Jimmy mengerutkan keningnya melihat nama Febby keluar di notifikasi pesan, membukanya langsung dan kembali mengerutkan kening dengan tatapan tidak percaya sama sekali. Febby mengajak bertemu membicarakan pekerjaan, memikirkan pekerjaan apa yang akan mereka berdua bicarakan.
"Ada apa?" tanya Endi saat memasuki ruangan Jimmy "Masalah pasien?""Bukan," jawab Jimmy sambil menggelengkan kepalanya, memberikan ponselnya pada Endi yang memberikan tatapan tanda tanya "Febby ngajak ketemuan membicarakan pekerjaan, menurutmu apa?" Endi membaca dan langsung meletakkan ponsel Jimmy diatas meja."Menurut kamu?" Jimmy mengangkat bahunya "Apa mungkin masalah kedokteran?""Nggak mungkin," jawab Jimmy langsung "Apa ada hubungan sama poliklinik yang akan berdiri?""Bisa jadi," jawab Endi menganggukkan kepalanya "Aku dengar kalau akan buka mungkin dua minggu lagi, beberapa karyawan dan dokter sudah diisi.""Aku tahu, Danu dan Ruli sudah memberikan i"Apa kamu nggak bisa membantu?" tanya Febby dengan tatapan memohon."Sayangnya nggak bisa," jawab Jimmy dengan tegas "Kamu tahu kalau aku tidak memiliki kekuasaan apa-apa, aku menghabiskan waktu dengan belajar dan itu bersama kamu."Febby masih memberikan tatapan memohon dan sayangnya Jimmy sama sekali sudah tidak terpengaruh dengan tatapan yang diberikan Febby, menikmati hidangan yang ada diatas meja seakan apa yang disampaikan Febby tidak penting. Jimmy tahu dari tatapan Febby sangat memohon bantuan darinya, tapi Jimmy sama sekali tidak ada niatan, mengarahkan ke pusat dengan banyak tujuan."Kamu bisa datang ke pusat, aku sama sekali tidak bisa membantu." Jimmy mengatakan sekali lagi dan Febby memberikan ekspresi kecewa."Kamu bisa bicara sama orang pusat, kalau kamu yang bicara siapa tahu di dengar." Febby masih mengeluarkan berbagai macam usulan, Jimmy langsung menggelengkan kepalanya "Bukankah sekarang yang mengambil keputusan abang kamu? Pas
"Bagaimana kalau aku muncul?" Devan memberikan usul tiba-tiba."Kak Devan yakin?" tanya Lucas tidak percaya dengan sedikit memastikan.Devan menganggukkan kepalanya "Memang apa yang kalian rencanakan?" Devan menatap mereka yang masih tidak percaya "Kalian nggak percaya? Ya...anggap saja sebagai balasan aku yang nggak pernah terlibat dalam masalah keluarga ini. Tania sendiri sudah aku anggap adik, tidak jauh berbeda dengan Via dan Tari. Tania selalu menemani Tina dalam keadaan apapun, mereka selalu bisa diandalkan ketika kami tidak menemukan jalan keluar.""Baiklah," potong Jimmy yang seketika semua menatap kearahnya "Pembukaan poliklinik di Kalimantan, minta itu ketika mereka mengajukan proposal.""GILA! Kamu tahu resikonya? Daripada dana buat mereka lebih baik kita mengembangkan rumah sakit." Lucas langsung menolak tanpa berpikir "Kamu mau bantu mereka atau gimana? Kita nggak akan kasih dana ke mereka, Kak Devan akan bantuin mereka?" Lucas mengal
Hari dimana Febby dan rekannya akan mendatangi pusat, sayangnya Jimmy tidak bisa datang. Jimmy juga tidak tahu apa yang mereka semua rencanakan, dirinya hanya tahu perkataan Bima yang meminta Lucas untuk mendengarkan saja."Kamu nggak ke pusat?" Jimmy menatap Leo yang berada di ruangan duduk dengan sangat santai."Malas, bukan urusanku juga. Kamu kepikiran? Buat apa? Fokus kamu bukan disana, biarkan mereka yang menyelesaikan." Leo mengatakan dengan sangat santai, Jimmy hanya memutar bola matanya malas "Aku mau ke Bali merindukan Fransiska.""Terus? Kamu kesini mau ganggu aku?" Leo mengangguk tanpa ragu "Ganggu Rey atau Tere sana!" Jimmy mengusir Leo yang hanya ditanggapi dengan suara tawa."Mereka berdua nggak asyik! Endi bisa ngamuk kalau sampai Tere nangis. Rey lagi masa nggak mau diganggu." Leo mengadu seperti dulu kecil "Memang paling enak ganggu kamu, secara kita senasib." Jimmy mengangkat alisnya "Sama-sama ditinggal istri." Leo tertawa samb
Mendengarkan apa yang diceritakan Endi, baik Jimmy maupun Leo tidak ada yang membuka suaranya. Jimmy sedikit terkejut Febby mau mengikuti semua yang dikatakan Lucas, salah satu cara agar mereka tidak mendapatkan dana dengan mudah."Memang kita sudah ada bank yang akan dimintai tolong?" Jimmy sedikit penasaran dengan cerita Endi."Bank apaan? Mana ada bank yang bisa dimintai dana dengan kondisi keuangan seperti Yudi?" Jimmy mengerutkan keningnya "Mereka mengajukan pinjaman pastinya bank tidak akan kasih, makanya ngotot dan mau dengan apa yang kamu usulkan karena jalan satu-satunya adalah mendapatkan aliran dana dari perusahaan kita." Endi menjelaskan secara detail."Memang tujuannya hanya itu?" Jimmy bertanya lagi yang diangguki Endi tanpa keraguan "Bukannya kamu kemarin nggak ikut pembicaraan bagaimana tahu?" Jimmy memicingkan matanya penuh selidik.Mendengarkan jawaban Endi tentang apa yang dilakukannya saat mereka mengadakan pembicaraan mengenai
"Kapan mereka bisa balik?" Leo mengusap wajahnya kasar dengan menatap para pria yang masih terdiam."Keadaan belum aman," jawab Bima dimana suasana semakin tegang."Apa kecurigaanku tidak diselidiki?" Jimmy membuka suaranya dan seketika semua memandang kearahnya "Tentang Alan."Lucas menatap tidak percaya selanjutnya hanya bisa menggelengkan kepalanya "Jim, Alan ini temanku sampai lulus SMA. Kami masih berhubungan baik ketika kuliah dan kerja, nggak hanya itu Alan ini cucu dari sahabatnya papi. Kita sudah kerjasama berkali-kali dan kamu nggak lupa kalau adiknya meninggal karena ulah mantanmu? Kecurigaan kamu tetap nggak berdasar sama sekali."Jimmy hanya menganggukkan kepala sambil mengangkat bahu "Aku hanya berjaga, jadi kapan aku dan Leo bisa bertemu dengan kedua wanita itu?""Kita lihat kondisi nantinya," jawab Endi yang hanya bisa diberikan tatapan tanda tanya dari Leo dan Jimmy "Menunggu pertemuan selanjutnya antara mereka dengan ki
"Pekerja disana dibuat sibuk makanya kita mendapatkan informasi sedikit lama," ucap Endi membuka rapat mereka dengan Alan yang ada disampingnya "Proposal dana bagaimana?" "Pastinya menolak," jawab Lucas yang diangguki semua "Kemarin pihak mereka hubungi jika ingin kerjasama dengan rumah sakit kita.""Maksudnya?" Bima menatap penasaran."Mereka ingin polikliniknya menjadi bagian dari rumah sakit kita, jika ada pasien yang tidak bisa ditangani bisa langsung di rujuk ke kita." Lucas menjelaskan detail."Memang ada yang begitu, tapi biasanya tanpa perlu kerjasama karena akan secara otomatis." Jimmy membuka suaranya setelah mengingat proses pasien dirujuk "Siena mungkin lebih paham."Pembicaraan mereka terus berlanjut, Jimmy lagi-lagi hanya diam mendengarkan tanpa tahu apa yang dibicarakan karena pastinya tentang permasalahan Yudi dan Febby. Terkadang didalam pikiran Jimmy sempat terbersit jika ini hanya ketakutan mereka, sudut hatinya mengat
"Tekanan darahnya sudah normal berarti, kalau sampai besok stabil bisa dilepas infus dan alat-alat yang terpasang." Jimmy menatap timnya yang mencatat intruksi darinya.Permasalahan dengan keluarga Febby yang semakin lama tidak dipahami, memutuskan untuk fokus pada pekerjaannya sendiri sebagai dokter. Pasiennya membutuhkan perhatian lebih, bukan hanya masalah Febby.Pertemuan yang diadakan saat ini selalu dilakukan setiap sore jika tidak ada operasi, posisinya Jimmy sebagai senior dan itu berarti harus mengajarkan dan membimbing. Posisinya sebagai anak pemilik rumah sakit hanya beberapa saja yang tahu, mereka hanya tahu jika Siena dan Endi yang berada di balik rumah sakit."Kalian lakukan tugasnya dengan baik dan jangan sampai ada yang salah," ucap Jimmy dengan nada tegasnya yang diangguki mereka "Kalian kembali ke tempat masing-masing."Membereskan berkas dan beranjak meninggalkan ruangan, langkah kakinya menuju pasien yang baru saja di operasi.
"Jimmy?" suara seseorang membuat fokus Jimmy beralih dan mendapati Fira berjalan kearahnya "Masuk." Jimmy berdiri mengikuti Fira masuk kedalam ruangan dan tidak lama pintu tertutup "Naila sudah bilang kalau kamu akan kesini, akhirnya aku percaya ketika kamu menghubungiku.""Maaf kalau mengganggu pada saat itu," ucap Jimmy tidak enak yang dijawab dengan gerakan tangan Fira "Aku memang mau berobat.""Apa ini langsung?" tanya Fira dengan nada menggoda yang hanya dijawab Jimmy dengan menggaruk tangannya di leher "Bercanda, jadi kenapa?" Jimmy mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang dibawa dan meletakkan dihadapan Fira "Obat? Kenapa tidak ada bungkusnya?" Fira mengambil obat dan melihatnya "Kamu dapat darimana? Psikiater?" Jimmy menggelengkan kepalanya "Lalu?" Fira mengerutkan keningnya menatap Jimmy."Aku dapat dari mantan kekasihku," jawab Jimmy yang semakin membuat Fira menatap bingung "Dia bilang itu adalah obat agar aku tidak mengalami kecemasan dan aku p