Jam dua siang, Alena baru terbangun dari tidurnya. Dengan mata sembab dan kepala yang terasa berat ia memaksa tubuhnya bangkit dan beranjak dari tempat tidurnya.
"Ku pikir aku sudah mati karena terlalu banyak menangis!" gumam Alena sambil menatap bengkak matanya lewat cermin yang melekat di dinding kamar mandinya.
Guyuran air hangat dari sower cukup membuat rileks tubuh Alena. Bayangan permainan panasnya dengan sopir tampannya tiba-tiba terlintas begitu saja dalam benaknya.
"Harry. Kau berhasil membuatku kecanduan dengan permainan hebatmu, semalam!" Alena tersenyum sendiri saat mengingat sopir tampannya. Senyuman yang tiba-tiba mampu mengobati rasa sakitnya karena penghianatan suaminya.
Alena mematut diri didepan cermin. Hari ini, ia ingin memberi kejutan lagi pada suaminya. Kobaran api dendam tersirat jelas pada matanya.
"Tunggu saja, Mas. Kau akan kembali bertekuk lutut padaku. Disaat kau mulai menyesali perbuatanmu, aku pastikan hatiku bukan lagi milikmu!" lirih Alena sambil memegang ujung bibirnya yang masih terluka karena pukulan suaminya.
Alena mengambil handbagnya kemudian keluar dari kamarnya. Bayangan akan menemui sopir pribadinya membuatnya lebih bersemangat melangkah.
"Harry, aku datang." batin Alena sambil mengukir senyum ketika melangkah. Sopir pribadinya sungguh membuat dunianya kembali ceria.
"Selamat tinggal kesedihan. Selamat tinggal kesetiaan. Dan selamat tinggal kebodohan. Mulai hari ini, aku akan membahagiakan diriku dengan caraku sendiri!" batin Alena lagi sambil terus melangkah.
"Suamimu sedang sibuk kerja kamu mau pergi kemana?" Dewi bersandar dipintu kamarnya, memperhatikan madunya yang sudah rapi ingin pergi kesuatu tempat.
"Mau pergi ngabisin uang suamiku, kenapa memangnya, kamu mau ikut?" Alena sengaja memanas-manasi Dewi. Dewi sangat tak tahu diri. Baru semalam dia ikut tinggal dirumah itu namun sudah berani mengusik urusan Alena.
"Pantas suamimu menikahiku. Kehidupanmu yang liar dan menghamburkan uang untuk bersenang-senang pasti membuat suamimu geram!"
Mendengar madunya mengoceh, Alena terkekeh dalam hati. Bukankah itu tandanya wanita ular itu iri pada kehidupannya selama ini?
"Kalau aku cuma nangis dikamar sambil mengeluh karena diselingkuhi, rugi dong aku! Apa salahnya kalau aku ngabisin uang suami sendiri untuk bersenang-senang. Toh, dia juga tak pernah merasa keberatan." lagi-lagi Dewi merasa kesal karena tak mempan memancing amarah madunya, ia justru terperangkap sendiri oleh ucapannya. Alena berjalan anggun melewatinya sambil mengibaskan rambut didepannya.
"Pergilah, ku harap Mas Yudi akan cepet sadar, bahwa menikahimu adalah sebuah kesalahan."
Alena berhenti mendengar ucapan Dewi.Jika dari tadi ia berhasil mengendalikan diri, kali ini tidak lagi. Seharusnya yang marah dia, kenapa malah wanita ular itu yang justru menyumpahinya. Keadaan yang sangat konyol bukan?
"Hai, sundal! dapat suami hasil ngrebut saja bangga. Harusnya yang ngomong seperti itu aku, bukan kamu!"
Tak mau makin terpancing Alena pergi meninggalkan Dewi begitu saja, ia tak menyangka dulu bisa sangat dekat dengan wanita ular itu. Kini setelah tahu sifat asli mantan sahabatnya, dia akan lebih berhati-hati lagi. Tak ada yang tahu niat dan isi hati seseorang, dan kesalahannya dia terlalu mudah percaya pada orang yang di anggapnya tulus.
"Pagi, Bu...! eh, mbak..! eh, Alena...!" ucap Harry terbata setelah membukakan pintu mobil untuk majikan perempuannya.
"Setelah kemarin kau memanggilku 'Bu' sekarang 'Mbak'. Harry kamu lucu banget sih." Harry meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, melihat Alena menertawakan tingkahnya.
"Panggil 'Ibu' kalau didepan suamiku saja ya, kalau tak ada dia, cukup panggil namaku!" Harry yang masih berdiri menunggu majikannya masuk kedalam mobil makin gerogi. Ditambah saat ia mengingat kejadian semalam, tak berani ia menatap wajah majikan cantiknya itu.
"Kok bengong sih! tutup balik pintunya! Aku mau duduk dibangku depan saja!" lagi-lagi Harry terkejut mendengar perintah Alena. Ia tak menyangka wanita muda yang menjadi bosnya itu tak merasa takut sama sekali. Seandainya bos lelakinya tau, habislah riwayatnya.
Harry membukakan pintu depan dan mempersilahkan majikan wanitanya masuk. Kemudian ia menutup kembali pintu mobil, lalu duduk dibangku kemudi.
"Maafkan kelancangan saya semalam, harusnya saya tidak melakukan itu. Anda mabuk tapi saya malah...!"
Sstttt...
Alena dengan cepat menempelkan jari telunjuknya dibibir Harry, spontan membuat Harry terdiam.
"Aku tidak terlalu mabuk. Aku sadar saat memintamu melakukan semua itu. Terimakasih, karena kejadian semalam energiku kembali pulih, aku kembali bisa mengontrol emosi dan egoku melawan makhluk-makhluk biadab itu. Sekarang aku sudah merasa sama kotornya dengan suamiku jadi aku sudah tak merasa marah atau cemburu pada pengkhianatan-pengkhianatan yang dilakukannya lagi."
Alena mengambil nafas kuat-kuat sambil memejamkan mata dan bersandar dikursi dalam mobilnya. Harry kemudian melajukan mobilnya dan mulai merasa tak canggung berbicara dengan Alena.
"Seharusnya anda tidak perlu takut dengan ancaman Pak Yudi. Kalau perbuatannya menyakiti anda sebaiknya anda meminta pisah saja dari pada memilih main belakang seperti ini."
Alena mengambil nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya lagi. "Selain takut ancamanannya aku juga butuh uangnya, Harry. Ibuku sakit kanker darah, aku membutuhkan uang yang banyak untuk biaya berobatnya. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan uang dan membuat hidup ibu dan adikku berkecukupan. Meskipun semua ini harus ku bayar dengan kepedihan."
Harry menatap Alena iba, dia tak memyangka ternyata Alena punya kehidupan yang lebih menyedihkan darinya. "Maafkan saya karena lancang bertanya soal kehidupan pribadi anda."
Cup!
Harry memegang satu pipinya sambil melotot karena mendapat ciuman tiba-tiba dari majikannya.
"Harry kau kenapa?"
Harry terus melotot kejalanan saat menyetir tanpa menggerakan kepalanya sedikitpun, satu tangannya masih memegang pipi bekas ciuman Alena.
"Kedipkan matamu jika kau merasa baik-baik saja, Harry. Aku takut kita akan kecelakaan jika kau terus diam seperti ini."
Harry menoleh kearah Alena.
"Bagaimana saya merasa baik-baik saja jika anda terus membuat jantung saya berdebar hebat seperti ini." akhirnya Harry merespon juga ucapan bosnya.
"Kenapa dengan jantungmu Harry. Apa aku telah melukai jantungmu tanpa sadar?"
Harry menggeleng.
"Lalu?"
"Saya belum siap mati karena perbuatan ceroboh anda. Jika Pak Yudi tahu, saya pasti akan di bunuhnya."
Alena tertawa geli mendengar jawaban Harry.
"Kau lucu sekali, Harry. Sekarang tolong hentikan mobil di sini!"
Harry menoleh kearah Alena. "Maaf, kali ini biarkan saya jadi sopir pembangkang. Saya tidak bisa mengikuti perintah anda. Ini terlalu berbahaya." ucap Harry sambil terus melajukan kendaraannya, bahkan di kecepatan lebih tinggi dari sebelumnya.
Alena mengernyit, "Maksudmu?"
"Siang bolong begini, kita akan tertangkap jika anda mengajak saya melakukan perbuatan tidak terpuji seperti semalam lagi. Terlebih di pinggiran jalanan ramai seperti ini."
Alena tertawa sampai perutnya sangat sakit. Lagi-lagi Harry di buat bingung mendengar majikannya tertawa tanpa sebab.
"Anda menertawakan ketakutan saya?" tanya Harry begitu penasaran.
"Bukan Harry. Aku menertawakan pikiran parnomu, bukan ketakutanmu!" jawab Alena setelah puas tertawa.
"Maksud anda?" tanya Harry makin penasaran.
"Aku menyuruhmu berhenti di pom bensin tadi karena bensin mobil kita mau habis. Bukan untuk mengajakmu kembali bercinta seperti semalam."
Wajah Harry memerah mirip kepiting rebus karena menahan malu. Ingin sekali dia melompat dari mobil untuk menebus rasa malunya. Sedangkan Alena kembali tertawa untuk menggoda sopir tampannya.
"Jujur saja padaku, Harry! sebenarnya kamu tak bisa move on dari percintaan kita semalam kan, sampai-sampai tiap detik yang ada dalam kepalamu hanya memori indah percintaan kita semalam.
"Jangan salah paham, Bu. Sumpah saya cuma takut melakukan kesalahan yang sama."
"Kau kembali menyebutku dengan sebutan 'Ibu'?" geram Alena.
"Sampai kapanpun saya tidak bisa menyebut anda dengan sebutan nama saja."
"Lalu, aku bersumpah akan memberimu satu ciuman jika kau bersihkeras memanggilku dengan sebutan itu."
Karena takut dengan ancaman majikannya, Harry bergeser sedikikit sambil memegangi pipinya, takut majikan brutalnya nekad dan tiba-tiba kembali menciumnya.
'Kau bahkan bertambah imut saat melakukan hal menyebalkan seperti itu, Harry.' batin Alena.
Malam harinya...
Yudi sudah bersiap akan meledakan kemarahannya pada Alena. Ia begitu sangat marah saat pulang kerja tak mendapati Alena ada dirumah. Ia merasa Alena sekarang sudah menjadi seorang pembangkang, ia sangat tak suka itu.
Suara deru mobil terdengar masuk ke halaman rumah Yudi. Yudi yang tengah makan malam meninggalkan begitu saja makanannya demi meluapkan kemarahannya pada istri pertamanya.
Menggunakan mini dress berwarna coklat dan ketat, Alena membuat suaminya seakan tersihir akan pesonanya. Yudi menatap tanpa kedip Alena saat turun dari mobil. Rambut pendek Alena berhasil membuat Yudi pangling. Alena telah merubah penampilannya. Dia terlihat sangat berbeda sekarang. Biasanya ia hanya mengikat rambutnya tanpa make up yang menghiasi wajahnya. Namun kali ini, dia sangat cantik dengan polesan make up tipis dan gaya rambut barunya. Penghianatan suaminyalah yang memaksanya untuk berubah cantik seperti ini. Ia ingin membuat menyesal orang yang telah menyia-nyiakannya itu.
"Dari mana saja kamu?" tanya Yudi pura-pura ketus padahal amarahnya sedikit mereda setelah melihat penampilan cantik istri pertamanya.
"Pergi kesalon. Mas bisa lihat sendiri perubahan penampilanku sekarang kan?" Sambil memainkan kuku-kukunya Alena menjawab dengan santai pertanyaan suaminya.
"Seharusnya kamu ijin dulu, jadi Mas tak khawatir seperti ini!" ujar Yudi. Alena tersenyum kecut mendengarkan suaminya merendahkan volume suaranya kali ini. Ini moment langka yang benar-benar jarang terjadi. Biasanya suaminya selalu ringan tangan saat marah dengannya. Jangankan berbicara lembut, tangannya langsung terangkat ketika Alena sedikit saja menyinggung perasaannya.
"Sebaiknya Mas fokus saja dengan istri baru, Mas. Gak usah mempermasalahkan hal kecil seperti ini."
"Cukup Lena, jangan ungkit itu terus. Meskipun Mas ada istri baru, tapi mas gak akan membuatmu kesepian kok. Kalau dipikir-pikir dari semua wanita yang Mas kencani, tak ada yang bisa mengalahkan kecantikanmu. Bahkan masalah ranjangpun tak ada yang bisa menandingimu."
Alena merasa jijik mendengar ucapan suaminya.
"Kalau benar begitu, kenapa Mas terus menduakanku?"
Yudi memutar bola matanya, berharap bisa menemukan jawaban yang tepat untuk istrinya.
"Karena Mas manusia biasa. Wajar kan, kalau Mas punya keinginan untuk memiliki semua wanita cantik yang Mas lihat?"
Alena merasa geli mendengar jawaban instan suaminya. "Itu namanya serakah, Mas. Kau tetap tidak akan merasa puas meski sudah memiliki semua wanita cantik yang kau inginkan!" ceplos Alena.
"Mas, kok kamu tega ninggalin aku sendirian lama-lama di ruang makan sih!" geram Dewi yang marah melihat suaminya mulai berbaikan dengan Alena.
Yudi tak menggubris ucapan Dewi.
"Kita makan, Alena. Mas tahu kamu pasti belum makan, kan?" ajak Yudi, namun Alena dengan tegas menolaknya.
"Aku tidak lapar, Mas. Melihat wajah istri kedua Mas, nafsu makanku hilang!" ucap Alena kemudian meninggalkan begitu saja suami dan madunya.
"Len, tunggu! Sampai kapan kamu bersikap dingin seperti ini denganku?"
"Entah!" jawab Alena tanpa berhenti ataupun menoleh ke arah suaminya. Kini Alena masuk dalam kamarnya kemudian cepat-cepat ia mengunci pintu dari dalam.
Yudi melanjutkan makan malamnya tanpa Alena. Ia tak fokus makan bahkan kehilangan selera makannya karena terlalu memikirkan Alena. Dewi cemberut karena suaminya kali ini terlihat lebih banyak diam.
Selesai makan Yudi bergegas naik, dia tak sabar menuju kamar Alena. Namun keingainannya untuk masuk dalam kamar itu harus pupus, karena Alena sudah lebih dulu mengunci pintu kamar.
"Mas, bukankah ini malam kedua kita? kita masih pengantin baru, masa Mas tega biarin aku tidur sendiri sih!" bebel Dewi ketika melihat suaminya justru berada di depan kamar Alena.
"Semalam kan sudah puas sama kamu. Sekarang gantian dong sama Alena." balas Yudi sedikit mengacuhkan Dewi.
"Jangan gitu dong, Mas. Aku takut tidur sendirian." Dewi bergelayut manja di lengan suaminya, dia pikir suaminya akan terpancing dengan sikap manjanya.
"Jangan manja seperti anak kecil begini, deh! Malam ini pokoknya Mas mau tidur di kamar Alena, titik!" ucap tegas Yudi. Dewi menghentakan kakinya ke lantai kerana geram dengan suaminya. Bergegas dia pergi ke kamarnya sambil monyong.
"Len, buka pintunya. Mas mau tidur di kamarmu malam ini!"
Alena terkekeh mendengar ketukan pintu dan rengekan suaminya. Dia diam membisu pura-pura sudah tertidur pulas.
"Kau mendengarkanku kan, Len? kau hanya pura-pura tidur kan?"
Alena masih terdiam mengerjai suaminya.
"Kamu bilang adikmu butuh mobil, Len. Esok Mas akan belikan untuknya asalkan kamu mengijinkan Mas tidur di kamarmu malam ini." Alena tersenyum simpul melihat suaminya mulai terperangkap olehnya.
"Kau pikir, sebuah mobil bisa menukar harga diriku, Mas?" teriak Alena kemudian mulai menutup telinganya dengan bantal. Dia tak sudi kembali di sentuh lelaki yang sudah meniduri sahabatnya. Jika sekarang dia tetap bertahan di rumah itu, tak lain hanya karena terpaksa saja.
****
Keesokan malamnya Yudi mengajak dua istrinya menghadiri undangan makan malam dirumah salah satu temannya. Dengan bangga Yudi memamerkan kedua istri cantiknya pada semua teman-temannya yang ikut hadir dalam acara makan malamnya itu.
Semua temannya memuji kecantikan Alena dan Dewi, namun tetap saja Alena mendapat nilai plus karena kecantikannya susah untuk ditandingi. Sesekali Dewi melirik sinis jika madunya sedang dipuji.
Alena yang merasa gerah dengan kelakuan sombong suaminya memilih menghindar. Ia ingin menenangkan dirinya dengan pergi ke toilet. Ia terkejut bukan main ketika tiba-tiba ada seseorang yang membungkam mulutnya saat keluar dari toilet. Orang tersebut kembali menyeret paksa Alena untuk kembali masuk dalam toilet.
"Jangan berisik! aku tahu kamu tipe wanita gampangan, bersenang-senanglah denganku maka akan kuberi kemewahan hidup untukmu melebihi yang suamimu berikan padamu selama ini!" lelaki itu dengan bringas mencoba mencumbu bibir Alena tapi gagal. Alena yang memberontak membuat bibir lelaki itu hanya mengenai rahang dan rambut Alena saja. Namun meskipun begitu, lelaki itu tak gentar terus berusaha mendapatkan ciuman Alena, bahkan menginginkan lebih dari itu.
Alena berjongkok sedikit dan meraih hig heels miliknya, kemudian ia berhasil memukulkan benda itu ke kepala teman suaminya. Spontan lelaki itu kesakitan dan melepaskan cengkramannya pada Alena.
"Jangan pikir karena penampilanku, kau jadi menganggapku wanita gampangan! Aku bukan perempuan murahan yang sudi tidur dengan lelaki yang tak kucintai apalagi lelaki yang baru kukenal!"
Alena benar-benar marah pada lelaki brandal itu. Lelaki itu pikir dengan kekayaannya bisa membeli harga diri Alena, namun ternyata ia salah.
"Munafik kamu Alena, akan kubuat kau berlutut padaku suatu hari nanti!" gumam lelaki itu seorang diri. Ia sungguh tergila-gila dengan istri sahabatnya. Kalau kali ini dia tak beruntung, lain kali dia akan berusaha lebih keras lagi mendapatkan Alena.
Setelah mendapat perlakuan tak senonoh dari teman suaminya, Alena memilih menunggu suami dan madunya di dalam mobil. Dia diam tanpa suara duduk di sebelah Harry. Rasa syok masih menghantuinya.Harry ikut-ikutan terdiam berada di sebelah majikan cantiknya. Dia tak berani menanyakan kenapa majikannya itu terlihat murung.Dreeetttt...!Ponsel Alena bergetar, Dengan malas Alena mengangkat panggilan telepon dari suaminya.[Kamu di mana? sudah berapa lama kamu pergi ke toilet?" tanya geram Yudi.[Aku ada dalam mobil. Aku tunggu kalian dalam mobil saja.][Cepat kau segera kembali ke sini. Malu sama teman Mas kalau kamu asal pergi gitu tanpa pamitan lebih dulu.]Alena berdecak kesal.[Maaf, Mas. Aku sudah muak dengan sikap konyolmu yang menjadikanku dan Dewi sebagai bahan lelucon. Kamu bangga sekali memamerkan keberhasilanmu yang mempunyai dua istri seolah kamu lelaki yang sangat hebat. Aku takan kembali ke dalam. Bilang saja pada mereka aku tiba-tiba sakit ataupun kamu bisa cari alasan lain
Harry meneguk air sejuk yang diambilnya dalam kulkas. Sudah jam empat sore, dia mulai melihat Marni sibuk memasak di dapur. Ia merasa aman jika ada Marni. Majikan gilanya tak mungkin berani mendekatinya jika ada orang lain di dalam rumah."Pak Yudi enggak ada di rumah, tapi kenapa Bibik masak banyak?" tanya Harry yang terheran melihat banyaknya makanan yang Marni masak."Hari ini, keluarga Bu Alena datang. Bu Alena menyuruh saya masak masakan kesukaan mereka.""Owh." jawab singkat Harry. Dia bersyukur karena malam ini dia bisa kembali hidup tenang tanpa gangguan majikan sintingnya.Harry berbalik ingin menuju kamarnya kembali, namun sosok wanita yang akhir-akhir ini merampas kenyamanannya kembali membuat jantungnya ingin copot."Aaa...!" teriak Harry setelah berbalik. Tepat di hadapannya berdiri majikan sintingnya. Wanita itu benar-benar tak pedulikan apa pun. Ini membuat nyawa Harry merasa terus-terusan terancam karena aksi nekadnya."Bisa kamu tolong jemput keluargaku sekarang Harry
Buka pintunya! siapa yang mengunci pintu kamar mandi dari luar, woyyyy!" teriak Marni yang terjebak dalam kamar mandi. Alena melepaskan ciumannya sesaat."Apa ini ulahmu?"Harry terkekeh sambil mengangguk."Meski saya tak takut, mati. Saya tetap harus waspada pada bahaya yang bisa mengancam kita berdua." balas Harry.Alena girang bukan main. Harry yang biasanya ketus itu tiba-tiba berubah manis seperti ini. Dia melanjutkan ciumannya tanpa peduli dengan teriakan pembantunya yang meminta tolong.****Hari terus berlalu. Tiap malam dua manusia yang tengah menjalani cinta terlarang itu tak pernah menyia-nyiakan kesempatan mereka untuk curi-curi bertemu. Alena nampak tak peduli ketika Harry meninggalkan beberapa tanda merah keunguan di beberapa bagian tubuhnya."Alena sayang. Mas pulang!" teriak Yudi sambil mengetuk pintu kamar. Alena dan Harry terkejut bukan main, tiba-tiba sekali suaminya pulang ke rumah tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Ini jam satu malam, suaminya pulang lebih awal
Pov AlenaMas Yudi sudah pergi bekerja, sekarang aku duduk santai di ruang keluarga sambil membaca-baca Majalah. Bunga menghampiriku dan duduk di sebelahku sambil menyalakan Tv."Mbak sudah lama nikah sama Mas Yudi?" tanya Bunga, mukanya masih sangat polos dan lugu tapi yang membuatku sangat heran ia cukup bermental baja, berani mengambil resiko untuk menjadi istri ketiga Mas Yudi."Sekitar setahunan." jawabku singkat."Owh, kalau Mbak Dewi?" tanyanya lagi."Belum genap sebulan." jawabku, dia terlihat begitu kaget mendengarnya."Sumpah Mbak? Jadi waktu mereka ke Bali itu masih dalam masa bulan madu?" tanyanya. Aku sekarang gantian yang kaget mendengar pertanyaannya."Kamu enggak tahu?" Aku balik bertanya padany. Ia menjawab dengan menggelengkan kepala."Mas Yudi tidak menceritakan banyak hal saat itu. Yang dia katakan cuma Mbak Dewi itu istrinya.”"Owh." balasku singkat kembali fokus ke majalah.Di tengah perbincangan kami tiba-tiba datang Dewi merebut remot tv dari tangan Bunga."Gos
Pov Author"Len buka pintunya!"Yudi terus mengetuk pintu. Alena lebih dulu memastikan Harry sudah sampai ke bawah baru kemudian dia membukakan pintu untuk suaminya."Kalau kamu enggak suka Mas belikan mobil untuk Bunga kamu tinggal ngomong secara baik-baik. Enggak usah main kabur seperti ini. Kayak anak kecil saja kamu!" bebel Yudi.Alena berpura-pura manyun meski hatinya sedang merasa berbunga-bunga karena hubungannya dengan Harry sudah membaik."Istri baru Mas tak punya etika. Baru datang sudah membuat masalah. Masa semua yang ku miliki dia ingin milikku juga!""Jadi mas harus berbuat apa? Kalian sama-sama istri Mas!" tanya frustasi Yudi."Jangan belikan dia mobil seperti yang Mas janjikan padaku tadi. Dan tolong kasih tahu dia mulai sekarang jangan lagi berpikir memiliki semua barang seperti kepunyaanku. Mengerti?"Yudi menjambak rambutnya sendiri, kepalanya sudah sangat sakit menghadapi sikap egois semua istrinya."Baiklah. Sudah jangan ngambek lagi, Mas akan turuti keinginanmu k
"Len, apa kamu sudah tidur?" tanya Harry setelah mematikan panggilan telepon."Belum." jawab Alena parau."Kamu belum mengantuk?" tanya Harry terus berusaha mengajak Alena bicara. Harry tahu persis di dalam gudang kotor itu pasti Alena sangat ketakutan sendirian."Belum." jawab singkat Alena."Kamu butuh selimut? Tunggu sebentar, aku akan mengambilkannya untukmu!""Tidak perlu, Har. Kamu Pergi saja dari sini, aku tak mau kamu terkena masalah jika terus berada di sini!" ucap Alena menghawatirkan keselamatan Harry."Bukankah dari awal kita sudah saling berjanji untuk siap menghadapi resiko buruk yang akan terjadi? Kamu enggak perlu menghawatirkanku, Len. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kita akan selalu bersama-sama menghadapi masalah apa pun yang tengah terjadi."Jujur dari dalam hati Alena yang paling dalam, dia sungguh sangat tersentuh dengan ucapan Harry barusan."Maafkan aku Harry. Maafkan aku yang egois telah ikut menyeretmu dalam kehidupan menyedihkanku."Alena yang awalnya sudah
"Jadi kamu siap menikah denganku Harry? aku sudah malas bertahan dengan lelaki gila itu. Aku ingin segera mengakhirinya meskipun uangku belum terlalu banyak terkumpul." tanya Alena pada Harry. Dia sangat berharap lelaki yang sangat di cintainya itu mengiyakan pertanyaannya.Harry terdiam, dia bingung harus menjawab apa. Balas dendamnya baru saja di mulai, haruskah ia mengakhirinya demi Alena?Alena menatap Harry lekat, tak sabar menunggu lelaki itu menjawab pertanyaannya. "Kenapa kamu diam saja Harry? Apa keingananku memilikimu terlalu berlebihan?""Bukan begitu, Len. Aku cuma takut, kamu tidak terbiasa dengan kehidupanku yang sangat sederhana. Aku takut kamu akan kecewa dan menyesal setelah pernikahan kita." ucap Harry berbohong. Tentu saja Harry sangat percaya cinta Alena padanya sangat besar tanpa mempedulikan status Harry yang hanya seorang sopir. Tapi dia punya alasan sendiri kenapa belum buru-buru membawa Alena ke jenjang pernikahan.Raut wajah Alena seketika berubah, dia terlih
"Harry, menantu kur*ngaj*rku telah membawa paksa Alena dari rumah ini. Chika sampai terluka karena berusaha mencegah lelaki br*ngsek itu membawa Alena."Harry melihat kening Chika memar. Ujung bibir Chika juga berdarah. Tangan Harry mengepal melihat keluarga Alena di perlakukan seperti ini oleh Yudi.Harry mencoba menenangkan Rumi, "Ibu mau Alena cepat bisa bebas dari majikan lelaki saya?"Rumi mengangguk sedangkan Chika yang sedari tadi masih diam karena syok ikut menatap ke arah Harry."Saya mempunyai kerabat yang cukup berada. Tapi dia ada di luar kota. Dia juga ada dua butik di sana. Maukah ibu sementara menempati rumah kosongnya?"Ide Harry cukup membuat terkejut Chika dan Rumi."Chika juga bisa tetap kuliah di sana. Bahkan dia juga bisa bekerja di butik milik kerabat saya." sambung Harry kemudian."Tapi, Harry. Bagaimana jika Alena mencari ibu ke sini." tanya Rumi.Harry tersenyum sambil terus mencoba membujuk Rumi dan Chika."Ibu sendiri yang bilang kalau Bu Alena tidak pernah
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja