Pov Sinta"Tante kenal sama Om Yudi?" tanyaku penasaran. Tante Tika mengangguk. Aku makin penasaran, kebohongan apa yang masih Harry sembunyikan dariku sebenarnya."Dia calon tunangan Jihan yang tiba-tiba membatalkan acara pertunangannya dengan Jihan lalu menikah dengan perempuan Lain!"Degh!Aku sungguh sangat terkejut mendengar itu, jangan-jangan Harry mendekati Alena karena dendamnya. Aku harus kembali ke rumah Om Yudi untuk meminta penjelasan Harry.Sebelum ke rumah Om Yudi, aku menelpon dulu Om Bram. Menanyakan apaksh rencananya menculik Alena berhasil. Om Bram terdengar sangat terpukul saat dia menyampaikan padaku bahwa anak buahnya gagal menculik Alena. Ini semua karena Harry yang sangat lihai melindungi Alena. Apakah tujuan Harry sebenarnya mendekati Alena? Apakah ini bagian dari balas dendamnya, atau dia justru terjebak oleh balas dendamnya sendiri dan benar-benar mencintai Alena? Entahlah!Soal perusahaan Om Yudi yang hampir bangkrut kemarin, mungkinkah ini semua ulah Harry
Brugh!Om Yudi menghempaskan tubuhku di atas kasur, lalu mengunci pintu. Dia mulai membuka kancing bajunya, mau apa dia?"Apa yang akan Om lakukan?" tanyaku takut-takut."Kamu sudah membuat Om kehilangan istri-istri Om! kamu harus bertanggungjawab!" ucapnya dengan seringai mengerikan. Seseorang, tolonglah aku!"Om, aku mohon! lepasin aku!"Aku bersimpuh di kaki Om Yudi, namum Om Yudi tak menghentikan tangannya, dia terus membuka bajunya.Aku langsung berlari ke arah pintu dan berteriak minta tolong, namun sepertinya Om Yudi sama sekali tidak merasa terancam dengan usahaku."Tak ada yang bisa menolongmu, Mang Ujang dan Bik Marni, mereka berdua sama sekali tak punya keberanian untuk mendekat!" ucap Om Yudi dengan seringai menakutkan."Harry, tolong aku Harry!" teriakku lagi. Om Yudi semakin mendekat, dia kemudian mencengkram rahangku dengan sangat keras."Harry tak bisa pulang malam ini, mobilnya di rusak orang-orang suruhan Om mu! percuma kamu berteriak-teriak minta tolong padanya!"Be
Tring!Sebuah notifikasi pesan vidio masuk dari nomor Sinta, Alena menutup mulutnya saat melihat vidio dua madunya berebut handbag dengan Yudi dan satpam di rumah itu."Lihat ini Harry!" ucap Alena sambil memperlihatkan vidio yang ia dapatkan pada Harry."Apa mereka di usir juga oleh Pak Yudi?" tanya Harry. Alena mengangkat kedua bahunya."Entahlah, aku juga tidak tahu. Aku akan menelpon salah satu dari mereka dulu." ucap Alena sambil mencoba menelpon salah satu dari madunya. Awalnya dia menghubungi Dewi namun panggilan teleponnya tidak di angkat. Lalu dia menelpon ke nomor Bunga.[Hallo Bunga, tadi aku menelpon nomor Dewi tapi enggak di angkat. Kalian dimana sekarang?" tanya Alena setelah panggilan terhubung.[Ponsel mbak Dewi ikut di rampas mas Yudi mbak. Kalau punyaku selamat karena aku simpan dalam saku celana jeans ku. Sekarang kami tengah mencari rumah kontrakan, Mbak.] jawab Bunga.[Apa kalian di usir sama mas Yudi? aku lihat dari vidio yang Sinta kirimkan, Mas Yudi sangat kete
Pov Author"Sinta! jangan turun lewat jendela, kamu bisa jatuh!" teriak Bram dari halaman rumah. Sinta tak pedulikan teriakan Bram, dia hampir saja melompat dari jendela kamarnya yang terletak di lantai dua. Untung Ayah dan ibunya datang tepat waktu dan menarik tubuh Sinta.Bram kemudian berlari menuju kamar Sinta, dia sangat merasa bersalah karena dialah Sinta menjadi seperti ini. Dia tak jadi berangkat ke kantor, melihat keponakannya hampir saja melompat dari jendela, membuat tubuhnya mendadak lemah."Harry tadi datang, dia janji enggak akan pergi, selepas aku bangun tidur dia sudah pergi. Dia bohong. Aku mau menjemput Harry lagi. Aku mahu Harry datang kesini!" teriak Sinta, Ayahnya terus memegangi tubuhnya karena mencoba melompat dari jendela lagi."Harry tidak kesini sayang. Kamu cuma berhalusinasi!" ucap ibu Sinta sembari menangis, tak tahan melihat keadaan putrinya."Ibu bohong! baru saja Harry datang! kalian semua masih saja tak merestui hubungan kami kan, jadi kalian memfitnah
"Aku akan mengantarkan Alena pulang. Sekarang temui Sinta di kamar atas. Selama ini, dia tak berhenti memanggil-manggil namamu!" ucap Bram masih dengan nada jengkelnya."Aku baru akan menemuinya setelah aku mengantar Alena pulang. Aku harus memastikan dulu Alena pulang dengan keadaan selamat!""Sudah ku bilang aku yang akan mengantarkannya, kenapa Sinta bisa menyukai orang keras kepala sepertimu! kalau bukan karena Sinta yang sakit, sudah kuhabisi kamu!" teriak Bram dengan amarah penuh.Harry tertawa, "Sayangnya kau tak bisa menghabisiku kan?" ucap Harry dengan nada mengejek."Sekarang suruh Alena keluar atau aku akan mengobrak-abrik rumhhmu!" ancam Harry. Bram benar-benar di buat habis kesabarannya olehnya."Aku di sini." Alena baru menampakan dirinya kemudian mendekat ke arah Harry. Harry menarik tangannya kemudian memeluknya."Kau baik-baik saja, kan? lelaki brengsek itu belum sampai melakukan apa-apa padamu, kan?" tanya Harry penuh khawatir."Lelaki brengsek? apa yang kau maksud l
Seminggu setelah kematian ibu Alena, Dewi dan Bunga baru sempat berkunjung ke rumah yang di tempati Alena. Sebelumnya Dewi menemani Bunga pulang ke kotanya beberapa hari. Jadi mereka tak bisa datang di acara pemakaman ibu Alena."Mbak Alena jadi sangat pendiam sekarang. Aku sangat kasian melihat keadaannya sekarang." curhat Chika pada Dewi dan Bunga."Kami akan berusaha menghiburnya sebisa kami, kamu jangan khawatir, ya." ucap Dewi."Makasih ya, Mbak. Dulu aku sangat kecewa dan benci Mbak. Tapi saat mbak Lena cerita kalau hubungan kalian sudah membaik, aku sudah melupakan semua kesalahan Mbak pada kakakku." ucap Chika."Mbak pantas di benci Chik, Mbak akhirnya terkena karma karena telah masuk dalam rumah tangga Alena dan Mas Yudi.""Lupakan soal itu Mbak, sekarang aku cuma mau melihat kalian bersahabat lagi. Mbak Alena sangat butuh dukungan kalian untuk melanjutkan hidupnya.""Ya, mulai sekarang Mbak janji enggak akan dengki lagi pada kakakmu. Kita akan bersahabat dekat lagi seperti d
"Mau kemana kamu Sinta?" tanya Dewi dengan seringai mengerikan."Minggir! Aku mau menyusul Harry!" perintah Sinta."Minggir? Hadapi dulu kami berdua!" tantang Bunga membuat Sinta sangat kesal."Sinta mengangkat tangannya ingin menyerang Bunga, namun Bunga dengan lihai menangkis serangan Sinta.Sinta kemudian ingin nekad menerobos dua wanita yang ada di depannya, sialnya dua wanita itu malah menyeretnya menjauh dari butik Harry. Ingin Sinta berontak dan berteriak, namun dia malu jika menjadi tontonan. Hampir setiap hari, Harry membawanya berkunjung di butik jadi dia tak mau membuat keributan di sana."Kalian mau bawa aku kemana, brengsek!" teriak Sinta setelah sampai ke tempat parkir."Aku mau mengembalikanmu ke rumahmu, kau ternyata tidak terlihat depresi seperti yang Alena ceritakan pada kami." jawab Dewi sambil mendorong tubuh Sinta masuk ke dalam mobil."Lepaskan aku brengsek!" Sinta mencoba keluar lagi tapi dengan cepat Dewi menutup pintu mobil dari luar dan melangkah menuju bangk
"Apa kau bilang tadi? kau menyekap Chika?"Bram hanya menjawab dengan sebuah tawa mengerikan."Awas saja kalau kamu berani melukai dia, brengsek!" teriak Harry, Bram justru makin suka melihat kemarahannya."Kamu imut sekali ketika marah Harry. Aku suka melihat wajahmu yang penuh amarah ini!"Tangan Harry mengepal namun dia tidak bisa meledakan kemarahannya."Apa yang kamu mau sebenarnya Bram, bukankah selama ini aku sudah menuruti semua keinginanmu?""Nikahi Sinta. Dia wanita yang paling tulus mencintaimu. Setelah kau menikahi Sinta, aku akan langsung melepaskan Chika dan yang lainnya." ucap Bram."Menikah dengan Sinta? kau gila Bram, ini tidak sesuai perjanjian awal kita." protes Harry."Kalau begitu biar aku nikahi Alena. Dua pilihan itu saja yang bisa aku tawarkan. Kau harus bisa memilih salah satunya." ucap Bram. Dia sangat penasaran dengan jawaban yang akan Harry berikan."Licik! kau memberi pilihan yang tak mungkin bisa ku pilih salah satunya Bram!""Kau harus memilih, Harry. Ak
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja