Pov Author"Harry? kau sudah datang?" tanya Yudi sembari menarik kursi kemudian duduk diatasnya."Sudah, Pak. Maaf saya baru bisa bekerja lagi sekarang." jawab Harry."Kalau saya sih tidak masalah. Tapi Bik Marni itu loh, hari-hari ngeluh dan cemberut karena enggak ada kamu. Dampaknya ke makanan yang di masaknya. Rasa masakannya sesuram wajahnya tanpa kamu. Ngeri kan kalau hari-hari aku lihat wajahnya mengerikan seperti itu.""Hehe...Pak Yudi bisa saja becandanya." balas Harry sembari melirik Alena yang terlihat sangat cuek padanya."Aku enggak lagi becanda. Bik Marni kaya orang gila tanpa kamu. Kamu kemana saja sampai matiin ponsel selama ini? punya gebetan baru ya, sampai lupa sama yang lama?" goda Yudi sambil menyendok nasi ke piringnya."Gebetan baru? enggaklah, Pak. Menurut saya satu pacar saja sudah cukup.""Eleh...! jangan bohong kamu Har, pasti selain Bik Marni, kamu pacar lain kan. Ngaku!" Yudi masih terus menggoda sopirnya sambil mengunyah makanannya. Tiga istrinya hanya men
"Kau ingin mengancamku Sinta?" tanya Harry tak percaya. Dulu Sinta adalah wanita lembut dan sangat baik, Harry terkejut melihat Sinta bisa berubah selicik ini setelah putus darinya."Ya, aku sedang mengancammu. Nasib kalian berdua ada di tanganku sekarang. Jangan mencoba bermain-main lagi di belakangku. Mengerti?" ancam lagi Sinta.Harry terkekeh, "Kau tak punya bukti apapun, kau pikir bisa menjebakku dengan ancaman tak masuk akalmu?""Jika kau ingin aku mengumpulkan bukti, akan ku lakukan. Kau pikir ancamanku main-main, Harry?" kesal Sinta."Lakukan, Sinta. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan! Aku sudah siap menghadapimu, juga Bram!" balas Santai Harry menanggapi ancaman Sinta. Dalam hatinya memang khawatir, tapi dia tak mau memperlihatkan kehawatirannya di depan Sinta. Dia tak mau tunduk dengan ancaman Sinta."Jadi kamu benar-benar menantangku Harry?" tantang Sinta, Harry hanya menanggapinya dengan senyuman menantang."Baiklah, kamu yang membuatku makin bersemangat membongkar hubung
"Bukan demi kebaikan kita, tapi demi kebaikan Mas sendiri. Maaf, Mas. Kali ini aku tak mau mengikuti perintahmu!" ucap tegas Alena.Plak!"Berlutut atau aku hajar kalian bertiga!" ancam Yudi. Lagi-lagi Sinta tersenyum penuh kemenangan melihat Alena di tampar Yudi."Hajar saja kami, Mas. Aku takan mau berlutut di depan wanita ini!"Yudi marah, kemudian menarik tubuh Alena dan menghempaskannya di depan Sinta. Tepat di depan kaki Sinta tubuh Alena kemudian terjatuh."Ayo minta maaf. Kalau kamu tak mau dua madumu aku seret juga ke sini lalu ku hajar di depanmu!" ancam Yudi."Cepatlah, Len. Kau sudah ada di bawah kakiku, tanggal minta maaf apa susahnya!" cibir Sinta.Aku akan meminta maaf, tapi tolong tinggalkan kami berdua dulu!" pinta Alena pada Yudi. Yudi menoleh kearah Sinta, Sinta memberi kode pada Yudi agar menyetujui permintaan Alena. Yudipun akhirnya pergi meninggalkan Alena dan Sinta, kemudian dia menuju ke kamar Dewi.Alena bangkit. Sinta menatap nyalang kearahnya."Siapa yang n
[Besok pagi, temui saya di coffe shop biasa.]Yudi menghela nafasnya setelah membaca pesan dari Bram. Dia lalu duduk memandangi Alena yang tidur membelakanginya."Apalagi mau Bram?" gumamnya sedikit merasa khawatir. Dia kemudian membelai rambut Alena yang sudah tertidur pulas."Seandainya saja aku tak pernah bertemu dengan wanita licik seperti Rani, aku tidak akan sampai kehilangan Alena." ucap Yudi sambil menatap sendu kearah Alena.Jam dua malam, Yudi baru bisa tertidur. Dia berharap, Bram belum akan menagih janjinya. Dia belum siap kehilangan Alena sekarang.Menjelang pagi, Yudi terbangun lagi. Dia tidak bisa nyenyak tidur, lalu dia turun untuk membangunkan Harry."Ya, Pak?" tanya Harry setelah membuka pintu kamarnya."Jam enam pagi, antarkan saya menemui pak Bram. Kamu bersiap-siaplah lebih awal dari biasanya.""Siap, Pak." ucap Harry. Yudi kemudian naik ke kamar Alena lagi. Dia mondar-mandir seperti orang bodoh, memikirkan cara agar bisa mengulur waktu jika seandainya Bram menagi
"Sin, maafin istri-istri Om. Maaf karena mereka sampai membuatmu babak belur seperti ini."Sinta tak menggubris ucapan Yudi, dia masih menatap nyalang tiga istri Yudi yang sedang mengobrol bersama Harry."Om, antarkan kamu pulang!" ujar Yudi sembari mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Sinta."Aku bisa jalan sendiri Om." ucap Sinta sembari berjalan ke arah mobilnya."Aku bukan Mau pulang, Om belum membuktikan janji Om." lanjut Sinta setelah masuk dalam mobilnya."Tapi mereka bisa buat babak belur kamu lagi kalau sandiwara ini tetap nekad kita lanjutkan!" ucap Yudi, dia sudah cukup sakit kepala dengan keributan yang terus-terusan terjadi pada Sinta dan tiga istrinya."Mereka enggak akan sekurangajar ini jika Om bisa tegas pada mereka. Om harus menceraikan dan mengusir Alena di depanku, baru aku akan merasa puas!""Kamu punya dendam apa sebenarnya, sampai sebenci ini dengan Alena? Yang membuat babak belur kamu bukan cuma Alena, tapi kamu cuma dendam sama Alena."Sinta gelagapan me
"Kamu sedih di ceraikan pak Yudi?" Harry cemberut melihat Alena tak berhenti menangis di dalam mobil. Alena tak menjawab pertanyaan Harry, dia masih terus menangis."Kamu terus nangisin lelaki yang sudah jahatin kamu di depanku. Enggak punya perasaan banget kamu, Len!" Harry makin ngambek karena dari tadi di cueki Alena."Len, sampai kapan kamu menangis seperti ini!" suara Harry makin meninggi."Kamu nangisin lelaki brengsek seperti Pak Yudi yang jelas-jelas sudah menyakitimu. Bodoh!" Harry terus merasa kesal.Sembari menangis Alena mulai bicara, "Aku bukan menangisi Mas Yudi tapi--""Tapi apa? kenangannya? Sekarang aku sadar memang yang ada di hati kamu hanya Pak Yudi, aku cuma di jadikan pelampiasan saja. Buktinya pas putus sama aku kemarin kamu enggak nangis separah ini!" bebel Harry."Kamu salah paham, Har. Aku menangis memang bukan karena sedih di ceraikan Mas Yudi. Tapi aku menangis karena kebodohanku yang tak awal-awal mengamankan asetku lebih dulu. Mobil, rumah, perhiasan pemb
Pov Sinta"Tante kenal sama Om Yudi?" tanyaku penasaran. Tante Tika mengangguk. Aku makin penasaran, kebohongan apa yang masih Harry sembunyikan dariku sebenarnya."Dia calon tunangan Jihan yang tiba-tiba membatalkan acara pertunangannya dengan Jihan lalu menikah dengan perempuan Lain!"Degh!Aku sungguh sangat terkejut mendengar itu, jangan-jangan Harry mendekati Alena karena dendamnya. Aku harus kembali ke rumah Om Yudi untuk meminta penjelasan Harry.Sebelum ke rumah Om Yudi, aku menelpon dulu Om Bram. Menanyakan apaksh rencananya menculik Alena berhasil. Om Bram terdengar sangat terpukul saat dia menyampaikan padaku bahwa anak buahnya gagal menculik Alena. Ini semua karena Harry yang sangat lihai melindungi Alena. Apakah tujuan Harry sebenarnya mendekati Alena? Apakah ini bagian dari balas dendamnya, atau dia justru terjebak oleh balas dendamnya sendiri dan benar-benar mencintai Alena? Entahlah!Soal perusahaan Om Yudi yang hampir bangkrut kemarin, mungkinkah ini semua ulah Harry
Brugh!Om Yudi menghempaskan tubuhku di atas kasur, lalu mengunci pintu. Dia mulai membuka kancing bajunya, mau apa dia?"Apa yang akan Om lakukan?" tanyaku takut-takut."Kamu sudah membuat Om kehilangan istri-istri Om! kamu harus bertanggungjawab!" ucapnya dengan seringai mengerikan. Seseorang, tolonglah aku!"Om, aku mohon! lepasin aku!"Aku bersimpuh di kaki Om Yudi, namum Om Yudi tak menghentikan tangannya, dia terus membuka bajunya.Aku langsung berlari ke arah pintu dan berteriak minta tolong, namun sepertinya Om Yudi sama sekali tidak merasa terancam dengan usahaku."Tak ada yang bisa menolongmu, Mang Ujang dan Bik Marni, mereka berdua sama sekali tak punya keberanian untuk mendekat!" ucap Om Yudi dengan seringai menakutkan."Harry, tolong aku Harry!" teriakku lagi. Om Yudi semakin mendekat, dia kemudian mencengkram rahangku dengan sangat keras."Harry tak bisa pulang malam ini, mobilnya di rusak orang-orang suruhan Om mu! percuma kamu berteriak-teriak minta tolong padanya!"Be
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja