"Jimmy?" suara seseorang membuat fokus Jimmy beralih dan mendapati Fira berjalan kearahnya "Masuk." Jimmy berdiri mengikuti Fira masuk kedalam ruangan dan tidak lama pintu tertutup "Naila sudah bilang kalau kamu akan kesini, akhirnya aku percaya ketika kamu menghubungiku."
"Maaf kalau mengganggu pada saat itu," ucap Jimmy tidak enak yang dijawab dengan gerakan tangan Fira "Aku memang mau berobat.""Apa ini langsung?" tanya Fira dengan nada menggoda yang hanya dijawab Jimmy dengan menggaruk tangannya di leher "Bercanda, jadi kenapa?" Jimmy mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang dibawa dan meletakkan dihadapan Fira "Obat? Kenapa tidak ada bungkusnya?" Fira mengambil obat dan melihatnya "Kamu dapat darimana? Psikiater?" Jimmy menggelengkan kepalanya "Lalu?" Fira mengerutkan keningnya menatap Jimmy."Aku dapat dari mantan kekasihku," jawab Jimmy yang semakin membuat Fira menatap bingung "Dia bilang itu adalah obat agar aku tidak mengalami kecemasan dan aku pMenatap langit kamar di rumahnya, beberapa hari ini memang terasa sepi tanpa kehadiran Jeno dan Siena. Pertemuannya dengan Fira membuatnya sadar jika memang harus mengambil jalur hukum, selama ini hanya menutup mata dan jika melakukan itu artinya adalah menyembuhkan diri dan mencari dokter ahli juga bisa dipercaya."Mikirin apaan?" suara Rey membuyarkan lamunannya tanpa mau menatap kearahnya "Kangen sama Siena dan Jeno?"Jimmy mengangkat bahunya "Kenapa kamu nggak pernah manggil kita kakak cuman Lucas aja yang dipanggil abang?""Tanya apa dijawab apa dan sekarang malah balik tanya," omel Rey "Lagian kalian nggak pernah mau dipanggil begitu, cuman abang sama Kak Zee aja." Jimmy menganggukkan kepalanya "Mikirin apaan?" "Apa menurut kamu harus melaporkan Febby?" tanya Jimmy tanpa menjawab pertanyaan Rey."Jadi ini yang buat kamu galau?" Jimmy menghembuskan napasnya panjang mendengar pertanyaan Rey "Aku? Pastinya bingung karena dia pernah me
Menatap langit kamar di rumahnya, beberapa hari ini memang terasa sepi tanpa kehadiran Jeno dan Siena. Pertemuannya dengan Fira membuatnya sadar jika memang harus mengambil jalur hukum, selama ini hanya menutup mata dan jika melakukan itu artinya adalah menyembuhkan diri dan mencari dokter ahli juga bisa dipercaya."Mikirin apaan?" suara Rey membuyarkan lamunannya tanpa mau menatap kearahnya "Kangen sama Siena dan Jeno?"Jimmy mengangkat bahunya "Kenapa kamu nggak pernah manggil kita kakak cuman Lucas aja yang dipanggil abang?"Jimmy bisa mendengar suara pintu kamarnya ditutup, langkah kaki yang mendekat kearahnya, tanpa melihat sudah tahu siapa yang berjalan mendekatinya. Kehadiran Rey mungkin bisa menenangkan perasaannya, selama ini jika bukan Rudi maka Rey yang akan mendengarkan semua keluh kesahnya."Tanya apa dijawab apa dan sekarang malah balik tanya," omel Rey dengan membaringkan badannya disamping Jimmy "Lagian kalian nggak pernah mau dipa
"Bagaimana?" pertanyaan yang keluar pertama kali dari Tania.Jimmy memutuskan mendatangi Siena di Bali, tempat dimana keluarganya berada untuk bersembunyi dari mereka, walaupun menurut Jimmg sangat berlebihan. Pertanyaan itu pertama kali keluar ketika memeluk maminya tercinta, keputusannya mendatangi dokter saraf dan psikiater setelah mendapatkan rekomendasi dari Ruli."Mami ini anak baru datang malah tanya hal begitu, aku mau ketemu Jeno dan Siena dulu." Jimmy mencium pipi Tania dan langsung beranjak ke taman belakang dimana Siena berada."Aku kira nggak akan datang," ucap Siena masuk kedalam pelukan Jimmy "Jeno masih sekolah, jaraknya juga nggak jauh dari sini. Bapak sama mami yang cariin sebelum kita memutuskan kesini, kamu belum lihat sekolah Jeno kan? Mau jemput nanti?"Sekian banyak perkataan Siena yang menjadi fokus utama Jimmy adalah kata 'bapak', sebenarnya bukan hanya Siena yang memulai memanggil Rifat dengan panggilan bapak tapi juga sa
"Laporan sudah dibuat." Lucas memberikan lembar berisi tentang laporan pada Jimmy yang langsung dibacanya "Siap-siap Febby datangin kamu ke rumah sakit.""Memang keluarga Febby nggak tahu tentang keluarga Arka?" Jimmy meletakkan lembar diatas meja.Lucas menggelengkan kepala "Alan menggunakan orang lain untuk melakukan itu semua, terlalu resiko jika publik tahu tentang masalah ini yang berkaitan dengan Alan.""Bagaimana denganku? Aku bukannya anak papi? Hadinata." Jimmy menunjuk diri menggunakan jari telunjuk."Nama kita nggak ada Hadinata, lagian Alan sudah bantu untuk membungkam media." Endi duduk di sofa yang tidak jauh dari Jimmy "Media hanya akan membahas kamu sebagai dokter disini, jika nanti pihak mereka menyebut nama Hadinata pastinya nggak akan tertulis."Masalah yang sangat rumit, kepalanya sering pusing memikirkan semuanya. Jimmy bahkan melakukan pemeriksaan tidak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri, mendatangi Singapore d
"Kamu yakin?" Alan bertanya sekali lagi."Mau berapa kali tanya? Aku sudah membuat keputusan, apa masih harus ditanyakan kembali?" Jimmy menatap Alan malas "Sekarang semua sudah dilakukan, bukan? Aku hanya akan datang saat persidangan, bukan? Aku bisa fokus pada rumah sakit." "Lakukan apa yang menjadi pekerjaanmu dan kita akan melakukan apa yang menjadi pekerjaan kita." Endi mengatakan langsung yang diangguki Jimmy.Meninggalkan mereka yang masih berdiskusi, tujuannya adalah rumah sakit untuk memeriksa keadaan pasiennya untuk operasi yang akan dilakukan besok pagi. Mengendarai kendaraan dengan kecepatan normal, jarak kantor pusat dengan rumah sakit tidak terlalu jauh sehingga sampai dengan cepat."Jimmy." Jimmy seharusnya tidak menghentikan langkahnya saat mendengar namanya dipanggil, suara yang sangat dikenalnya dan sialnya dia parkir di tempat parkir staf dan dokter yang sedikit sepi."Jim, kita harus bicara." Jimmy mengangka
"Dok, ada yang mau ketemu."Jimmy mengerutkan keningnya saat perawat mengatakan seseorang yang mau bertemu dengannya, pasalnya tidak memiliki janji dengan siapapun "Pasien? Bukannya sudah selesai?""Bukan, dok." "Terus siapa kalau bukan pasien atau mungkin walinya?" "Profesor Yudi."Terdiam mendengar imformasi yang diberikan perawat "Beliau ada dimana?""Coffee shop, katanya mau tunggu disana."Jimmy menganggukkan kepalanya "Kita sudah nggak ada pasien, kan? Kamu bisa handle yang lain?""Dokter tinggal saja nggak papa, saya yang menyelesaikan sisanya lagian kasihan kalau Prof Yudi menunggu lama." Jimmy beranjak dari tempatnya, membawa apa yang biasa dibawanya. Melangkahkan kakinya menuju ruangan Ruli, membutuhkan sedikit kekuatan dari sahabatnya itu."Buat apa datang kesini?" pertanyaan yang keluar dari Ruli sama seperti yang ada dalam pikiran Jimmy yang langsung mengatakan kedatangan Yudi "
"Berita menyebar dengan sangat cepat."Jimmy mengangkat kepalanya mendengar kata-kata Danu, berada di ruangan bedah jantung bersama dengan dokter lainnya untuk mengadakan rapat internal. Belum banyak yang datang hanya ada dokter residen sedangkan dokter spesialisnya masih sibuk dengan kegiatannya."Kamu tahu apa yang mereka bicarakan?" Danu membuka suaranya saat sudah berada disamping Jimmy "Mami kamu memang keren!" Danu mengangkat jempolnya yang tidak dihiraukan Jimmy "Kamu mau tahu nggak?""Aku malas dan nggak penting." Jimmy memutuskan langsung yang mendapatkan decihan pelan dari Danu "Semua yang mereka katakan itu nggak sesuai dengan kenyataan," sambung Jimmy kembali.Danu mengangguk setuju "Pembicaraan mereka bukan tentang kamu atau tante atau Febby.""Terus? Nggak mungkin mereka membahas Prof Yudi." Danu menjetikkan jarinya yang bertepatan dengan dokter lain masuk, pembicaraan mereka terhenti dan itu secara otomatis Jimmy
"Kenapa jadi masuk media?" Jimmy menatap tajam pada mereka yang berada di ruang rapat "Bagaimana Siena dan Jeno bisa pulang? Pasien dan keluarga yang aku pegang takutnya juga dikejar sama media.""Kamu mikirin mereka? Bukan mikirin diri sendiri?"Jimmy memutar bola matanya mendengar pertanyaan Lucas "Bukannya kita punya sedikit power untuk menghentikan media? Berarti ini bisa dihentikan? Aku hanya memikirkan keadaan Siena apalagi dia hamil dan abang tahu itu.""Endi sedang menghentikan ini semua, PR kita juga sedang dikejar media untuk menjawabnya." Lucas menjawab tanpa melepaskan fokusnya dari tab yang ada dihadapan.Jimmy mengusap wajahnya kasar, tidak pernah terbayangkan jika laporannya akan menjadi konsumsi publik. Masuk kedalam media sosial dan saat membacanya seketika membuatnya tidak bisa berkata-kata, memang di awal tidak menyebutkan nama dengan jelas tapi hebatnya netizen semua terbuka dengan sangat cepat."Mereka niat banget," u