"Kenapa kamu?" suara Endi membuyarkan lamunan Jimmy "Kesepian? Baru merasakan nggak enak nggak ada istri dan anak?"
"Apaan sih? Nggak lah!" elak Jimmy langsung "Aku kesini cuman mau minta makan sama Mas Irwan, makan gratis.""ASTAGA! Duit banyak minta makan gratis." Endi menggelengkan kepalanya."Kaya situ nggak." Jimmy menyindir Endi yang langsung memberikan tatapan tajam "Gimana perkembangan Prof Yudi?""Dia mencari mami dimana, walaupun beberapa kali terlihat depan rumah kalian." Endi memberikan informasi yang membuat Jimmy membelalakkan matanya "Aku juga lihat Febby dalam mobil, sepertinya cari rumah kamu."Jimmy menatap tidak percaya "Mereka sudah sejauh itu?" Endi menganggukkan kepalanya "Apa yang harus kita lakukan? Rey gimana?""Rey ada disini, dia tinggal skripsi jadi lebih banyak didalam kamar hotel. Apa yang kita lakukan? Selama mereka tidak melakukan suatu hal yang membahayakan biarkan saja dulu, pengawal kita juga ma"Mereka tidak melakukan apapun sampai sekarang." Endi menghembuskan napas lelah "Tidak ada yang mereka lakukan sampai sekarang, apa yang akan kita lakukan?" Jimmy diam menatap Endi yang sedang memijat keningnya, beberapa hari ini tidak ada sesuatu yang terjadi sama sekali. Perkiraan mereka sedikit salah, melihat kegiatan Yudi dan Febby tidak ada yang mencurigakan sama sekali, Jimmy sesekali membantu dengan mengamati Febby."Kenapa udah kangen sama Tere?" goda Jimmy yang membuat Endi memutar bola matanya malas."Kamu yang kangen Siena, kalian sudah nggak ketemu berapa lama?" Jimmy yang kali ini memutar bola matanya malas "Aku masih mempelajari apa yang Yudi rencanakan.""Apa sesulit itu? Tanpa adanya papi membuat kita seperti jalan buntu," ucap Jimmy memejamkan matanya.Ponsel Jimmy berbunyi, menatap layar ponselnya yang seketika terkejut. Jimmy menatap Endi dengan tatapan bingung, Endi berjalan mendekati Jimmy dan seketika membelalakkan
Ponsel berbunyi setiap saat, Jimmy menatap dalam dan tidak ada niat mengangkatnya. Jimmy tahu jika ponselnya sudah dipasang sadap oleh Endi dan timnya, membayangkan saja seketika membuat Jimmy mual dan bergidik ngeri. Alasan itu pula membuat Jimmy menggunakan ponsel khusus untuk komunikasi dengan Siena dan Jeno, ponselnya masih berbunyi membuat Jimmy menghembuskan napasnya kembali."Harusnya dia tahu kalau aku nggak mau ketemu, apa kurang jelas kata-kataku tadi?" Jimmy berbicara dengan dirinya sendiri tanpa melepaskan tatapan dari ponsel, menggelengkan kepalanya tanda tidak akan tergoda "Aku matikan saja."Jimmy mengambil ponselnya dan langsung mematikannya, tidak peduli dengan panggilan yang masih dilakukan Febby. Wanita satu itu tampaknya masih belum menyerah untuk mendapatkannya, perpisahan mereka sudah dilakukan dan harusnya sudah paham dengan semua kata yang keluar dari bibirnya saat itu.Jimmy menghembuskan napas panjang saat melihat jam yang ada di
"Pasiennya sudah masuk semua? Apa masih ada?" Jimmy menatap perawat yang sedang membereskan berkas."Sebenarnya sudah tapi..." perawat tampak ragu melanjutkan kata-katanya "Ada yang mau bertemu dokter, wanita." Jimmy mengangkat alisnya mendengar perkataan perawat "Saya tidak tahu siapa, tapi dia bilang penting dan menunggu di cafe."Mengingat siapa yang memiliki janji dengannya, Jimmy menggelengkan kepalanya saat tidak merasa memiliki janji dengan siapapun, seketika tubuhnya membeku saat memikirkan sebuah nama, seketika menggelengkan kepalanya agar apa yang dipikirkannya tidak benar."Aku duluan," ucap Jimmy dengan beranjak dari tempat duduknya.Langkah kakinya menuju ke cafe, tempat dimana wanita itu menunggu. Jimmy mencoba meyakinkan diri jika semua tidak benar, tidak mungkin wanita itu memiliki keberanian untuk menemuinya. Febby tidak mungkin datang ke rumah sakit ini, pastinya banyak yang mengenalinya jika sampai datang kesini."Ada a
"Tindakan yang sangat berani." Endi menatap tidak percaya setelah mendengar rekaman dan meletakkannya di meja "Apa yang kita bayangkan memang sesuai, Febby yang akan menemui kamu. Sekarang kita mau lihat pergerakkan Yudi, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda sama sekali."Keheningan menemani mereka setelah mendengar perkataan Endi, harusnya kemarin Jimmy bisa sedikit sabar dan mengikuti arus yang dibuat Febby. Mendengar bagaimana Febby menjelekkan orang tuanya seketika Jimmy tidak terima, tidak suka jika orang tuanya dihina orang lain, Jimmy yakin siapapun anaknya pasti akan membela orang tuanya. Jimmy sudah terpancing dengan semua perkataan Febby yang tidak seharusnya dilakukan, hembusan napas dikeluarkan saat menyadari emosinya tidak bisa dikendalikan sama sekali."Kamu nggak dapat gambaran sama sekali dari pertemuan dengan Febby?" tanya Endi yang membuyarkan lamunan Jimmy, menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban yang diberikan "Kita harus tetap mengikuti
"Mereka kapan bisa pulang?" tanya Jimmy saat Endi sudah mendapatkan hasil pembicaraan Yudi dengan Febby.Endi hanya mengangkat bahu masih membaca pesan yang ada di laptopnya, tidak hanya Jimmy tapi ada Ruli yang juga melakukan hal sama. Jimmy menatap mereka berdua, menarik laptop yang ada dihadapan Endi dan mulai membacanya dengan perlahan."Febby mengatakan apa yang aku katakan pada saat itu," ucap Jimmy sambil membaca pesannya "Apa tidak merasa aneh?""Kamu merasakannya?" tanya Ruli yang hanya diangguki Jimmy "Apa mereka sengaja? Febby bukan orang bodoh yang begitu saja memberikan nomer yang seharusnya rahasia, apalagi memberikan di area kita yang pastinya kamu akan tahu.""Masuk akal," ucap Endi membuka suaranya "Aku sedang berpikir apa yang akan mereka rencanakan...andaikan papi ada disini pasti bisa membaca dengan sangat cepat.""Mas Bima?" Jimmy menatap Endi ketika teringat kakak iparnya tersebut "Papi kasih ilmu ke Mas Bima sama O
Fokus, satu kata yang sulit dilakukan tapi harus dilakukan karena berhadapan dengan nyawa orang lain. Pasien bisa mengalihkan perasaannya, beberapa kali berbicara dengan Siena sedikit membantu agar fokus pada pekerjaannya."Belum ada kabar dari Mas Endi?" tanya Ruli yang dijawab dengan gelengan kepala "Nggak datang kesini juga.""Bilangnya jangan hubungi dulu sampai dianya datang kesini, tapi ini sudah tiga hari nggak datang." Jimmy mencoba mengingat perkataan Endi pada saat melakukan panggilan telepon kemarin."Apa terlalu serius dan dalam?" Jimmy kembali mengangkat bahu mendengar pertanyaan Endi "Besok mungkin dia kesini, harus tetap fokus karena hubungan kita nyawa pasien. Kamu ada operasi?""Beberapa jam lagi," jawab Jimmy menatap jam yang ada di tangannya "Aku siap-siap aja kalau begitu."Jimmy beranjak dari tempat duduknya bersama dengan Ruli, langkah kakinya terhenti saat seseorang memanggil namanya dan ternyata Tomo yang semakin d
Berjalan cepat ke ruangannya, pesan yang dibacanya masih teringat jelas. Jimmy hanya memotretnya tidak mengirim balik, menjaga agar ponsel Tomo tidak disadap seperti yang mereka lakukan. Lawan mereka benar-benar sudah memperhitungkan semuanya, maminya pasti tidak tahu tentang masalah poliklinik yang akan dibangun Yudi."Kamu sudah tahu berita terbaru?" tanya Jimmy pada Endi yang berada di ruangannya secara langsung, Endi mengerutkan keningnya dan Jimmy langsung memberikan ponselnya."Poliklinik?" Endi membaca sekali lagi "Opa sudah menebak pada saat itu, tapi belum tahu seperti apa prosesnya." Jimmy menatap tidak percaya atas apa yang Endi sampaikan "Opa tahu pada saat rumah sakit ini berdiri, tapi seperti yang aku bilang kalau opa belum tahu apa yang ingin dilakukan Yudi." Endi memgakhiri pembicaraan mereka dengan meletakkan ponsel Jimmy pada tempatnya."Huh...aku sama sekali tidak menyangka sama sekali. Apa yang mami lakukan sampai ayahnya Febby bertinda
"Cukup lama kita tidak bertemu, Jim." Alan membuka suara saat berhadapan dengan Jimmy "Aku senang kamu berhasil menjadi dokter seperti yang kamu inginkan." "Apa kita saling mengenal sebelumnya?" Jimmy bertanya sedikit hati-hati, sama sekali tidak mengingat pria yang ada dihadapannya.Alan tersenyum tipis mendengar pertanyaan Jimmy "Arka, teman kamu yang meninggal pada saat kecelakaan." "Arka yang taruhan itu?" Alan menganggukkan kepalanya, Jimmy memberikan tatapan penuh selidik "Hubungan kalian?" sedikit berharap mereka tidak memiliki hubungan."Kita bicara di ruangan Lucas, tadi aku sudah meminta ijin sama dia." Alan mengajak Jimmy berbicara di tempat lain "Apa kamu mau di ruang rapat saja?""Ruang rapat bersama dengan yang lain, aku yakin mami masih terhubung." Jimmy memutuskan berbicara depan mereka agar tidak ada yang ditutupi kembali."Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Tania melihat perubahan ekspresi Jimmy "Sayang, Sie