"Apa harus sejauh ini?" Fransiska menatap mereka semua setelah mendengarkan penjelasan Leo "Apa aku nggak bisa disini aja?"
"Sayangnya nggak bisa," jawab Bima dengan nada tegasnya "Kita semua tidak mau terjadi sesuatu pada kalian berdua yang sedang hamil.""Kak Zee disini, aku bisa tinggal bersama mereka. Hotel bukannya dijaga penuh? Aku rasa..." Leo menggenggam tangan Fransiska sambil menggelengkan kepalanya "Bagaimana dengan kakak aku dan mama?""Mereka akan aman, target mereka bukan keluarga kamu tapi kita dan orang-orang kesayangan kita. Zee nggak ikut karena memang bukan dia targetnya, Billy sudah sangat mampu menjaga Zee." Lucas menjawab Fransiska tenang "Kalian berdua akan bersama dengan Anggi dan mami, jadi nggak perlu khawatir. Keluarga kamu tetap dalam pengawasan kita jadi tidak perlu khawatir, beritahu mereka jika ada sesuatu yang mencurigakan tapi kalau tetap merasa khawatir hanya mama kamu yang bisa ikut.""Kakak aku dan anaknya?" Fra"Kenapa kamu?" suara Endi membuyarkan lamunan Jimmy "Kesepian? Baru merasakan nggak enak nggak ada istri dan anak?""Apaan sih? Nggak lah!" elak Jimmy langsung "Aku kesini cuman mau minta makan sama Mas Irwan, makan gratis.""ASTAGA! Duit banyak minta makan gratis." Endi menggelengkan kepalanya."Kaya situ nggak." Jimmy menyindir Endi yang langsung memberikan tatapan tajam "Gimana perkembangan Prof Yudi?""Dia mencari mami dimana, walaupun beberapa kali terlihat depan rumah kalian." Endi memberikan informasi yang membuat Jimmy membelalakkan matanya "Aku juga lihat Febby dalam mobil, sepertinya cari rumah kamu."Jimmy menatap tidak percaya "Mereka sudah sejauh itu?" Endi menganggukkan kepalanya "Apa yang harus kita lakukan? Rey gimana?""Rey ada disini, dia tinggal skripsi jadi lebih banyak didalam kamar hotel. Apa yang kita lakukan? Selama mereka tidak melakukan suatu hal yang membahayakan biarkan saja dulu, pengawal kita juga ma
"Mereka tidak melakukan apapun sampai sekarang." Endi menghembuskan napas lelah "Tidak ada yang mereka lakukan sampai sekarang, apa yang akan kita lakukan?" Jimmy diam menatap Endi yang sedang memijat keningnya, beberapa hari ini tidak ada sesuatu yang terjadi sama sekali. Perkiraan mereka sedikit salah, melihat kegiatan Yudi dan Febby tidak ada yang mencurigakan sama sekali, Jimmy sesekali membantu dengan mengamati Febby."Kenapa udah kangen sama Tere?" goda Jimmy yang membuat Endi memutar bola matanya malas."Kamu yang kangen Siena, kalian sudah nggak ketemu berapa lama?" Jimmy yang kali ini memutar bola matanya malas "Aku masih mempelajari apa yang Yudi rencanakan.""Apa sesulit itu? Tanpa adanya papi membuat kita seperti jalan buntu," ucap Jimmy memejamkan matanya.Ponsel Jimmy berbunyi, menatap layar ponselnya yang seketika terkejut. Jimmy menatap Endi dengan tatapan bingung, Endi berjalan mendekati Jimmy dan seketika membelalakkan
Ponsel berbunyi setiap saat, Jimmy menatap dalam dan tidak ada niat mengangkatnya. Jimmy tahu jika ponselnya sudah dipasang sadap oleh Endi dan timnya, membayangkan saja seketika membuat Jimmy mual dan bergidik ngeri. Alasan itu pula membuat Jimmy menggunakan ponsel khusus untuk komunikasi dengan Siena dan Jeno, ponselnya masih berbunyi membuat Jimmy menghembuskan napasnya kembali."Harusnya dia tahu kalau aku nggak mau ketemu, apa kurang jelas kata-kataku tadi?" Jimmy berbicara dengan dirinya sendiri tanpa melepaskan tatapan dari ponsel, menggelengkan kepalanya tanda tidak akan tergoda "Aku matikan saja."Jimmy mengambil ponselnya dan langsung mematikannya, tidak peduli dengan panggilan yang masih dilakukan Febby. Wanita satu itu tampaknya masih belum menyerah untuk mendapatkannya, perpisahan mereka sudah dilakukan dan harusnya sudah paham dengan semua kata yang keluar dari bibirnya saat itu.Jimmy menghembuskan napas panjang saat melihat jam yang ada di
"Pasiennya sudah masuk semua? Apa masih ada?" Jimmy menatap perawat yang sedang membereskan berkas."Sebenarnya sudah tapi..." perawat tampak ragu melanjutkan kata-katanya "Ada yang mau bertemu dokter, wanita." Jimmy mengangkat alisnya mendengar perkataan perawat "Saya tidak tahu siapa, tapi dia bilang penting dan menunggu di cafe."Mengingat siapa yang memiliki janji dengannya, Jimmy menggelengkan kepalanya saat tidak merasa memiliki janji dengan siapapun, seketika tubuhnya membeku saat memikirkan sebuah nama, seketika menggelengkan kepalanya agar apa yang dipikirkannya tidak benar."Aku duluan," ucap Jimmy dengan beranjak dari tempat duduknya.Langkah kakinya menuju ke cafe, tempat dimana wanita itu menunggu. Jimmy mencoba meyakinkan diri jika semua tidak benar, tidak mungkin wanita itu memiliki keberanian untuk menemuinya. Febby tidak mungkin datang ke rumah sakit ini, pastinya banyak yang mengenalinya jika sampai datang kesini."Ada a
"Tindakan yang sangat berani." Endi menatap tidak percaya setelah mendengar rekaman dan meletakkannya di meja "Apa yang kita bayangkan memang sesuai, Febby yang akan menemui kamu. Sekarang kita mau lihat pergerakkan Yudi, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda sama sekali."Keheningan menemani mereka setelah mendengar perkataan Endi, harusnya kemarin Jimmy bisa sedikit sabar dan mengikuti arus yang dibuat Febby. Mendengar bagaimana Febby menjelekkan orang tuanya seketika Jimmy tidak terima, tidak suka jika orang tuanya dihina orang lain, Jimmy yakin siapapun anaknya pasti akan membela orang tuanya. Jimmy sudah terpancing dengan semua perkataan Febby yang tidak seharusnya dilakukan, hembusan napas dikeluarkan saat menyadari emosinya tidak bisa dikendalikan sama sekali."Kamu nggak dapat gambaran sama sekali dari pertemuan dengan Febby?" tanya Endi yang membuyarkan lamunan Jimmy, menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban yang diberikan "Kita harus tetap mengikuti
"Mereka kapan bisa pulang?" tanya Jimmy saat Endi sudah mendapatkan hasil pembicaraan Yudi dengan Febby.Endi hanya mengangkat bahu masih membaca pesan yang ada di laptopnya, tidak hanya Jimmy tapi ada Ruli yang juga melakukan hal sama. Jimmy menatap mereka berdua, menarik laptop yang ada dihadapan Endi dan mulai membacanya dengan perlahan."Febby mengatakan apa yang aku katakan pada saat itu," ucap Jimmy sambil membaca pesannya "Apa tidak merasa aneh?""Kamu merasakannya?" tanya Ruli yang hanya diangguki Jimmy "Apa mereka sengaja? Febby bukan orang bodoh yang begitu saja memberikan nomer yang seharusnya rahasia, apalagi memberikan di area kita yang pastinya kamu akan tahu.""Masuk akal," ucap Endi membuka suaranya "Aku sedang berpikir apa yang akan mereka rencanakan...andaikan papi ada disini pasti bisa membaca dengan sangat cepat.""Mas Bima?" Jimmy menatap Endi ketika teringat kakak iparnya tersebut "Papi kasih ilmu ke Mas Bima sama O
Fokus, satu kata yang sulit dilakukan tapi harus dilakukan karena berhadapan dengan nyawa orang lain. Pasien bisa mengalihkan perasaannya, beberapa kali berbicara dengan Siena sedikit membantu agar fokus pada pekerjaannya."Belum ada kabar dari Mas Endi?" tanya Ruli yang dijawab dengan gelengan kepala "Nggak datang kesini juga.""Bilangnya jangan hubungi dulu sampai dianya datang kesini, tapi ini sudah tiga hari nggak datang." Jimmy mencoba mengingat perkataan Endi pada saat melakukan panggilan telepon kemarin."Apa terlalu serius dan dalam?" Jimmy kembali mengangkat bahu mendengar pertanyaan Endi "Besok mungkin dia kesini, harus tetap fokus karena hubungan kita nyawa pasien. Kamu ada operasi?""Beberapa jam lagi," jawab Jimmy menatap jam yang ada di tangannya "Aku siap-siap aja kalau begitu."Jimmy beranjak dari tempat duduknya bersama dengan Ruli, langkah kakinya terhenti saat seseorang memanggil namanya dan ternyata Tomo yang semakin d
Berjalan cepat ke ruangannya, pesan yang dibacanya masih teringat jelas. Jimmy hanya memotretnya tidak mengirim balik, menjaga agar ponsel Tomo tidak disadap seperti yang mereka lakukan. Lawan mereka benar-benar sudah memperhitungkan semuanya, maminya pasti tidak tahu tentang masalah poliklinik yang akan dibangun Yudi."Kamu sudah tahu berita terbaru?" tanya Jimmy pada Endi yang berada di ruangannya secara langsung, Endi mengerutkan keningnya dan Jimmy langsung memberikan ponselnya."Poliklinik?" Endi membaca sekali lagi "Opa sudah menebak pada saat itu, tapi belum tahu seperti apa prosesnya." Jimmy menatap tidak percaya atas apa yang Endi sampaikan "Opa tahu pada saat rumah sakit ini berdiri, tapi seperti yang aku bilang kalau opa belum tahu apa yang ingin dilakukan Yudi." Endi memgakhiri pembicaraan mereka dengan meletakkan ponsel Jimmy pada tempatnya."Huh...aku sama sekali tidak menyangka sama sekali. Apa yang mami lakukan sampai ayahnya Febby bertinda
"Kamu bukannya harus sudah cuti?" tanya Jimmy saat melihat Siena ikut masuk kedalam ruangannya"Aku bosan, kamu kerja terus Jeno sekolah full." Siena menjawab sambil mengerucutkan bibirnya "Dokter Tomo bilang kalau dia baik-baik saja dan lagian perkiraan melahirkan juga masih lama.""Terserah, kerjanya tetap di ruangan ini!" Jimmy mengatakan dengan nada tegas yang diangguki Siena.Hasil keputusan atau sidang sudah keluar, bahkan permintaan mereka terkait dengan kondisi kejiwaan dengan hasil tidak sesuai keinginan mereka membuat semua mendapatkan hukuman sesuai perbuatannya. Febby juga mendapatkan hukuman dari ikatan dokter dimana semua gelarnya dicabut, dengan begitu pendidikan yang dilaluinya menjadi sia-sia tanpa adanya gelar. Jimmy sebenarnya tidak mau mendengar kabar apapun tentang Febby, tapi ketiga sahabatnya selalu memberi kabar yang tidak tahu dapat darimana. Mendengar kabar mereka tidak satupun yang Jimmy ingat karena memang tidak penting, walaupun begitu Endi dan juga ketig
"Puas sama hasilnya?" tanya Jimmy tepat di telinga Endi."Lumayan," jawab Endi tanpa mengalihkan pandangan dari jalannya sidang.Keputusan yang dibacakan tampaknya kurang membuat keluarganya puas, Jimmy menatap istri Yudi yang terlihat santai saat hasil pembacaan hukuman. Mengikuti langkah Endi yang keluar dari ruang sidang, meninggalkan tim lawyer mereka yang masih diskusi.Endi membawa langkah mereka menuju mobil yang menjadi alat transportasi mereka berdua sejak pertama, hembusan napas panjang dikeluarkan mereka berdua saat sudah berada didalam mobil. Supir membawa mereka keluar dari pengadilan, tidak ada yang membuka pembicaraan seakan sibuk dengan pikiran masing-masing."Apa reaksi nenek dan adik Febby waktu kamu kasih tahu?" tanya Endi memulai pembicaraan mereka."Terkejut, mereka terdiam beberapa saat. Neneknya yang langsung menangis dan meminta maaf, mereka berdua juga minta bertemu sama keluarga Arkan. Aku menolak ide mereka kare
"Aku lihat Prof Yudi kemarin, berantakan dan nggak seperti biasanya."Jimmy memilih diam mendengarkan informasi yang Danu berikan, saat mendengarnya sudah tidak ada rasa kasihan sedikitpun dan tampaknya hati Jimmy sudah mati rasa mendengar informasi tentang mereka."Febby di hukum berat, benar?" Jimmy menganggukkan kepalanya "Gelar dokternya juga dicabut, tapi Prof Yudi sedang berusaha agar tidak terjadi. Aku tahu gimana perasaannya secara Febby itu anak kebanggaannya." Danu melanjutkan ceritanya dengan memberikan tambahan tentang keadaan mereka "Kamu nggak ketemu Febby?""Buat apa? Nggak penting juga." Jimmy menjawab langsung.Danu mengangguk "Benar, lagian dia yang mencelakai kamu. Aku sampai sekarang nggak nyangka kalau mereka begitu, Febby yang baik dan manja sama kamu ditambah Prof Yudi yang tegas setiap kita belajar, walaupun kalau suruh milih mending sama Prof Marcus.""Kamu kan sempat mau membantu Prof Yudi," ucap Jimmy dengan tat
"Apa aku kurang tegas?" Siena mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Jimmy ketika mereka akan tidur."Tegas yang bagaimana? Kamu ke aku dan Jeno tegas, memang kamu merasa kurang tegas?" Siena mencoba bertanya untuk mengetahui maksud Jimmy.Mendengar jawaban Siena seketika Jimmy terdiam, tatapannya kosong dan memikirkan kata-kata Zee pada saat di rooftop rumah sakit. Zee benar saat menilai dirinya yang tidak jauh berbeda dengan Lucas dulu, tapi pada saat itu papi membantu Lucas keluar dari permasalahannya. "Memikirkan apa?" suara Siena membuyarkan lamunan Jimmy, tangan Siena membelai wajah Jimmy tanpa melepaskan tatapannya "Apa ada hubungannya dengan hasil dakwaan dari Febby?" tembak Siena yang membuat Jimmy menelan saliva kasar "Maksud pertanyaan kamu tadi itu ada hubungannya sama Febby?"Jimmy tahu tidak mungkin menutupi permasalahan ini dari Siena, apalagi komitmen dirinya dalam pernikahan dengan Siena adalah saling terbuka. Banyaknya kejad
"Mereka tiba-tiba datang minta kita mencabut laporan," ucap Billy yang diangguku Zee dan keluarga Fira."Kalian tanda tangan?" Endi menatap Fira dan keluarganya yang menggelengkan kepalanya "Bagus! Mereka nggak melukai kamu, kan?" "Kita semua baik-baik saja, pengawal bekerja dengan baik dimana langsung masuk saat kita mengirim pesan." Billy menjawab pertanyaan Endi "Aku justru khawatir sama Fira bukan kita sendiri.""Kami baik-baik saja," ucap Bian menenangkan mereka "Bagaimana hasil sidangnya?""Dua puluh tahun penjara yang diikuti pencabutan gelar dokter," jawab Endi yang diangguki mereka.Jimmy hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka dengan tatapannya tidak lepas dari Zee dan Fira, perasaan bersalah kembali hadir setiap kali melihat orang terdekatnya harus menghadapi permasalahannya. Jimmy baru merasakan perasaan Zee dulu, hanya saja bedanya Billy memiliki keinginan berubah, tapi tidak dengan Febby yang tetap dengan tujuannya.
"Terdakwa diputuskan bersalah dengan menjalani hukuman selama dua puluh tahun atas kasus pembunuhan....."Jimmy fokus menatap Febby yang menundukkan kepalanya, tapi bukan tanda-tanda penyesalan melainkan ketakutan. Jimmy sangat mengenal Febby dengan sangat baik, bahasa tubuhnya bisa terbaca dan terlihat jelas dimana Jimmy bisa melihat secara jelas."Sayang harusnya hukuman mati, kita sedang diskusi untuk mengajukan banding agar hukumannya lebih berat." Jimmy mengalihkan pandangan kearah Endi yang berbisik padanya."Apa tidak keterlaluan?" Endi menatap Jimmy tajam "Bagian mana yang keterlaluan? Hukumannya? Kamu masih punya hati ternyata sama dia."Jimmy terkejut melihat reaksi Endi, menatap saudaranya yang beranjak dari tempat duduk dengan mendekati tim lawyer. Mencerna kata-kata Endi dan sedikit bingung tentang masih memiliki hati, sedangkan hatinya sudah selesai dan berpindah ke Siena, tidak hanya itu sedetik saja tidak ada membayangkan
"Kalian setuju?" Bima menatap tajam kearah Rifat dan Tania setelah mendengar permintaan Galih.Bima langsung mengambil penerbangan untuk pulang ke Indonesia setelah di hubungi Rifat tentang kedatangan Galih, Bima sudah memberi pesan apabila Galih datang ke rumah artinya mereka melakukan usaha terakhir dan tampaknya benar saat mendengar penawaran yang di berikan Galih pada keluarga mereka.Bima yang mengikuti setiap rencana yang dibuat Wijaya dulu untuk menyelamatkan Tania, arti lebih besar adalah tahu karakter mereka masing-masing dan Rifat diberitahukan hanya garis besar bukan secara keseluruhan."Kita nggak setuju, tapi Galih bilang akan memberi waktu kita berpikir." Rifat menjawab pertanyaan Bima setelah sedikit tenang."Tujuan mereka adalah membuat kalian bercerai dan menikahi Tania, semua akan mereka lakukan untuk mendapatkan nama baik keluarga seperti dulu dengan bisnis mereka yang berjalan lancar. Intinya adalah mereka ingin menguasai H&D G
"Sidangnya cepat banget?" Jimmy menatap Endi penasaran.Endi menggelengkan kepalanya "Bukan sidang masalah Zee dan Fira, tapi kelanjutan Febby.""Maksudnya?" Jimmy mengerutkan keningnya."Otaknya dia." Endi menunjuk wanita yang duduk dihadapan hakim sedang memberikan pernyataan."Istri pertama?" Endi menganggukkan kepalanya "Bagaimana bisa? Memang yakin dia?""Tim menemukan sesuatu yang aneh dari kamera CCTV dimana keberadaan dia tidak jauh dari sana. Febby mendatangi dia setelah melakukan tugasnya, bisa jadi ada kesepakatan diantara mereka atau Febby melakukan atas perintah dia." Endi menjelaskan yang membuat Jimmy mengalihkan pandangan kearah Febby "Tim masih mencari apa yang melatar belakangi Febby melakukan itu.""Kemungkinan dia bebas?" Endi mengangkat bahu "Kita bukan membantu Febby, tapi mengusut sampai tuntas. Kamu jangan sampai tergoda dengan Febby setelah nanti tahu kejadian yang sebenarnya." Endi mengalihkan
"Berita itu beneran?" Ruli memasuki ruangan Jimmy diikuti kedua sahabatnya."Berita tentang istri Prof Yudi?" Mereka bertiga menganggukkan kepalanya "Benar." Jimmy memberikan jawaban yang sebenarnya."Bukannya sudah meninggal?" Tomo menatap tidak percaya."Ibu kandungnya, wanita ini adalah istri pertama. Ibunya Febby adalah istri yang lain." Jimmy menjelaskan secara lengkap."Sekarang di kantor polisi?" tanya Danu memastikan yang dijawab Jimmy dengan mengangkat bahunya "Kamu nggak ngikutin perkembangannya?"Jimmy menggelengkan kepalanya "Aku datang karena jadwal operasi yang sama sekali tidak bisa diundur.""Kasus semakin berkembang? Prof Yudi bagaimana? Datangin kalian lagi?" tanya Danu penasaran."Dia nggak akan berani melakukan itu lagi," jawab Jimmy santai dengan beranjak dari tempat duduknya "Aku mau melakukan operasi sekarang, sampai ketemu nanti."Jimmy melanggar perintah Lucas untuk tetap berada di rumah