"Kapan mereka bisa balik?" Leo mengusap wajahnya kasar dengan menatap para pria yang masih terdiam.
"Keadaan belum aman," jawab Bima dimana suasana semakin tegang."Apa kecurigaanku tidak diselidiki?" Jimmy membuka suaranya dan seketika semua memandang kearahnya "Tentang Alan."Lucas menatap tidak percaya selanjutnya hanya bisa menggelengkan kepalanya "Jim, Alan ini temanku sampai lulus SMA. Kami masih berhubungan baik ketika kuliah dan kerja, nggak hanya itu Alan ini cucu dari sahabatnya papi. Kita sudah kerjasama berkali-kali dan kamu nggak lupa kalau adiknya meninggal karena ulah mantanmu? Kecurigaan kamu tetap nggak berdasar sama sekali."Jimmy hanya menganggukkan kepala sambil mengangkat bahu "Aku hanya berjaga, jadi kapan aku dan Leo bisa bertemu dengan kedua wanita itu?""Kita lihat kondisi nantinya," jawab Endi yang hanya bisa diberikan tatapan tanda tanya dari Leo dan Jimmy "Menunggu pertemuan selanjutnya antara mereka dengan ki"Pekerja disana dibuat sibuk makanya kita mendapatkan informasi sedikit lama," ucap Endi membuka rapat mereka dengan Alan yang ada disampingnya "Proposal dana bagaimana?" "Pastinya menolak," jawab Lucas yang diangguki semua "Kemarin pihak mereka hubungi jika ingin kerjasama dengan rumah sakit kita.""Maksudnya?" Bima menatap penasaran."Mereka ingin polikliniknya menjadi bagian dari rumah sakit kita, jika ada pasien yang tidak bisa ditangani bisa langsung di rujuk ke kita." Lucas menjelaskan detail."Memang ada yang begitu, tapi biasanya tanpa perlu kerjasama karena akan secara otomatis." Jimmy membuka suaranya setelah mengingat proses pasien dirujuk "Siena mungkin lebih paham."Pembicaraan mereka terus berlanjut, Jimmy lagi-lagi hanya diam mendengarkan tanpa tahu apa yang dibicarakan karena pastinya tentang permasalahan Yudi dan Febby. Terkadang didalam pikiran Jimmy sempat terbersit jika ini hanya ketakutan mereka, sudut hatinya mengat
"Tekanan darahnya sudah normal berarti, kalau sampai besok stabil bisa dilepas infus dan alat-alat yang terpasang." Jimmy menatap timnya yang mencatat intruksi darinya.Permasalahan dengan keluarga Febby yang semakin lama tidak dipahami, memutuskan untuk fokus pada pekerjaannya sendiri sebagai dokter. Pasiennya membutuhkan perhatian lebih, bukan hanya masalah Febby.Pertemuan yang diadakan saat ini selalu dilakukan setiap sore jika tidak ada operasi, posisinya Jimmy sebagai senior dan itu berarti harus mengajarkan dan membimbing. Posisinya sebagai anak pemilik rumah sakit hanya beberapa saja yang tahu, mereka hanya tahu jika Siena dan Endi yang berada di balik rumah sakit."Kalian lakukan tugasnya dengan baik dan jangan sampai ada yang salah," ucap Jimmy dengan nada tegasnya yang diangguki mereka "Kalian kembali ke tempat masing-masing."Membereskan berkas dan beranjak meninggalkan ruangan, langkah kakinya menuju pasien yang baru saja di operasi.
"Jimmy?" suara seseorang membuat fokus Jimmy beralih dan mendapati Fira berjalan kearahnya "Masuk." Jimmy berdiri mengikuti Fira masuk kedalam ruangan dan tidak lama pintu tertutup "Naila sudah bilang kalau kamu akan kesini, akhirnya aku percaya ketika kamu menghubungiku.""Maaf kalau mengganggu pada saat itu," ucap Jimmy tidak enak yang dijawab dengan gerakan tangan Fira "Aku memang mau berobat.""Apa ini langsung?" tanya Fira dengan nada menggoda yang hanya dijawab Jimmy dengan menggaruk tangannya di leher "Bercanda, jadi kenapa?" Jimmy mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang dibawa dan meletakkan dihadapan Fira "Obat? Kenapa tidak ada bungkusnya?" Fira mengambil obat dan melihatnya "Kamu dapat darimana? Psikiater?" Jimmy menggelengkan kepalanya "Lalu?" Fira mengerutkan keningnya menatap Jimmy."Aku dapat dari mantan kekasihku," jawab Jimmy yang semakin membuat Fira menatap bingung "Dia bilang itu adalah obat agar aku tidak mengalami kecemasan dan aku p
Menatap langit kamar di rumahnya, beberapa hari ini memang terasa sepi tanpa kehadiran Jeno dan Siena. Pertemuannya dengan Fira membuatnya sadar jika memang harus mengambil jalur hukum, selama ini hanya menutup mata dan jika melakukan itu artinya adalah menyembuhkan diri dan mencari dokter ahli juga bisa dipercaya."Mikirin apaan?" suara Rey membuyarkan lamunannya tanpa mau menatap kearahnya "Kangen sama Siena dan Jeno?"Jimmy mengangkat bahunya "Kenapa kamu nggak pernah manggil kita kakak cuman Lucas aja yang dipanggil abang?""Tanya apa dijawab apa dan sekarang malah balik tanya," omel Rey "Lagian kalian nggak pernah mau dipanggil begitu, cuman abang sama Kak Zee aja." Jimmy menganggukkan kepalanya "Mikirin apaan?" "Apa menurut kamu harus melaporkan Febby?" tanya Jimmy tanpa menjawab pertanyaan Rey."Jadi ini yang buat kamu galau?" Jimmy menghembuskan napasnya panjang mendengar pertanyaan Rey "Aku? Pastinya bingung karena dia pernah me
Menatap langit kamar di rumahnya, beberapa hari ini memang terasa sepi tanpa kehadiran Jeno dan Siena. Pertemuannya dengan Fira membuatnya sadar jika memang harus mengambil jalur hukum, selama ini hanya menutup mata dan jika melakukan itu artinya adalah menyembuhkan diri dan mencari dokter ahli juga bisa dipercaya."Mikirin apaan?" suara Rey membuyarkan lamunannya tanpa mau menatap kearahnya "Kangen sama Siena dan Jeno?"Jimmy mengangkat bahunya "Kenapa kamu nggak pernah manggil kita kakak cuman Lucas aja yang dipanggil abang?"Jimmy bisa mendengar suara pintu kamarnya ditutup, langkah kaki yang mendekat kearahnya, tanpa melihat sudah tahu siapa yang berjalan mendekatinya. Kehadiran Rey mungkin bisa menenangkan perasaannya, selama ini jika bukan Rudi maka Rey yang akan mendengarkan semua keluh kesahnya."Tanya apa dijawab apa dan sekarang malah balik tanya," omel Rey dengan membaringkan badannya disamping Jimmy "Lagian kalian nggak pernah mau dipa
"Bagaimana?" pertanyaan yang keluar pertama kali dari Tania.Jimmy memutuskan mendatangi Siena di Bali, tempat dimana keluarganya berada untuk bersembunyi dari mereka, walaupun menurut Jimmg sangat berlebihan. Pertanyaan itu pertama kali keluar ketika memeluk maminya tercinta, keputusannya mendatangi dokter saraf dan psikiater setelah mendapatkan rekomendasi dari Ruli."Mami ini anak baru datang malah tanya hal begitu, aku mau ketemu Jeno dan Siena dulu." Jimmy mencium pipi Tania dan langsung beranjak ke taman belakang dimana Siena berada."Aku kira nggak akan datang," ucap Siena masuk kedalam pelukan Jimmy "Jeno masih sekolah, jaraknya juga nggak jauh dari sini. Bapak sama mami yang cariin sebelum kita memutuskan kesini, kamu belum lihat sekolah Jeno kan? Mau jemput nanti?"Sekian banyak perkataan Siena yang menjadi fokus utama Jimmy adalah kata 'bapak', sebenarnya bukan hanya Siena yang memulai memanggil Rifat dengan panggilan bapak tapi juga sa
"Laporan sudah dibuat." Lucas memberikan lembar berisi tentang laporan pada Jimmy yang langsung dibacanya "Siap-siap Febby datangin kamu ke rumah sakit.""Memang keluarga Febby nggak tahu tentang keluarga Arka?" Jimmy meletakkan lembar diatas meja.Lucas menggelengkan kepala "Alan menggunakan orang lain untuk melakukan itu semua, terlalu resiko jika publik tahu tentang masalah ini yang berkaitan dengan Alan.""Bagaimana denganku? Aku bukannya anak papi? Hadinata." Jimmy menunjuk diri menggunakan jari telunjuk."Nama kita nggak ada Hadinata, lagian Alan sudah bantu untuk membungkam media." Endi duduk di sofa yang tidak jauh dari Jimmy "Media hanya akan membahas kamu sebagai dokter disini, jika nanti pihak mereka menyebut nama Hadinata pastinya nggak akan tertulis."Masalah yang sangat rumit, kepalanya sering pusing memikirkan semuanya. Jimmy bahkan melakukan pemeriksaan tidak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri, mendatangi Singapore d
"Kamu yakin?" Alan bertanya sekali lagi."Mau berapa kali tanya? Aku sudah membuat keputusan, apa masih harus ditanyakan kembali?" Jimmy menatap Alan malas "Sekarang semua sudah dilakukan, bukan? Aku hanya akan datang saat persidangan, bukan? Aku bisa fokus pada rumah sakit." "Lakukan apa yang menjadi pekerjaanmu dan kita akan melakukan apa yang menjadi pekerjaan kita." Endi mengatakan langsung yang diangguki Jimmy.Meninggalkan mereka yang masih berdiskusi, tujuannya adalah rumah sakit untuk memeriksa keadaan pasiennya untuk operasi yang akan dilakukan besok pagi. Mengendarai kendaraan dengan kecepatan normal, jarak kantor pusat dengan rumah sakit tidak terlalu jauh sehingga sampai dengan cepat."Jimmy." Jimmy seharusnya tidak menghentikan langkahnya saat mendengar namanya dipanggil, suara yang sangat dikenalnya dan sialnya dia parkir di tempat parkir staf dan dokter yang sedikit sepi."Jim, kita harus bicara." Jimmy mengangka