"Bagaimana?" pertanyaan yang keluar pertama kali dari Tania.
Jimmy memutuskan mendatangi Siena di Bali, tempat dimana keluarganya berada untuk bersembunyi dari mereka, walaupun menurut Jimmg sangat berlebihan. Pertanyaan itu pertama kali keluar ketika memeluk maminya tercinta, keputusannya mendatangi dokter saraf dan psikiater setelah mendapatkan rekomendasi dari Ruli."Mami ini anak baru datang malah tanya hal begitu, aku mau ketemu Jeno dan Siena dulu." Jimmy mencium pipi Tania dan langsung beranjak ke taman belakang dimana Siena berada."Aku kira nggak akan datang," ucap Siena masuk kedalam pelukan Jimmy "Jeno masih sekolah, jaraknya juga nggak jauh dari sini. Bapak sama mami yang cariin sebelum kita memutuskan kesini, kamu belum lihat sekolah Jeno kan? Mau jemput nanti?"Sekian banyak perkataan Siena yang menjadi fokus utama Jimmy adalah kata 'bapak', sebenarnya bukan hanya Siena yang memulai memanggil Rifat dengan panggilan bapak tapi juga sa"Laporan sudah dibuat." Lucas memberikan lembar berisi tentang laporan pada Jimmy yang langsung dibacanya "Siap-siap Febby datangin kamu ke rumah sakit.""Memang keluarga Febby nggak tahu tentang keluarga Arka?" Jimmy meletakkan lembar diatas meja.Lucas menggelengkan kepala "Alan menggunakan orang lain untuk melakukan itu semua, terlalu resiko jika publik tahu tentang masalah ini yang berkaitan dengan Alan.""Bagaimana denganku? Aku bukannya anak papi? Hadinata." Jimmy menunjuk diri menggunakan jari telunjuk."Nama kita nggak ada Hadinata, lagian Alan sudah bantu untuk membungkam media." Endi duduk di sofa yang tidak jauh dari Jimmy "Media hanya akan membahas kamu sebagai dokter disini, jika nanti pihak mereka menyebut nama Hadinata pastinya nggak akan tertulis."Masalah yang sangat rumit, kepalanya sering pusing memikirkan semuanya. Jimmy bahkan melakukan pemeriksaan tidak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri, mendatangi Singapore d
"Kamu yakin?" Alan bertanya sekali lagi."Mau berapa kali tanya? Aku sudah membuat keputusan, apa masih harus ditanyakan kembali?" Jimmy menatap Alan malas "Sekarang semua sudah dilakukan, bukan? Aku hanya akan datang saat persidangan, bukan? Aku bisa fokus pada rumah sakit." "Lakukan apa yang menjadi pekerjaanmu dan kita akan melakukan apa yang menjadi pekerjaan kita." Endi mengatakan langsung yang diangguki Jimmy.Meninggalkan mereka yang masih berdiskusi, tujuannya adalah rumah sakit untuk memeriksa keadaan pasiennya untuk operasi yang akan dilakukan besok pagi. Mengendarai kendaraan dengan kecepatan normal, jarak kantor pusat dengan rumah sakit tidak terlalu jauh sehingga sampai dengan cepat."Jimmy." Jimmy seharusnya tidak menghentikan langkahnya saat mendengar namanya dipanggil, suara yang sangat dikenalnya dan sialnya dia parkir di tempat parkir staf dan dokter yang sedikit sepi."Jim, kita harus bicara." Jimmy mengangka
"Dok, ada yang mau ketemu."Jimmy mengerutkan keningnya saat perawat mengatakan seseorang yang mau bertemu dengannya, pasalnya tidak memiliki janji dengan siapapun "Pasien? Bukannya sudah selesai?""Bukan, dok." "Terus siapa kalau bukan pasien atau mungkin walinya?" "Profesor Yudi."Terdiam mendengar imformasi yang diberikan perawat "Beliau ada dimana?""Coffee shop, katanya mau tunggu disana."Jimmy menganggukkan kepalanya "Kita sudah nggak ada pasien, kan? Kamu bisa handle yang lain?""Dokter tinggal saja nggak papa, saya yang menyelesaikan sisanya lagian kasihan kalau Prof Yudi menunggu lama." Jimmy beranjak dari tempatnya, membawa apa yang biasa dibawanya. Melangkahkan kakinya menuju ruangan Ruli, membutuhkan sedikit kekuatan dari sahabatnya itu."Buat apa datang kesini?" pertanyaan yang keluar dari Ruli sama seperti yang ada dalam pikiran Jimmy yang langsung mengatakan kedatangan Yudi "
"Berita menyebar dengan sangat cepat."Jimmy mengangkat kepalanya mendengar kata-kata Danu, berada di ruangan bedah jantung bersama dengan dokter lainnya untuk mengadakan rapat internal. Belum banyak yang datang hanya ada dokter residen sedangkan dokter spesialisnya masih sibuk dengan kegiatannya."Kamu tahu apa yang mereka bicarakan?" Danu membuka suaranya saat sudah berada disamping Jimmy "Mami kamu memang keren!" Danu mengangkat jempolnya yang tidak dihiraukan Jimmy "Kamu mau tahu nggak?""Aku malas dan nggak penting." Jimmy memutuskan langsung yang mendapatkan decihan pelan dari Danu "Semua yang mereka katakan itu nggak sesuai dengan kenyataan," sambung Jimmy kembali.Danu mengangguk setuju "Pembicaraan mereka bukan tentang kamu atau tante atau Febby.""Terus? Nggak mungkin mereka membahas Prof Yudi." Danu menjetikkan jarinya yang bertepatan dengan dokter lain masuk, pembicaraan mereka terhenti dan itu secara otomatis Jimmy
"Kenapa jadi masuk media?" Jimmy menatap tajam pada mereka yang berada di ruang rapat "Bagaimana Siena dan Jeno bisa pulang? Pasien dan keluarga yang aku pegang takutnya juga dikejar sama media.""Kamu mikirin mereka? Bukan mikirin diri sendiri?"Jimmy memutar bola matanya mendengar pertanyaan Lucas "Bukannya kita punya sedikit power untuk menghentikan media? Berarti ini bisa dihentikan? Aku hanya memikirkan keadaan Siena apalagi dia hamil dan abang tahu itu.""Endi sedang menghentikan ini semua, PR kita juga sedang dikejar media untuk menjawabnya." Lucas menjawab tanpa melepaskan fokusnya dari tab yang ada dihadapan.Jimmy mengusap wajahnya kasar, tidak pernah terbayangkan jika laporannya akan menjadi konsumsi publik. Masuk kedalam media sosial dan saat membacanya seketika membuatnya tidak bisa berkata-kata, memang di awal tidak menyebutkan nama dengan jelas tapi hebatnya netizen semua terbuka dengan sangat cepat."Mereka niat banget," u
"Bagaimana kamu tahu ini semua?" Tania menatap Jimmy penasaran."Hanya menduga, mi." Jimmy menatap Tania lembut yang menghembuskan napas panjang."Semua orang kayaknya mau aku menderita," ucap Tania menyandarkan tubuhnya di sofa "Apa setelah ini akan ada lagi?" "Semoga ini yang terakhir, mi." Lucas menatap sedih kearah Tania yang sama sekali tidak bisa dipeluk."Strategi selanjutnya apa?" Rifat mengalihkan perhatian pada hal semula "Kalian sudah memikirkan? Kita menghadapi psikopat lagi ini.""Apa harus ada yang terluka lagi?" Tania menatap takut kearah Rifat "Jaga mereka semua, aku takut anak-anak dan cucu-cucu yang kena. Lebih baik aku yang...""Nggak akan ada yang terluka lagi! Kita sudah memberikan perlindungan pada mereka, perlindungan yang lebih baik daripada sebelumnya." Rifat memotong kalimat Tania dengan nada tegasnya "Bagaimana mereka yang di poliklinik?""Mereka hanya bisa memberi kabar pada saat sudah di rum
"Kenapa kamu datang?" Jimmy menatap Siena yang sudah berada di rumah dan saat mengetahui itu langsung mengarahkan kendaraannya ke rumah untuk bertemu."Besok sidang awal, aku cemas kalau disana dan kamu disini. Makanya aku memutuskan buat kesini sama Jeno dan Fransiska, mereka ada di rumah depan sama mami dan Om Rifat juga Rey." Jimmy memegang tangan Siena, membawanya masuk kedalam dengan duduk di sofa keluarga. Merapikan rambut Siena yang berantakan dengan ekspresi khawatir yang terlihat sangat jelas."Kamu disini sama siapa tadi? Aku nggak lihat pengawal kalian." Jimmy menatap sekitar."Mereka pakai baju biasa biar nggak dikenalin, nggak usah mengalihkan pembicaraan. Bagaimana perkembangannnya?" Siena memukul pelan lengan Jimmy."Kamu nggak kangen?" Jimmy kembali mendapatkan pukulan pelan di lengan "Kamu mukul mulu bukannya dipeluk malah pukul."Siena memutar bola matanya mendengar nada suara Jimmy, meskipun begitu tetap memel
"Mereka terkejut saat tahu kita memiliki banyak bukti tentang kejadian dulu." Lucas menceritakan yang terjadi beberapa jam lalu pada keluarga yang ada di rumah dengan Tania yang masih berada di Bali."Kami sudah bisa pulang?" Tania bertanya dengan memohon "Abang curang masa Siena dan Fransiska bisa pulang sedangkan mami nggak boleh.""Mami masih agak riskan kalau pulang," jawab Lucas yang semakin membuat Jimmy mengerutkan keningnya "Yudi masih mencari cara untuk mendekati mami.""Bagaimana abang tahu? Pengawal yang bilang?" Lucas menganggukkan kepalanya, berbeda dengan Jimmy yang menggelengkan kepalanya "Dia ini cinta atau obsesi? Keduanya nggak jauh beda.""Jadi semuanya berjalan dengan lancar?" Tania membuka suaranya yang diangguki Lucas "Abang makin dewasa aja," goda Tania yang seketika wajah Lucas menjadi merah "Nggak usah malu gitu, bang.""Mami bicara begitu nggak akan berpengaruh apapun," ucap Lucas yang mendapatkan decakan keras.