"Tindakan yang sangat berani." Endi menatap tidak percaya setelah mendengar rekaman dan meletakkannya di meja "Apa yang kita bayangkan memang sesuai, Febby yang akan menemui kamu. Sekarang kita mau lihat pergerakkan Yudi, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda sama sekali."
Keheningan menemani mereka setelah mendengar perkataan Endi, harusnya kemarin Jimmy bisa sedikit sabar dan mengikuti arus yang dibuat Febby. Mendengar bagaimana Febby menjelekkan orang tuanya seketika Jimmy tidak terima, tidak suka jika orang tuanya dihina orang lain, Jimmy yakin siapapun anaknya pasti akan membela orang tuanya. Jimmy sudah terpancing dengan semua perkataan Febby yang tidak seharusnya dilakukan, hembusan napas dikeluarkan saat menyadari emosinya tidak bisa dikendalikan sama sekali."Kamu nggak dapat gambaran sama sekali dari pertemuan dengan Febby?" tanya Endi yang membuyarkan lamunan Jimmy, menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban yang diberikan "Kita harus tetap mengikuti"Mereka kapan bisa pulang?" tanya Jimmy saat Endi sudah mendapatkan hasil pembicaraan Yudi dengan Febby.Endi hanya mengangkat bahu masih membaca pesan yang ada di laptopnya, tidak hanya Jimmy tapi ada Ruli yang juga melakukan hal sama. Jimmy menatap mereka berdua, menarik laptop yang ada dihadapan Endi dan mulai membacanya dengan perlahan."Febby mengatakan apa yang aku katakan pada saat itu," ucap Jimmy sambil membaca pesannya "Apa tidak merasa aneh?""Kamu merasakannya?" tanya Ruli yang hanya diangguki Jimmy "Apa mereka sengaja? Febby bukan orang bodoh yang begitu saja memberikan nomer yang seharusnya rahasia, apalagi memberikan di area kita yang pastinya kamu akan tahu.""Masuk akal," ucap Endi membuka suaranya "Aku sedang berpikir apa yang akan mereka rencanakan...andaikan papi ada disini pasti bisa membaca dengan sangat cepat.""Mas Bima?" Jimmy menatap Endi ketika teringat kakak iparnya tersebut "Papi kasih ilmu ke Mas Bima sama O
Fokus, satu kata yang sulit dilakukan tapi harus dilakukan karena berhadapan dengan nyawa orang lain. Pasien bisa mengalihkan perasaannya, beberapa kali berbicara dengan Siena sedikit membantu agar fokus pada pekerjaannya."Belum ada kabar dari Mas Endi?" tanya Ruli yang dijawab dengan gelengan kepala "Nggak datang kesini juga.""Bilangnya jangan hubungi dulu sampai dianya datang kesini, tapi ini sudah tiga hari nggak datang." Jimmy mencoba mengingat perkataan Endi pada saat melakukan panggilan telepon kemarin."Apa terlalu serius dan dalam?" Jimmy kembali mengangkat bahu mendengar pertanyaan Endi "Besok mungkin dia kesini, harus tetap fokus karena hubungan kita nyawa pasien. Kamu ada operasi?""Beberapa jam lagi," jawab Jimmy menatap jam yang ada di tangannya "Aku siap-siap aja kalau begitu."Jimmy beranjak dari tempat duduknya bersama dengan Ruli, langkah kakinya terhenti saat seseorang memanggil namanya dan ternyata Tomo yang semakin d
Berjalan cepat ke ruangannya, pesan yang dibacanya masih teringat jelas. Jimmy hanya memotretnya tidak mengirim balik, menjaga agar ponsel Tomo tidak disadap seperti yang mereka lakukan. Lawan mereka benar-benar sudah memperhitungkan semuanya, maminya pasti tidak tahu tentang masalah poliklinik yang akan dibangun Yudi."Kamu sudah tahu berita terbaru?" tanya Jimmy pada Endi yang berada di ruangannya secara langsung, Endi mengerutkan keningnya dan Jimmy langsung memberikan ponselnya."Poliklinik?" Endi membaca sekali lagi "Opa sudah menebak pada saat itu, tapi belum tahu seperti apa prosesnya." Jimmy menatap tidak percaya atas apa yang Endi sampaikan "Opa tahu pada saat rumah sakit ini berdiri, tapi seperti yang aku bilang kalau opa belum tahu apa yang ingin dilakukan Yudi." Endi memgakhiri pembicaraan mereka dengan meletakkan ponsel Jimmy pada tempatnya."Huh...aku sama sekali tidak menyangka sama sekali. Apa yang mami lakukan sampai ayahnya Febby bertinda
"Cukup lama kita tidak bertemu, Jim." Alan membuka suara saat berhadapan dengan Jimmy "Aku senang kamu berhasil menjadi dokter seperti yang kamu inginkan." "Apa kita saling mengenal sebelumnya?" Jimmy bertanya sedikit hati-hati, sama sekali tidak mengingat pria yang ada dihadapannya.Alan tersenyum tipis mendengar pertanyaan Jimmy "Arka, teman kamu yang meninggal pada saat kecelakaan." "Arka yang taruhan itu?" Alan menganggukkan kepalanya, Jimmy memberikan tatapan penuh selidik "Hubungan kalian?" sedikit berharap mereka tidak memiliki hubungan."Kita bicara di ruangan Lucas, tadi aku sudah meminta ijin sama dia." Alan mengajak Jimmy berbicara di tempat lain "Apa kamu mau di ruang rapat saja?""Ruang rapat bersama dengan yang lain, aku yakin mami masih terhubung." Jimmy memutuskan berbicara depan mereka agar tidak ada yang ditutupi kembali."Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Tania melihat perubahan ekspresi Jimmy "Sayang, Sie
"Aku tidak tahu ini berhasil atau tidak, Yudi bukan orang bodoh yang bisa ditipu dengan mudah." Tania membuka suaranya, semua mulai fokus menatap dan mendengarkan "Kita akan mengirim Kaivan untuk masuk didalam poliklinik itu, Kaivan ini anak saudara dari kakak ipar Rifat jadi pastinya Yudi tidak akan tahu.""Bagaimana oma yakin? Yudi pasti menyelidiki latar belakang dia," ucap Endi yang diangguki Tiara."Pak Wijaya yang membiayai kuliah Kaivan, dia kuliah sebagai perawat." Rifat menjawab pertanyaan Endi.Alan tersenyum tipis "Om selalu penuh dengan kejutan, sebenarnya kita juga melakukan hal yang sama. Om sudah menceritakan rencananya dan takut gagal, jadi kami membiayai seseorang untuk kuliah di kesehatan masyarakat dan sudah masuk dalam poliklinik itu sebagai asistennya." Semua menatap tidak percaya atas apa yang dikatakan Alan "Kita tidak bisa menemuinya dengan bebas, pastinya Yudi sudah memata-matainya dalam bertindak.""Sekarang apa yang haru
"Prof Yudi beneran buka poliklinik," ucap Danu sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya "Apa ada yang ditarik kesana?""Sejauh ini belum, tapi aku nggak tahu pastinya." Jimmy mencoba mengingat data yang Endi berikan."Setahuku ada beberapa yang diajak, tapi menolak karena rumah sakit ini memberikan yang terbaik buat mereka." Danu memberikan informasi yang sudah Jimmy ketahui "Kamu nggak melakukan apapun?""Tidak! Aku hanya fokus sama pasien." Jimmy mengatakan dengan tegas dan juga sebenarnya "Kamu nggak ditawarin?" Jimmy menatap penasaran pada Danu "Kamu bukannya diminta untuk menikahi Febby, masa poliklinik ini nggak ditawarin?"Danu tertawa mendengar kata-kata Jimmy "Memang dulu diminta menikahi Febby tapi langsung aku tolak. Prof Yudi tahu kita dekat jadi nggak akan mengajak aku atau Tomo apalagi Ruli." Jimmy hanya mengangkat bahunya mendengar jawaban Danu "Dokter-dokter disini dan rumah sakit lama sudah berbicara tentang poliklinik itu, ta
Jimmy mengerutkan keningnya melihat nama Febby keluar di notifikasi pesan, membukanya langsung dan kembali mengerutkan kening dengan tatapan tidak percaya sama sekali. Febby mengajak bertemu membicarakan pekerjaan, memikirkan pekerjaan apa yang akan mereka berdua bicarakan."Ada apa?" tanya Endi saat memasuki ruangan Jimmy "Masalah pasien?""Bukan," jawab Jimmy sambil menggelengkan kepalanya, memberikan ponselnya pada Endi yang memberikan tatapan tanda tanya "Febby ngajak ketemuan membicarakan pekerjaan, menurutmu apa?" Endi membaca dan langsung meletakkan ponsel Jimmy diatas meja."Menurut kamu?" Jimmy mengangkat bahunya "Apa mungkin masalah kedokteran?""Nggak mungkin," jawab Jimmy langsung "Apa ada hubungan sama poliklinik yang akan berdiri?""Bisa jadi," jawab Endi menganggukkan kepalanya "Aku dengar kalau akan buka mungkin dua minggu lagi, beberapa karyawan dan dokter sudah diisi.""Aku tahu, Danu dan Ruli sudah memberikan i
"Apa kamu nggak bisa membantu?" tanya Febby dengan tatapan memohon."Sayangnya nggak bisa," jawab Jimmy dengan tegas "Kamu tahu kalau aku tidak memiliki kekuasaan apa-apa, aku menghabiskan waktu dengan belajar dan itu bersama kamu."Febby masih memberikan tatapan memohon dan sayangnya Jimmy sama sekali sudah tidak terpengaruh dengan tatapan yang diberikan Febby, menikmati hidangan yang ada diatas meja seakan apa yang disampaikan Febby tidak penting. Jimmy tahu dari tatapan Febby sangat memohon bantuan darinya, tapi Jimmy sama sekali tidak ada niatan, mengarahkan ke pusat dengan banyak tujuan."Kamu bisa datang ke pusat, aku sama sekali tidak bisa membantu." Jimmy mengatakan sekali lagi dan Febby memberikan ekspresi kecewa."Kamu bisa bicara sama orang pusat, kalau kamu yang bicara siapa tahu di dengar." Febby masih mengeluarkan berbagai macam usulan, Jimmy langsung menggelengkan kepalanya "Bukankah sekarang yang mengambil keputusan abang kamu? Pas
"Kamu bukannya harus sudah cuti?" tanya Jimmy saat melihat Siena ikut masuk kedalam ruangannya"Aku bosan, kamu kerja terus Jeno sekolah full." Siena menjawab sambil mengerucutkan bibirnya "Dokter Tomo bilang kalau dia baik-baik saja dan lagian perkiraan melahirkan juga masih lama.""Terserah, kerjanya tetap di ruangan ini!" Jimmy mengatakan dengan nada tegas yang diangguki Siena.Hasil keputusan atau sidang sudah keluar, bahkan permintaan mereka terkait dengan kondisi kejiwaan dengan hasil tidak sesuai keinginan mereka membuat semua mendapatkan hukuman sesuai perbuatannya. Febby juga mendapatkan hukuman dari ikatan dokter dimana semua gelarnya dicabut, dengan begitu pendidikan yang dilaluinya menjadi sia-sia tanpa adanya gelar. Jimmy sebenarnya tidak mau mendengar kabar apapun tentang Febby, tapi ketiga sahabatnya selalu memberi kabar yang tidak tahu dapat darimana. Mendengar kabar mereka tidak satupun yang Jimmy ingat karena memang tidak penting, walaupun begitu Endi dan juga ketig
"Puas sama hasilnya?" tanya Jimmy tepat di telinga Endi."Lumayan," jawab Endi tanpa mengalihkan pandangan dari jalannya sidang.Keputusan yang dibacakan tampaknya kurang membuat keluarganya puas, Jimmy menatap istri Yudi yang terlihat santai saat hasil pembacaan hukuman. Mengikuti langkah Endi yang keluar dari ruang sidang, meninggalkan tim lawyer mereka yang masih diskusi.Endi membawa langkah mereka menuju mobil yang menjadi alat transportasi mereka berdua sejak pertama, hembusan napas panjang dikeluarkan mereka berdua saat sudah berada didalam mobil. Supir membawa mereka keluar dari pengadilan, tidak ada yang membuka pembicaraan seakan sibuk dengan pikiran masing-masing."Apa reaksi nenek dan adik Febby waktu kamu kasih tahu?" tanya Endi memulai pembicaraan mereka."Terkejut, mereka terdiam beberapa saat. Neneknya yang langsung menangis dan meminta maaf, mereka berdua juga minta bertemu sama keluarga Arkan. Aku menolak ide mereka kare
"Aku lihat Prof Yudi kemarin, berantakan dan nggak seperti biasanya."Jimmy memilih diam mendengarkan informasi yang Danu berikan, saat mendengarnya sudah tidak ada rasa kasihan sedikitpun dan tampaknya hati Jimmy sudah mati rasa mendengar informasi tentang mereka."Febby di hukum berat, benar?" Jimmy menganggukkan kepalanya "Gelar dokternya juga dicabut, tapi Prof Yudi sedang berusaha agar tidak terjadi. Aku tahu gimana perasaannya secara Febby itu anak kebanggaannya." Danu melanjutkan ceritanya dengan memberikan tambahan tentang keadaan mereka "Kamu nggak ketemu Febby?""Buat apa? Nggak penting juga." Jimmy menjawab langsung.Danu mengangguk "Benar, lagian dia yang mencelakai kamu. Aku sampai sekarang nggak nyangka kalau mereka begitu, Febby yang baik dan manja sama kamu ditambah Prof Yudi yang tegas setiap kita belajar, walaupun kalau suruh milih mending sama Prof Marcus.""Kamu kan sempat mau membantu Prof Yudi," ucap Jimmy dengan tat
"Apa aku kurang tegas?" Siena mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Jimmy ketika mereka akan tidur."Tegas yang bagaimana? Kamu ke aku dan Jeno tegas, memang kamu merasa kurang tegas?" Siena mencoba bertanya untuk mengetahui maksud Jimmy.Mendengar jawaban Siena seketika Jimmy terdiam, tatapannya kosong dan memikirkan kata-kata Zee pada saat di rooftop rumah sakit. Zee benar saat menilai dirinya yang tidak jauh berbeda dengan Lucas dulu, tapi pada saat itu papi membantu Lucas keluar dari permasalahannya. "Memikirkan apa?" suara Siena membuyarkan lamunan Jimmy, tangan Siena membelai wajah Jimmy tanpa melepaskan tatapannya "Apa ada hubungannya dengan hasil dakwaan dari Febby?" tembak Siena yang membuat Jimmy menelan saliva kasar "Maksud pertanyaan kamu tadi itu ada hubungannya sama Febby?"Jimmy tahu tidak mungkin menutupi permasalahan ini dari Siena, apalagi komitmen dirinya dalam pernikahan dengan Siena adalah saling terbuka. Banyaknya kejad
"Mereka tiba-tiba datang minta kita mencabut laporan," ucap Billy yang diangguku Zee dan keluarga Fira."Kalian tanda tangan?" Endi menatap Fira dan keluarganya yang menggelengkan kepalanya "Bagus! Mereka nggak melukai kamu, kan?" "Kita semua baik-baik saja, pengawal bekerja dengan baik dimana langsung masuk saat kita mengirim pesan." Billy menjawab pertanyaan Endi "Aku justru khawatir sama Fira bukan kita sendiri.""Kami baik-baik saja," ucap Bian menenangkan mereka "Bagaimana hasil sidangnya?""Dua puluh tahun penjara yang diikuti pencabutan gelar dokter," jawab Endi yang diangguki mereka.Jimmy hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka dengan tatapannya tidak lepas dari Zee dan Fira, perasaan bersalah kembali hadir setiap kali melihat orang terdekatnya harus menghadapi permasalahannya. Jimmy baru merasakan perasaan Zee dulu, hanya saja bedanya Billy memiliki keinginan berubah, tapi tidak dengan Febby yang tetap dengan tujuannya.
"Terdakwa diputuskan bersalah dengan menjalani hukuman selama dua puluh tahun atas kasus pembunuhan....."Jimmy fokus menatap Febby yang menundukkan kepalanya, tapi bukan tanda-tanda penyesalan melainkan ketakutan. Jimmy sangat mengenal Febby dengan sangat baik, bahasa tubuhnya bisa terbaca dan terlihat jelas dimana Jimmy bisa melihat secara jelas."Sayang harusnya hukuman mati, kita sedang diskusi untuk mengajukan banding agar hukumannya lebih berat." Jimmy mengalihkan pandangan kearah Endi yang berbisik padanya."Apa tidak keterlaluan?" Endi menatap Jimmy tajam "Bagian mana yang keterlaluan? Hukumannya? Kamu masih punya hati ternyata sama dia."Jimmy terkejut melihat reaksi Endi, menatap saudaranya yang beranjak dari tempat duduk dengan mendekati tim lawyer. Mencerna kata-kata Endi dan sedikit bingung tentang masih memiliki hati, sedangkan hatinya sudah selesai dan berpindah ke Siena, tidak hanya itu sedetik saja tidak ada membayangkan
"Kalian setuju?" Bima menatap tajam kearah Rifat dan Tania setelah mendengar permintaan Galih.Bima langsung mengambil penerbangan untuk pulang ke Indonesia setelah di hubungi Rifat tentang kedatangan Galih, Bima sudah memberi pesan apabila Galih datang ke rumah artinya mereka melakukan usaha terakhir dan tampaknya benar saat mendengar penawaran yang di berikan Galih pada keluarga mereka.Bima yang mengikuti setiap rencana yang dibuat Wijaya dulu untuk menyelamatkan Tania, arti lebih besar adalah tahu karakter mereka masing-masing dan Rifat diberitahukan hanya garis besar bukan secara keseluruhan."Kita nggak setuju, tapi Galih bilang akan memberi waktu kita berpikir." Rifat menjawab pertanyaan Bima setelah sedikit tenang."Tujuan mereka adalah membuat kalian bercerai dan menikahi Tania, semua akan mereka lakukan untuk mendapatkan nama baik keluarga seperti dulu dengan bisnis mereka yang berjalan lancar. Intinya adalah mereka ingin menguasai H&D G
"Sidangnya cepat banget?" Jimmy menatap Endi penasaran.Endi menggelengkan kepalanya "Bukan sidang masalah Zee dan Fira, tapi kelanjutan Febby.""Maksudnya?" Jimmy mengerutkan keningnya."Otaknya dia." Endi menunjuk wanita yang duduk dihadapan hakim sedang memberikan pernyataan."Istri pertama?" Endi menganggukkan kepalanya "Bagaimana bisa? Memang yakin dia?""Tim menemukan sesuatu yang aneh dari kamera CCTV dimana keberadaan dia tidak jauh dari sana. Febby mendatangi dia setelah melakukan tugasnya, bisa jadi ada kesepakatan diantara mereka atau Febby melakukan atas perintah dia." Endi menjelaskan yang membuat Jimmy mengalihkan pandangan kearah Febby "Tim masih mencari apa yang melatar belakangi Febby melakukan itu.""Kemungkinan dia bebas?" Endi mengangkat bahu "Kita bukan membantu Febby, tapi mengusut sampai tuntas. Kamu jangan sampai tergoda dengan Febby setelah nanti tahu kejadian yang sebenarnya." Endi mengalihkan
"Berita itu beneran?" Ruli memasuki ruangan Jimmy diikuti kedua sahabatnya."Berita tentang istri Prof Yudi?" Mereka bertiga menganggukkan kepalanya "Benar." Jimmy memberikan jawaban yang sebenarnya."Bukannya sudah meninggal?" Tomo menatap tidak percaya."Ibu kandungnya, wanita ini adalah istri pertama. Ibunya Febby adalah istri yang lain." Jimmy menjelaskan secara lengkap."Sekarang di kantor polisi?" tanya Danu memastikan yang dijawab Jimmy dengan mengangkat bahunya "Kamu nggak ngikutin perkembangannya?"Jimmy menggelengkan kepalanya "Aku datang karena jadwal operasi yang sama sekali tidak bisa diundur.""Kasus semakin berkembang? Prof Yudi bagaimana? Datangin kalian lagi?" tanya Danu penasaran."Dia nggak akan berani melakukan itu lagi," jawab Jimmy santai dengan beranjak dari tempat duduknya "Aku mau melakukan operasi sekarang, sampai ketemu nanti."Jimmy melanggar perintah Lucas untuk tetap berada di rumah