Berjalan cepat ke ruangannya, pesan yang dibacanya masih teringat jelas. Jimmy hanya memotretnya tidak mengirim balik, menjaga agar ponsel Tomo tidak disadap seperti yang mereka lakukan. Lawan mereka benar-benar sudah memperhitungkan semuanya, maminya pasti tidak tahu tentang masalah poliklinik yang akan dibangun Yudi.
"Kamu sudah tahu berita terbaru?" tanya Jimmy pada Endi yang berada di ruangannya secara langsung, Endi mengerutkan keningnya dan Jimmy langsung memberikan ponselnya."Poliklinik?" Endi membaca sekali lagi "Opa sudah menebak pada saat itu, tapi belum tahu seperti apa prosesnya." Jimmy menatap tidak percaya atas apa yang Endi sampaikan "Opa tahu pada saat rumah sakit ini berdiri, tapi seperti yang aku bilang kalau opa belum tahu apa yang ingin dilakukan Yudi." Endi memgakhiri pembicaraan mereka dengan meletakkan ponsel Jimmy pada tempatnya."Huh...aku sama sekali tidak menyangka sama sekali. Apa yang mami lakukan sampai ayahnya Febby bertinda"Cukup lama kita tidak bertemu, Jim." Alan membuka suara saat berhadapan dengan Jimmy "Aku senang kamu berhasil menjadi dokter seperti yang kamu inginkan." "Apa kita saling mengenal sebelumnya?" Jimmy bertanya sedikit hati-hati, sama sekali tidak mengingat pria yang ada dihadapannya.Alan tersenyum tipis mendengar pertanyaan Jimmy "Arka, teman kamu yang meninggal pada saat kecelakaan." "Arka yang taruhan itu?" Alan menganggukkan kepalanya, Jimmy memberikan tatapan penuh selidik "Hubungan kalian?" sedikit berharap mereka tidak memiliki hubungan."Kita bicara di ruangan Lucas, tadi aku sudah meminta ijin sama dia." Alan mengajak Jimmy berbicara di tempat lain "Apa kamu mau di ruang rapat saja?""Ruang rapat bersama dengan yang lain, aku yakin mami masih terhubung." Jimmy memutuskan berbicara depan mereka agar tidak ada yang ditutupi kembali."Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Tania melihat perubahan ekspresi Jimmy "Sayang, Sie
"Aku tidak tahu ini berhasil atau tidak, Yudi bukan orang bodoh yang bisa ditipu dengan mudah." Tania membuka suaranya, semua mulai fokus menatap dan mendengarkan "Kita akan mengirim Kaivan untuk masuk didalam poliklinik itu, Kaivan ini anak saudara dari kakak ipar Rifat jadi pastinya Yudi tidak akan tahu.""Bagaimana oma yakin? Yudi pasti menyelidiki latar belakang dia," ucap Endi yang diangguki Tiara."Pak Wijaya yang membiayai kuliah Kaivan, dia kuliah sebagai perawat." Rifat menjawab pertanyaan Endi.Alan tersenyum tipis "Om selalu penuh dengan kejutan, sebenarnya kita juga melakukan hal yang sama. Om sudah menceritakan rencananya dan takut gagal, jadi kami membiayai seseorang untuk kuliah di kesehatan masyarakat dan sudah masuk dalam poliklinik itu sebagai asistennya." Semua menatap tidak percaya atas apa yang dikatakan Alan "Kita tidak bisa menemuinya dengan bebas, pastinya Yudi sudah memata-matainya dalam bertindak.""Sekarang apa yang haru
"Prof Yudi beneran buka poliklinik," ucap Danu sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya "Apa ada yang ditarik kesana?""Sejauh ini belum, tapi aku nggak tahu pastinya." Jimmy mencoba mengingat data yang Endi berikan."Setahuku ada beberapa yang diajak, tapi menolak karena rumah sakit ini memberikan yang terbaik buat mereka." Danu memberikan informasi yang sudah Jimmy ketahui "Kamu nggak melakukan apapun?""Tidak! Aku hanya fokus sama pasien." Jimmy mengatakan dengan tegas dan juga sebenarnya "Kamu nggak ditawarin?" Jimmy menatap penasaran pada Danu "Kamu bukannya diminta untuk menikahi Febby, masa poliklinik ini nggak ditawarin?"Danu tertawa mendengar kata-kata Jimmy "Memang dulu diminta menikahi Febby tapi langsung aku tolak. Prof Yudi tahu kita dekat jadi nggak akan mengajak aku atau Tomo apalagi Ruli." Jimmy hanya mengangkat bahunya mendengar jawaban Danu "Dokter-dokter disini dan rumah sakit lama sudah berbicara tentang poliklinik itu, ta
Jimmy mengerutkan keningnya melihat nama Febby keluar di notifikasi pesan, membukanya langsung dan kembali mengerutkan kening dengan tatapan tidak percaya sama sekali. Febby mengajak bertemu membicarakan pekerjaan, memikirkan pekerjaan apa yang akan mereka berdua bicarakan."Ada apa?" tanya Endi saat memasuki ruangan Jimmy "Masalah pasien?""Bukan," jawab Jimmy sambil menggelengkan kepalanya, memberikan ponselnya pada Endi yang memberikan tatapan tanda tanya "Febby ngajak ketemuan membicarakan pekerjaan, menurutmu apa?" Endi membaca dan langsung meletakkan ponsel Jimmy diatas meja."Menurut kamu?" Jimmy mengangkat bahunya "Apa mungkin masalah kedokteran?""Nggak mungkin," jawab Jimmy langsung "Apa ada hubungan sama poliklinik yang akan berdiri?""Bisa jadi," jawab Endi menganggukkan kepalanya "Aku dengar kalau akan buka mungkin dua minggu lagi, beberapa karyawan dan dokter sudah diisi.""Aku tahu, Danu dan Ruli sudah memberikan i
"Apa kamu nggak bisa membantu?" tanya Febby dengan tatapan memohon."Sayangnya nggak bisa," jawab Jimmy dengan tegas "Kamu tahu kalau aku tidak memiliki kekuasaan apa-apa, aku menghabiskan waktu dengan belajar dan itu bersama kamu."Febby masih memberikan tatapan memohon dan sayangnya Jimmy sama sekali sudah tidak terpengaruh dengan tatapan yang diberikan Febby, menikmati hidangan yang ada diatas meja seakan apa yang disampaikan Febby tidak penting. Jimmy tahu dari tatapan Febby sangat memohon bantuan darinya, tapi Jimmy sama sekali tidak ada niatan, mengarahkan ke pusat dengan banyak tujuan."Kamu bisa datang ke pusat, aku sama sekali tidak bisa membantu." Jimmy mengatakan sekali lagi dan Febby memberikan ekspresi kecewa."Kamu bisa bicara sama orang pusat, kalau kamu yang bicara siapa tahu di dengar." Febby masih mengeluarkan berbagai macam usulan, Jimmy langsung menggelengkan kepalanya "Bukankah sekarang yang mengambil keputusan abang kamu? Pas
"Bagaimana kalau aku muncul?" Devan memberikan usul tiba-tiba."Kak Devan yakin?" tanya Lucas tidak percaya dengan sedikit memastikan.Devan menganggukkan kepalanya "Memang apa yang kalian rencanakan?" Devan menatap mereka yang masih tidak percaya "Kalian nggak percaya? Ya...anggap saja sebagai balasan aku yang nggak pernah terlibat dalam masalah keluarga ini. Tania sendiri sudah aku anggap adik, tidak jauh berbeda dengan Via dan Tari. Tania selalu menemani Tina dalam keadaan apapun, mereka selalu bisa diandalkan ketika kami tidak menemukan jalan keluar.""Baiklah," potong Jimmy yang seketika semua menatap kearahnya "Pembukaan poliklinik di Kalimantan, minta itu ketika mereka mengajukan proposal.""GILA! Kamu tahu resikonya? Daripada dana buat mereka lebih baik kita mengembangkan rumah sakit." Lucas langsung menolak tanpa berpikir "Kamu mau bantu mereka atau gimana? Kita nggak akan kasih dana ke mereka, Kak Devan akan bantuin mereka?" Lucas mengal
Hari dimana Febby dan rekannya akan mendatangi pusat, sayangnya Jimmy tidak bisa datang. Jimmy juga tidak tahu apa yang mereka semua rencanakan, dirinya hanya tahu perkataan Bima yang meminta Lucas untuk mendengarkan saja."Kamu nggak ke pusat?" Jimmy menatap Leo yang berada di ruangan duduk dengan sangat santai."Malas, bukan urusanku juga. Kamu kepikiran? Buat apa? Fokus kamu bukan disana, biarkan mereka yang menyelesaikan." Leo mengatakan dengan sangat santai, Jimmy hanya memutar bola matanya malas "Aku mau ke Bali merindukan Fransiska.""Terus? Kamu kesini mau ganggu aku?" Leo mengangguk tanpa ragu "Ganggu Rey atau Tere sana!" Jimmy mengusir Leo yang hanya ditanggapi dengan suara tawa."Mereka berdua nggak asyik! Endi bisa ngamuk kalau sampai Tere nangis. Rey lagi masa nggak mau diganggu." Leo mengadu seperti dulu kecil "Memang paling enak ganggu kamu, secara kita senasib." Jimmy mengangkat alisnya "Sama-sama ditinggal istri." Leo tertawa samb
Mendengarkan apa yang diceritakan Endi, baik Jimmy maupun Leo tidak ada yang membuka suaranya. Jimmy sedikit terkejut Febby mau mengikuti semua yang dikatakan Lucas, salah satu cara agar mereka tidak mendapatkan dana dengan mudah."Memang kita sudah ada bank yang akan dimintai tolong?" Jimmy sedikit penasaran dengan cerita Endi."Bank apaan? Mana ada bank yang bisa dimintai dana dengan kondisi keuangan seperti Yudi?" Jimmy mengerutkan keningnya "Mereka mengajukan pinjaman pastinya bank tidak akan kasih, makanya ngotot dan mau dengan apa yang kamu usulkan karena jalan satu-satunya adalah mendapatkan aliran dana dari perusahaan kita." Endi menjelaskan secara detail."Memang tujuannya hanya itu?" Jimmy bertanya lagi yang diangguki Endi tanpa keraguan "Bukannya kamu kemarin nggak ikut pembicaraan bagaimana tahu?" Jimmy memicingkan matanya penuh selidik.Mendengarkan jawaban Endi tentang apa yang dilakukannya saat mereka mengadakan pembicaraan mengenai