, gimana ini.’.
‘Rasanya ada yang kurang,’ batinku. ‘Berkat, iya, nasi berkat atau nasi kotak. Sudah kesepakatan kalau arisan dapetnya nasi berkat, lha ini kok nggak dapet, wah, gimana ini.’Ibu-ibu komplek membubarkan diri, wajah mereka penuh tanda tanya, mungkin sama halnya denganku.Aku dan Bu Ais masuk ke mobil, “Monggo ibu-ibu, saya duluan, ya,” sapaku pada ibu-ibu komplek yang kami temui di jalan.“Mama Ais, kayaknya ada yang kurang, deh,” tanyaku pada Mama Ais. Kami saling memandang dan Mama Ais mengiyakan.“Nasi berkat, iya kan?” ucap Mama AisKami tertawa bersamaan, hingga tak terasa sampailah di kediaman Mama Ais. Mama Ais keluar dari mobil. “Makasih ya, Mama Adit,” lanjut Mama Ais sembari melambaikan tangan. Aku melajukan mobil hingga sampai. Setelah ku parkir, aku masuk ke dalam.
Ketika di sebuah belokan menuju jalan raya, mobil Mas Adnan ada yang menghentikan. Seorang wanita yang sudah tak asing lagi buatku. Khamila, wanita sombong itu, gila, penampilannya memuakkan, udah emak-emak tapi dandanannya kayak ABG.“Khamila?” Pekikku, “Mas, apakah ia sering menghentikan mobil Papa di sini?” cecarku pada pria yang telah menikahiku selama tujuh tahun itu.“Iya, dan ia memaksaku, kadang langsung masuk ke mobil.”Kurang ajar bener.“Oke, Pa, kita berhenti,” perintahku. Ia tidak akan melihatku dari luar. Akhirnya mobilpun berhenti.Tiba-tiba Khamila membuka pintu mobil dan ia terkejut ketika mendapatiku berada di mobil.Aku tersenyum sembari melipat kedua tangan di dada.“Hay,” sapaku padanya.“Eh, Mama Adit,” ucapnya sambil salah tingkah menahan malu.“Mau kemana, Ma” tanyaku.“Ehm,
Bab 1 Akhirnya selesai juga pekerjaanku. Dari pagi ublek-uthek di dapur mempersiapkan sarapan. Meski suamiku bergaji besar , tetapi kami tidak memiliki pembantu. Memang aku yang menginginkan dengan alasan agar aku bisa gerak dan tidak mager dan juga uangnya bisa digunakan untuk yang lain. Waktunya rebahan sambil nunggu Dhuhur, lagi pula mau apa lagi? nyuci, memasak, menjemur pakaian, menggosok, menyapu, mengepel, semuanya sudah. “Capek,” gumamku. Aku menuju ke ruang tengah, ruang khusus untuk keluarga dan tiduran di kasur yang memang telah tersedia. Sembari tiduran kubuka-buka medsos. Ada status menarik dari Mama Azzah---tetangga sebelah. Ratu sosmed kalau kami menyebutnya. Aku dan dia satu komplek, tetapi beda blok. Rumahku di cluster depan, tentu saja cluster termahal sedangkan dia cluster biasa. Kami ada grup WA emak-emak komplek dan mengadakan arisan RT sebulan sekali. “Alhamdulillah ya, Pi, akhirnya kesampean juga beli baru.” Begitu isi statusnya sembari menyertakan fo
Geram sekali aku membacanya, kesal! Begitu bangganya ia dengan suaminya. Rasanya ingin kukomentari statusnya dan kuupload foto saat suaminya bersama wanita itu di café, huh!Melihat status Mama Azzah di facebook, rasanya jadi males mau ngerjain sesuatu. Kesalnya nggak ilang-ilang.“Mama Azzah, hati-hati kalau nyetatus, nanti ada yang suka sama suaminya, lho.”Akhirnya aku berkomentar seperti itu di status Mama Azzah.Tak lama ia memberi emot tertawa di komentarku.‘Ya Ampun, komentarku malah ditertawakan. Ya sudahlah, nanti kalau ketahuan bisa nangis guling-guling.’Menjelang Dhuhur semua pekerjaanku selesai termasuk memasak. Sebenarnya memasak hanya untuk makan siangku saja karena suami dapat makan di kantor dan Adit dapat di sekolah. Untuk makan malam, nanti aku masak dadakan atau masakan siang diangetin.“Mau ngapain di rumah, ya, rasanya kok bete. Ehm, mendingan aku
Tak terasa sampailah kami di rumah. Aku membuka pintu pagar, kemudian pintu garasi. Mas Adnan memarkirkan mobil pajero sportnya di samping mobil honda jazzku.Sampai rumah pas Maghrib, kemudian kami beberes. Kusiapkan keperluan Mas Adnan untuk ke Masjid.Adzan berkumandang, “Adit, ke Masjid sana, sama Papa!” perintahku. Adit yang sedang mainan hape milik Papanya dengan malas segera beranjak. Mas Adnan dan Adit ke Masjid bersamaan.Kulihat sebentar story WA sebelum mengambil air wudhu.“Bersyukur dengan apa yang telah Allah anugerahkan.”Begitu isi statusnya Khamila. Tumben bener, jangan-jangan lagi ada masalah dengan Burhan. Ah, bodo amat.Setelah ini aku wudhu dan bersiap untuk sholat.Setelah sholat, tilawah bareng dengan Mas Adnan dan juga Adit.Ya Allah, bersyukur sekali mendapat suami seperti Mas Adnan. Kalau dipikir, hadirnya Khamila ada hikmahnya juga. Mungkin jika tida
“Oke, nih aku kirim ke kalian.”Nggak kerasa acara sudah mau selesai. Karena keasyikan ngobrol sampai kami tidak mengikuti acara.“Yuk kita makan-makan,” ajak Atika.“Aku ada suami, kalau mau makan-makan, sekalian ma suamiku,” ucapku.“Boleh, tuh, sekalian biar aku kenal sama suamimu.”Aku meninggalkan acara, kutelpon Mas Adnan untuk mengetahui posisinya sekarang dimana. Sementara Burhan masih mengekor. Ya Ampun, tuh orang ngapain ngekorin kita, nggak ada teman apa?Tiba-tiba aku dikagetkan dengan hadirnya wanita muda yang waktu itu aku lihat saat di Mall.Wanita tersebut menghampiri Burhan, sementara itu Burhan salah tingkah.Aku penasaran, lalu kutemui Burhan.“Mas, jangan bilang kalau dia selingkuhanmu, yah,” ucapku pada Burhan.“Siapa dia, Mas,” tanya wanita muda yang kutaksir usianya dua puluh tiga tahunan.
Aku harus bicara sama Burhan agar istrinya tidak terus-terusan meneror keluargaku atau mendekati suamiku. Dulu menghancurkan hubunganku dengan Burhan, sekarang mendekati suamiku, maunya apa, sih.Tanpa sepengetahuan Mas Adnan, aku chat Burhan. Kebetulan aku tahu nomernya dari hape Mas Adnan.[Assalamualaikum, aku Dania, bisakah kita bicara? Balas GPL]Itu chat yang aku kirim ke Burhan.[Walaikum salam, Hy Dania, untukmu apa sih yang nggak bisa? Kapan?]Semprul, nggak nyadar apa kalau istrinya dah dua.[Hari ini, kamu sift berapa?][Aku sift dua. Oke, nanti ketemu di café dekat Supermarket, gimana? Jam 14.00 sebelum aku berangkat kerja.][Oke.]Setelah Duhur aku bersiap menuju café yang telah kita sepakati. Aku meluncur menggunakan mobil jazzku.Seperempat jam sebelum jam dua, aku telah siap di café. Aku memesan minuman kesuakaanku--jus alpukat.Jam dua kurang lima menit, kulihat dari ke
Aku menuju ke ruang keluarga dan menangis.Kubuka benda pipih yang ada di saku celana lalu aku bikin status.“Fitnahmu akan kau sesali suatu hari nanti.” Setelah itu kukirim caption gambarku dengan gambar Anggita, kebetulan kemarin aku sempat berfoto dengannya.Meski Khamila belum tahu siapa wanita itu, setidaknya ini adalah kode buat dia.Aku masih kesal dengan Mas Adnan yang menyalahkanku.Saat aku di ruang keluarga dan menangis, seseorang tiba-tiba menepuk pundakku.“Dania.”Aku menengok sumber suara dan ternyata adalah Mas Adnan. Aku masih kesal dengannya.“Seorang wanita bersuami dilarang janjian sama suami orang apalagi ketemuan. Makanya Papa menasehati Mama seperti itu,” ucap Mas Adnan sembari memandangku.“Lha itu Mas tahu. Selama ini apa yang dilakukan Khamila? Bukankah dia sering chat Papa? Sering nebeng sama Papa? Bahkan akhir-akhir ini dia
Status Facebook TetanggaPart 52--------oOo-------Burhan berkomentar di statusku. Ah, jawabnya nanti saja biar banyak dulu. Aku menuju ke ruang keluarga dan merebahkan badan di kasur depan televisi. Memasaknya nanti sore saja sebab hanya aku saja yang makan, Mas Adnan dan Adit pulang sore, jadi memasak untuk makan malam.Wah, Mas Adnan bikin status, tumben. Status Mas Adnan muncul di berandaku. Lho, ini, kan status lama. Kalau tidak salah saat itu sedang jalan-jalan di Puncak. Karena ada yang komentar, makanya muncul di beranda.Zaskiya Putri, siapa dia. Kenapa dia komentar di statusnya Mas Adnan?"Hay, Bro, apa kabar? Kamu masih seperti dulu."Begitu isi komentarnya. Mas Adnan memberi apresiasi dengan memberi "like" di komentar Zaskiya."Bro, itu istrimu, ya, hmmm cantik juga."Komentar selan
Status Facebook TetanggaPart 51-----oOo-----Sekembalinya dua keluarga yang berseteru itu, aku dan Mas Adnan saling memandang. Mas Adnan memegang keningnya. Nampaknya ia sangat pusing."Sudahlah, Mas, memang begini kalau menjadi bapaknya warga. Sabar, ya. Jadikan setiap persoalan menjadi sebuah pengalaman," ujarku sambil mengelus pundaknya. Ia mengangguk perlahan.Kami ke ruang keluarga kemudian aku ke ruang makan untuk mengambil ponselku yang tergeletak di meja ruang makan.Saat membuka kunci ponsel, terlihat notifikasi masuk. Sekitar lima belas menit yang lalu. Oh, rupanya dari Bu Ning.[Bu Dania, tolong rayu suamiku agar membatalkan talaknya.]Lho, kok minta tolongnya ke aku, apa hubungannya denganku?[Bu Dania, please, aku benar-benar pusing. Mas Topik marah besar padaku.] Kembali pesan
"Assalaamualaikum." Terdengar suara teriakan seorang perempuan yang tidak asing. Akupun bangkit dan berlalu menuju ke luar. Ternyata ada Bu Tutik dan Bapak Wasito. Wajah mereka tampak tegang.Kubuka pagar dan kupersilakan mereka untuk masuk."Silakan duduk," ucapku. "Ada perlu apa Mama Rena," tanyaku."Pak RT mana Mama Adit," tanya Mama Rena. Terlihat dari wajahnya, ia seperti ingin menceritakan sesuatu. Seperti dugaanku, pasti tentang Mama Adel yang menyebarkan gosip mengenai kuburan Orang tuanya."Sebentar, Mas Adnan sedang makan." Akupun pamit ke dapur untuk membuat minuman sekaligus menemui suamiku."Siapa, Ma," tanya Mas Adnan yang rupanya telah selesai makan."Bu Tutik sama suaminya, mereka ingin ketemu Papa, temui geh," suruhku. Kutuang air panas ke teko untuk membuat teh."Baik, Papa temui dulu ya, Ma," ujar
Aku dan Mas Adnan ke rumah Mama Rena untuk ta'ziyah.Sesampainya di sana, para pelayat sudah banyak yang datang.Ada juga Khamila Mama Adel dan juga suaminya.Kulihat Mama Rena begitu tegar, mungkin karena ibunya sudah lama sakit sehingga mungkin ini adalah yang terbaik."Kami sekeluarga ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya ya Mama Rena, sabar ya," ucapku sambil memeluknya dan mengelus punggungnya."Terima kasih mama Adit," balas Mama Rena.Pada saat itu terdengar percakapan antara suaminya mama Rena dengan Mas Adnan."Pak Warsito yang menggali kubur apakah sudah ada?" Kepada suaminya Mama Rena. Suaminya Mama Rina tampak kebingungan karena memang belum mendapatkan orang yang akan menggali kubur. Orang yang biasa menggali kubur sedang keluar kota.Pada saat itu pak Dayat datang dan ikut bergabu
Ternyata Mama Adel tidak datang,ia berjanji akan ke rumah selepas Asar. Aku dan Mas Adnan memutuskan untuk mendatangi rumahnya setelah Maghrib dan tadi sudah mengirim pesan...Usai sholat Maghrib, aku dan Mas Adnan menuju ke rumah Mama Adel. Sesampainya di sana, mereka tidak ada di rumah. Rumah mereka terkunci. Mas Adnan mencoba menghubunginya tetapi tidak dapat tersambung.Beberapa menit kemudian, Khamila dan Burhan datang. Mas Adnan juga mengundang mereka."Kok sepi," tanya Khamila yang masih duduk di atas motor."Kurang tahu, pintu rumahnya terkunci. Ke rumah saja yuk," ajak Mas Adnan. Khamila dan Burhan saling memandang dan akhirnya mengangguk.Akhirnya kami balik dan diikuti oleh keduanya.Sesampainya di rumah, kupersilakan keduanya untuk duduk. Aku ke dapur untuk mengambil air minum dan beberapa makanan ringan. Setelah itu aku keluar dan mempersilakan keduanya untuk minum dan menyantap makanan ringan yang aku sediakan.
Aku di dalam rumah sampai sore menunggu Mas Adnan pulang. Perasaan resah dan gelisah menyeruak dalam dada. Jam empat, Mas adnan tak kunjung pulang. Jam Limapun tak pulang. Kemana Mas Adnan, kenapa jam segini belum juga pulang?Berbagai macam pemikiran-pemikiran negatif berkecamuk dalam otakku.Aku yang sedang duduk di ruang tamu, mandengar bel berbunyi. Sepertinya ada yang datang dan aku keluar.Alhamdulillah, Mas Adnan pulang, Aku menantikannya sekak tadi. Aku mengahambur dan segera memeluknya, mencium pipinya.“Eh, Ma, aku baru pulang dan badan masih bau, lho,” ungkap Mas Adnan dengan heran. Mungkin karena tingkahku yang tidak seperti biasanya.“Kenapahape ditinggal, jadinya aku nggak bisa komunikasi,” ujarku sambil merengut dan masih merangkulnya. Mas Adnan masih berdiri sambil memegang tas kerjanya.“Kamu kangen?” Ledek suamiku“Iya,” ujarku manja. Aslinya benar-benar aku merasa resa
Setelah semua barang keperluanku telah aku beli, kemudian aku meluncur ke rumah Khamila.Sesampainya di sana ternyata rumahnya terkunci.‘Kemana Khamila, apa mungkin ia sedang belanja?’Coba aku telpon. Kukeluarkan ponselku dari saku celana jeans yang aku pakai. Langsung kucari namanya.“Assalamualaikum.” Langsung dijawab olehnya. “Ada apa Mama Adit?” tanyanya.“Waalailkum salam. Aku ada di rumahmu, sekarang kamu ada di mana?” tanyaku.“Lah, kenapa nggak dari tadi? Sekarang aku lagi belanja di swalayan,” jawabnya. Waduh, tidak bisa ketemu. Padahal aku ingin menyelesaikan persoalanku dan juga ingin tahu, siapa pria misterius yang menggangguku.Aku juga ingin meminta agar ia menghapus statusnya sekarang, tetapi jika itu aku lakukan, ia pasti tambah senang. Ia itu senang jika aku sulit.&l
Status Facebook TetanggaBenar-benar makin runyam, herannya kenapa Kamila sampai tahu. Wah, si Burhan tidak bisa dipercaya ini.Aku semakin pusing dengan persoalan ini. Jika Khamila tahu, berita ini bakalan cepat tersebar.'Ah baiknya aku memang harus cerita ke Mas Adnan.'Kudekati suamiku yang sedang tertidur pulas. Kulirik jam di dinding, rupanya bentar lagi Asar, memang harus dibangunkan."Mas, bangun sayang, sudah jam 14.40," panggilku sembari menggerak-gerakkan badannya agar cepat bangun.Mas Adnan hanya menggeliat, lalu melirikku dan merangkul."Mas, masih siang, jangan seperti ini, ah." Aku meronta. Dikhawatirkan Adit tiba-tiba pulang karena memang sudah waktunya pulang."Memangnya kenapa? Kan pintu pagar dikunci?" ucapnya. Namun matanya masih terpejam."Mas,ka
“Sudah cukup Pak, Bu! Kalau njenengan berdua ingin bertengkar, silakan di rumah saja,” lerai Suamiku. Kedua pasangan suami istri itupun akhirnya diam. “Silakan, ada apa njenegan ke sini? Apakah ada masalah?”“Pastinya ada, Pak. Saya mau lapor kalau suami saya selingkuh!” sahut Bu Ning. Pandangannya mengarah ke Pak Dayat.Oh Allah, soal perselingkuhan kenapa harus bawa-bawa RT, sih, ini sudah keberapa kali laporan seperti itu.“Ma, berapa kali Papa katakan kalau Papa itu tidak selingkuh. Mana buktinya? Mama itu selalu suudzon. Dulu dituduh selingkuh dengan langganan tukang sayur, sekarang? Ujug-ujug Mama nuduh selingkuh, lalu selingkuh dengan siapa?” Nampaknya Pak Dayat memang sangat kesal dan marah.“Justru Mama yang nggak mau ngak