Harry meneguk air sejuk yang diambilnya dalam kulkas. Sudah jam empat sore, dia mulai melihat Marni sibuk memasak di dapur. Ia merasa aman jika ada Marni. Majikan gilanya tak mungkin berani mendekatinya jika ada orang lain di dalam rumah.
"Pak Yudi enggak ada di rumah, tapi kenapa Bibik masak banyak?" tanya Harry yang terheran melihat banyaknya makanan yang Marni masak.
"Hari ini, keluarga Bu Alena datang. Bu Alena menyuruh saya masak masakan kesukaan mereka."
"Owh." jawab singkat Harry. Dia bersyukur karena malam ini dia bisa kembali hidup tenang tanpa gangguan majikan sintingnya.
Harry berbalik ingin menuju kamarnya kembali, namun sosok wanita yang akhir-akhir ini merampas kenyamanannya kembali membuat jantungnya ingin copot.
"Aaa...!" teriak Harry setelah berbalik. Tepat di hadapannya berdiri majikan sintingnya. Wanita itu benar-benar tak pedulikan apa pun. Ini membuat nyawa Harry merasa terus-terusan terancam karena aksi nekadnya.
"Bisa kamu tolong jemput keluargaku sekarang Harry? Nanti aku akan memberikan alamat rumahku padamu."
"Bi...bisa...Bu...!" jawab gagap Harry.
"Bagus. Kemudikan mobil pelan-pelan karena ibuku sangat takut kecepatan!" pesan Alena. Kali ini dia terlihat waras karena dia tahu ada pembantunya yang sedang memasak.
"Ba...baik. Bu!"
Alena menarik sedikit ujung bibirnya. Sikap Harry terus-terusan membuatnya gemas.
****
Harry melajukan mobilnya di kecepatan sedang. Sekarang mobilnya telah sampai di depan rumah sederhana milik keluarga Alena.
"Selamat sore. Apa benar Anda Ibu Rumi?" tanya Harry pada wanita paroh baya dan gadis cantik yang sudah berdiri di depan rumah dengan pakaian rapih.
"Iya. Saya Rumi dan ini Chika anak saya. Apa kamu Harry, sopir anak saya?"
Harry tersenyum, "Betul sekali, Bu. Saya Harry. Mari masuk dalam mobil. Saya akan antarkan Anda ke tempat majikan saya!" ucap Harry sembari menunjuk kearah mobil.
"Tunggu, Bu. Jangan percaya begitu saja pada orang ini." sahut Chika. Adik Alena.
Ibunya mengernyit, "Memangnya kenapa?"
"Lelaki ini tidak terlihat seperti seorang sopir. Chika curiga, Bu. Dia orang jahat yang sedang menyamar sebagai sopir!"
Rumi yang tak enak dengan Harry mencubit pinggang Chika. Chika sempat berteriak karena kaget dengan cubitan ibunya.
"Ibu enggak percayaan banget sih sama Chika. Lihat betul-betul wajah penipu ini. Masa ada sopir sebening ini!"
Harry tersenyum mendengar ucapan adik Alena. Chika benar-benar mirip Alena. Dari wajah hingga gaya ceplos-ceplosnya membuat Harry tiba-tiba teringat bos gilanya.
Harry merogoh ponsel di saku celananya, dia menghubungi Alena untuk meyakinkan dua orang yang tengah meragukan identitasnya.
[Hallo, tampan! Kangen, ya. Masa baru ninggalin aku sebentar dah nelpon!]
Harry mendadak mual mendengar omong kosong majikannya. Namun dia terus bersikap biasa karena demi mempertahankan pekerjaannya.
[Adik Anda tidak percaya kalau saya sopir Anda.]
Alena terkekeh mendengar cerita Harry. Ya, karena 6bulan yang lalu dia juga tak percaya kalau Harry melamar kerja jadi sopir di rumahnya. Awalnya dia bersikap biasa dan jarang memperhatikan pesona Harry yang sangat memikat itu. Namun setelah kejadian malam itu, ia baru menyadari bahwa Harry sungguh mempunyai daya tarik yang luar biasa.
[Coba pas kenalan tadi kamu ngakunya selingkuhanku, pasti dia langsung percaya.]
Harry menyipitkan matanya. Majikannya kembali menggodanya dengan jawaban yang membuat perutnya mual. Kejadian malam itu bagi Harry merupakan kekhilafannya saja, dia tidak berniat mempertanggungjawabkan apa pun karena itu bukan murni kesalahannya.
[Tolong jangan bercanda, Bu. Jelaskan pada adik Anda agar saya tidak buang waktu terus berdiri tanpa kepastian seperti ini!] tegas Harry, Alena berhenti terkekeh. Ingin sekali memaki sopir ketusnya yang sok jual mahal itu.
[Berikan ponselmu pada adikku!] perintah jutek Alena karena kesal dengan ucapan Harry barusan.
Harry kemudian menyodorkan ponselnya pada Chika, "Kakak Anda mau bicara.]
Chika mengambil ponsel yang Harry berikan.
[Hallo!] sapa Chika.
[Ini Mbak, sayang. Harry sopir baru Mbak. Maaf karena belum sempat memberitahumu ciri-ciri fisiknya!]
Chika melotot mendengar ucapan kakaknya.
[Sumpah, Mbak? Kok bisa ya wajah cakep kaya artis gini mau jadi sopir Mbak? Btw dia single atau sudah punya pacar?”
Alena berdecak kesal mendengar pertanyaan adik perempuannya. Dia tak mau hubungannya dengan adik sendiri renggang karena memperebutkan Harry kelak.
"Jangan ganjen! Kakak mau kamu kuliah yang bener bukan malah tanya-tanya soal lelaki!] bebel Alena. Tak mau mendengar panjang lebar lagi ceramah kakaknya, Chika mematikan panggilan secara sepihak. Ia meringis merasa bersalah sambil mengembalikan ponsel Harry.
"Maaf, aku sudah salah paham."
"Ok. Tidak masalah. Sekarang mari masuk dalam mobil. Kakak Anda sudah menunggu Anda."
Chika dan Rumi membuntuti Harry dari belakang, setelah Harry membuka pintu mobil, Rumi masuk ke dalam mobil tapi tidak dengan Chika.
"Aku mau duduk di bangku depan!" ujar Chika. Sedikit menarik nafas kasar Harry menuruti permintaan adik bosnya. Sikap pemaksa dua wanita itu begitu mirip. Ini makin membuatnya frustasi.
Harry membuka pintu mobil depan kemudian mempersilahkan adik majikannya masuk.
"Terimakasih, tampan!"
Panggilan 'tampan' dari Chika dan suara serak Chika mengingatkan kembali Harry pada majikan tak warasnya. Harry mulai merasa Bosnya telah berhasil masuk ke alam bawah sadarnya. Semua hal yang ia lakukan tak lepas dari bayangan wanita itu. Apakah secara tak sadar dia telah menyukai Alena? Entahlah. Harry merasa mulai tersiksa dengan perasaannya sendiri.
Mobil Harry telah sampai di depan rumah majikannya. Alena yang sudah menunggu kedatangan mereka langsung berlari menghampiri kearah mereka.
"Bu, Lena kangen banget sama ibu. Maaf setelah menikah Lena jarang pulang ke rumah ibu." ucap Alena sambil memeluk erat ibunya yang terlihat sangat kurus itu. Kanker sudah menggerogoti tubuh ibunya. Dalam setahun ini, ibunya sudah banyak sekali keluar masuk rumah sakit. Yudi hanya mengizinkannya mentransfer uang untuk biaya rumah sakit Rumi. Namun dia melarang Alena menemui Rumi meski hanya sekedar menjenguknya di rumah sakit. Setega itu memang Yudi. Dia tak suka melihat Alena keluar dari rumahnya meski untuk menemui ibunya sendiri.
"Ibu paham, Nak. Maaf telah membuatmu menderita karena penyakit ibu."
Degh!
Meski sudah tahu cerita keluarga Alena, Harry begitu sangat tersentuh saat ibu Alena meminta maaf pada Alena. Mendadak ingin sekali ia mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Alena. Alena yang selalu membuatnya marah itu ternyata wanita kuat yang sebenarnya menyimpan banyak penderitaan.
Harry kembali ke kamarnya. Melihat keharmonisan Alena dan keluarganya benar-benar membuatnya tersentuh.
Harry mengeluarkan sebuah foto yang ia sembunyikan di bawah tumpukan bajunya. Foto dimana saat itu dia masih bahagia bersama kakak perempuannya.
"Haruskah aku lanjutkan balas dendam ini, kak?"
Harry berbicara sambil mengelus foto kakak perempuannya. Tujuan sebenarnya dia menjadi sopir di rumah Yudi untuk balas dendam pada Yudi dan Alena.
'Jihan Sanjaya'
Dia adalah kakak perempuan Harry yang bunuh diri karena Yudi. Yudi membatalkan acara pertunangannya dengan Jihan tanpa sebab. Seminggu setelah Yudi memutuskan untuk membatalkan pesta pertunangannya dengan Jihan, Yudi langsung menggelar pesta pernikahan mewahnya dengan Alena yang merupakan office girl di perusahaan milik Yudi.
Harry dan Yudi belum pernah bertemu, karena Harry sibuk mengurus dua butik peninggalan orang tuanya di Bandung. Sedangkan Jihan mengurus butik lainnya di Jakarta. Mereka yatim piatu sejak mereka masih berada di sekolah menengah. Hal itu membuat Harry begitu menyayangi Jihan, karena Jihanlah satu-satunya keluarga yang dia punya sekarang.
Setelah enam bulan kematian kakaknya, Harry memutuskan untuk balas dendam dengan menyamar sebagai sopir di rumah Yudi. Ia ingin membuat bangkrut Yudi dan ingin membuat pelajaran setimpal juga buat Alena. Namun setelah melihat kenyataan bahwa Alena juga korban seperti kakak perempuannya, Harry mulai bimbang. Ia justru merasa kasian dengan nasib Alena sekarang.
Dibelakang foto kakaknya, tersimpan juga foto cantik seorang perempuan. Dia adalah Sinta pacar Harry. Karena rencana balas dendam ini dia harus meninggalkan begitu saja Sinta tanpa kepastian hubungan mereka. Padahal Harry tau betul, wanitanya pasti akan sangat terluka. Terlebih jika pacarnya itu tahu kalau Harry sudah pernah menyentuh wanita lain selain dirinya.
Harry memijit kepalanya yang terasa sangat sakit. Dia terperangkap sendiri dengan usaha balas dendamnya. Kini dia tak bisa menyangkal kalau dia mulai menyukai majikan nakalnya. Sedangkan di luar sana, kekasihnya pasti sedang menunggu kepastiannya.
****
"Kak, kami tidur di kamar biasa kan?" tanya Chika pada Alena. Ibunya sedang berbincang dengan bik Marni di dapur, ini kesempatan Alena menjelaskan kejadian sebenarnya pada Chika.
Chika terkejut bukan main mendengar cerita Alena. Dia sama sekali tak menduga Dewi bisa sejahat itu pada Alena.
"Mbak Diam saja di tusuk dari belakang oleh mereka seperti ini?" geram Chika tak habis pikir dengan sikap pasrah kakaknya.
"Mbak masih mikir banyak kali mau melawan mereka. Ibu butuh biaya banyak untuk berobat. Biarlah Mbak tahan sampai mbak berhasil mengambil sebagian harta Mas Yudi."
"Maafin kami yang selalu merepotkanmu ya, Mbak!" ucap Chika sambil memeluk erat tubuh kakaknya.
"Mbak baik-baik saja, kok. Kebahagiaan kalian adalah kebahagiaanku juga " balas Alena.
"Mbak jangan melawan Mas Yudi, ya. Bersikaplah baik padanya selama menjalankan rencana ini. Chika tak mau ringan tangan Mas Yudi bisa kembali melukai hati dan tubuh Mbak."
Ucapan Chika membuat Alena sadar, bahwa sikap jutek dan keras kepalanya justru akan mempersulitnya. Harusnya dia bermain lebih cantik lagi agar suaminya dengan mudah masuk dalam perangkapnya.
"Iya, sayang. Mbak tidak akan menggunakan ego Mbak lagi untuk menghadapi lelaki doyan kawin itu!"
Chika tertawa renyah mendengar ucapan kakaknya. Dia begitu tersentuh dengan pengorbanan Alena. Dia tahu betul dari awal Alena tak mencintai Yudi. Yudi yang merupakan bos Alena memanfaatkan sakit ibu Alena untuk memaksa Alena agar mau menikah dengannya.
Keesokan harinya Alena ikut mengantar ibu dan adiknya pulang. Sepanjang perjalanan Alena terus mengukir senyum saat berbincang dengan keluarganya. Entah kenapa baru sekarang Harry baru menyadari kalau senyuman bos sintingnya sangat manis.
"Harry, antarkan aku ke butik terdekat." perintah Alena saat dalam perjalanan pulang kembali ke rumahnya.
"Baik, Bu." ucap Harry. Kali ini nada bicara Harry sedikit melembut namun Alena belum menyadarinya.
Harry ikut masuk ke dalam butik. Menemani majikannya berbelanja.
"Ini pakaian kurang bahan. Anda tidak cocok memakainya."
Alena di buat tercengang dengan perlakuan Harry kali ini. Harry merebut begitu saja sebuah drees dengan belahan diatas lutut dari tangan Alena.
Alena yang belum menyadari perubahan Harry kembali memilih baju-baju seksi lainnya. Namun kembali Harry merebutnya, kali ini perbuatan Harry membuat wanita itu kehilangan kesabarannya.
"Kalau semua pakaian di butik ini kurang bahan, kenapa kamu membawa aku ke tempat ini, bodoh?"
Harry sempat mundur beberapa langkah karena makian majikan cantiknya yang terdengar begitu mengerikan.
"Kalau begitu saya akan bawa anda ke butik lain." ucap takut-takut Harry.
"Tidak perlu. Mood belanjaku sudah rusak karenamu!" maki Alena lagi. Entah kenapa Harry mendadak sangat suka melihat majikannya marah seperti ini meski terlihat sangat menakutkan. Ia tertawa dalam hati melihat ekspresi majikannya ketika sedang marah.
"Kenapa Anda duduk di belakang?" tanya Harry ketika Alena lebih memilih duduk dibangku belakang.
"Di depan salah di belakang salah. Sebenarnya apa maumu?" tanya Alena sambil memasang wajah garangnya. Harry cepat-cepat membungkam mulutnya dan mengalihkan pandangannya melihat wajah mengerikan majikannya yang seperti ingin menelannya hidup-hidup.
"Harry, apa kamu tahu tempat yang aman dengan harga terjangkau yang sekiranya aman buat keluargaku?"
Pertanyaan Alena membuat Harry menatap wanita itu lewat kaca spion yang ada sedikit di atasnya.
"Saya baru di kota ini. Saya kurang paham soal itu."
Alena mendesah kesal. "Uang tabunganku yang tak seberapa ini harusnya bisa untuk menyembunyikan keluargaku dari kegilaan Mas Yudi nantinya."
Kembali Harry hanya bisa merasa iba mendengar cerita Alena. Kalau saja dia sedang tidak menyamar, jangankan rumah sederhana, rumah mewah pun ia sanggup belikan untuk keluarga Alena. Tapi apa boleh buat, dia belum siap berterus terang tentang identitasnya pada Alena.
"Saya akan bertanya pada beberapa teman saya. Saya harap bisa menemukan rumah paling aman untuk keluarga Anda."
Wajah Alena kembali ceria mendengar ucapan Harry. Dia mendekatkan tubuhnya di belakang kursi Harry.
"Kau benar ikhlas menolongku?" Harry mengangguk dan perasaannya mulai tak enak karena majikan gilanya mulai kumat.
"Bener kamu enggak mau hadiah dariku?" tanya Alena dengan senyum nakalnya.
"Tidak perlu. Cukup membuat hidup saya tenang itu sudah saya anggap ucapan terima kasih dari Anda!" jawab Harry.
"Terserah kamulah, Harry. Kalau hidup tenang adalah impianmu akan aku kabulkan. Mulai sekarang aku akan berhenti mengganggumu!" kesal Alena.
Entah kenapa Harry tak suka mendengar Alena mulai menyerah mendapatkan hatinya. Benar kata wanita cantik itu kalau Harry memang munafik. Apa yang dalam kepalanya lain dengan apa yang keluar dari mulutnya.
Sesampai di rumah, Alena bergegas menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Saat ia ingin menuangkan air minum dalam gelasnya tiba-tiba Harry merebutnya.
"Biar saya yang menuangkannya!"
Alena kembali di buat tercengang oleh perubahan drastis sopirnya. Jika sebelumnya sopirnya selalu mengusirnya agar menjauh karena takut ketahuan, kini dia justru yang merasa ketakutan di buat sopirnya.
"Apa kamu sedang kesambet Harry? biasanya kamu yang selalu menyuruhku menjauh karena takut ketahuan." tanya Alena bingung.
"Bik Marni sedang mandi. Dia kalau mandi lama jadi dia enggak akan mungkin mergokin kita di sini." balas Harry sambil memberikan gelas berisi air dingin itu pada Alena. Alena meneguk air itu kemudian meletakan gelasnya di atas meja.
Alena kemudian tersenyum tapi dia enggan mengucapkan terima kasih. Wanita itu sekarang tengah sibuk mengontrol debaran jantungnya yang tiba-tiba berdebar sangat cepat.
"Kamu kenapa bisa berubah semanis ini?" tanya Alena setelah dia merasa perasaannya lebih baik dari sebelumnya.
"Karena saya mulai sadar. Bahwa ketakutan terbesar saya adalah kehilangan Anda bukan kehilangan nyawa saya!"
Alena yang merasa tersentuh dengan pengakuan Harry, spontan menarik baju Harry dan sedikit berjinjit untuk mendapatkan bibir Harry yang sempat membuatnya melayang sesaat.
"Buka pintunya! Siapa yang mengunci pintu kamar mandi dari luar, woyyyy!" teriak Marni yang terjebak dalam kamar mandi. Alena melepaskan ciumannya sesaat.
"Apa ini ulahmu?"
Harry terkekeh sambil mengangguk.
"Meski saya tak takut mati, lagi. Saya tetap harus waspada pada bahaya yang bisa mengancam kita berdua." balas Harry.
Alena girang bukan main, Harry yang biasanya ketus itu tiba-tiba berubah manis seperti ini. Dia melanjutkan ciumannya tanpa peduli dengan teriakan pembantunya yang meminta tolong.
Buka pintunya! siapa yang mengunci pintu kamar mandi dari luar, woyyyy!" teriak Marni yang terjebak dalam kamar mandi. Alena melepaskan ciumannya sesaat."Apa ini ulahmu?"Harry terkekeh sambil mengangguk."Meski saya tak takut, mati. Saya tetap harus waspada pada bahaya yang bisa mengancam kita berdua." balas Harry.Alena girang bukan main. Harry yang biasanya ketus itu tiba-tiba berubah manis seperti ini. Dia melanjutkan ciumannya tanpa peduli dengan teriakan pembantunya yang meminta tolong.****Hari terus berlalu. Tiap malam dua manusia yang tengah menjalani cinta terlarang itu tak pernah menyia-nyiakan kesempatan mereka untuk curi-curi bertemu. Alena nampak tak peduli ketika Harry meninggalkan beberapa tanda merah keunguan di beberapa bagian tubuhnya."Alena sayang. Mas pulang!" teriak Yudi sambil mengetuk pintu kamar. Alena dan Harry terkejut bukan main, tiba-tiba sekali suaminya pulang ke rumah tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Ini jam satu malam, suaminya pulang lebih awal
Pov AlenaMas Yudi sudah pergi bekerja, sekarang aku duduk santai di ruang keluarga sambil membaca-baca Majalah. Bunga menghampiriku dan duduk di sebelahku sambil menyalakan Tv."Mbak sudah lama nikah sama Mas Yudi?" tanya Bunga, mukanya masih sangat polos dan lugu tapi yang membuatku sangat heran ia cukup bermental baja, berani mengambil resiko untuk menjadi istri ketiga Mas Yudi."Sekitar setahunan." jawabku singkat."Owh, kalau Mbak Dewi?" tanyanya lagi."Belum genap sebulan." jawabku, dia terlihat begitu kaget mendengarnya."Sumpah Mbak? Jadi waktu mereka ke Bali itu masih dalam masa bulan madu?" tanyanya. Aku sekarang gantian yang kaget mendengar pertanyaannya."Kamu enggak tahu?" Aku balik bertanya padany. Ia menjawab dengan menggelengkan kepala."Mas Yudi tidak menceritakan banyak hal saat itu. Yang dia katakan cuma Mbak Dewi itu istrinya.”"Owh." balasku singkat kembali fokus ke majalah.Di tengah perbincangan kami tiba-tiba datang Dewi merebut remot tv dari tangan Bunga."Gos
Pov Author"Len buka pintunya!"Yudi terus mengetuk pintu. Alena lebih dulu memastikan Harry sudah sampai ke bawah baru kemudian dia membukakan pintu untuk suaminya."Kalau kamu enggak suka Mas belikan mobil untuk Bunga kamu tinggal ngomong secara baik-baik. Enggak usah main kabur seperti ini. Kayak anak kecil saja kamu!" bebel Yudi.Alena berpura-pura manyun meski hatinya sedang merasa berbunga-bunga karena hubungannya dengan Harry sudah membaik."Istri baru Mas tak punya etika. Baru datang sudah membuat masalah. Masa semua yang ku miliki dia ingin milikku juga!""Jadi mas harus berbuat apa? Kalian sama-sama istri Mas!" tanya frustasi Yudi."Jangan belikan dia mobil seperti yang Mas janjikan padaku tadi. Dan tolong kasih tahu dia mulai sekarang jangan lagi berpikir memiliki semua barang seperti kepunyaanku. Mengerti?"Yudi menjambak rambutnya sendiri, kepalanya sudah sangat sakit menghadapi sikap egois semua istrinya."Baiklah. Sudah jangan ngambek lagi, Mas akan turuti keinginanmu k
"Len, apa kamu sudah tidur?" tanya Harry setelah mematikan panggilan telepon."Belum." jawab Alena parau."Kamu belum mengantuk?" tanya Harry terus berusaha mengajak Alena bicara. Harry tahu persis di dalam gudang kotor itu pasti Alena sangat ketakutan sendirian."Belum." jawab singkat Alena."Kamu butuh selimut? Tunggu sebentar, aku akan mengambilkannya untukmu!""Tidak perlu, Har. Kamu Pergi saja dari sini, aku tak mau kamu terkena masalah jika terus berada di sini!" ucap Alena menghawatirkan keselamatan Harry."Bukankah dari awal kita sudah saling berjanji untuk siap menghadapi resiko buruk yang akan terjadi? Kamu enggak perlu menghawatirkanku, Len. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kita akan selalu bersama-sama menghadapi masalah apa pun yang tengah terjadi."Jujur dari dalam hati Alena yang paling dalam, dia sungguh sangat tersentuh dengan ucapan Harry barusan."Maafkan aku Harry. Maafkan aku yang egois telah ikut menyeretmu dalam kehidupan menyedihkanku."Alena yang awalnya sudah
"Jadi kamu siap menikah denganku Harry? aku sudah malas bertahan dengan lelaki gila itu. Aku ingin segera mengakhirinya meskipun uangku belum terlalu banyak terkumpul." tanya Alena pada Harry. Dia sangat berharap lelaki yang sangat di cintainya itu mengiyakan pertanyaannya.Harry terdiam, dia bingung harus menjawab apa. Balas dendamnya baru saja di mulai, haruskah ia mengakhirinya demi Alena?Alena menatap Harry lekat, tak sabar menunggu lelaki itu menjawab pertanyaannya. "Kenapa kamu diam saja Harry? Apa keingananku memilikimu terlalu berlebihan?""Bukan begitu, Len. Aku cuma takut, kamu tidak terbiasa dengan kehidupanku yang sangat sederhana. Aku takut kamu akan kecewa dan menyesal setelah pernikahan kita." ucap Harry berbohong. Tentu saja Harry sangat percaya cinta Alena padanya sangat besar tanpa mempedulikan status Harry yang hanya seorang sopir. Tapi dia punya alasan sendiri kenapa belum buru-buru membawa Alena ke jenjang pernikahan.Raut wajah Alena seketika berubah, dia terlih
"Harry, menantu kur*ngaj*rku telah membawa paksa Alena dari rumah ini. Chika sampai terluka karena berusaha mencegah lelaki br*ngsek itu membawa Alena."Harry melihat kening Chika memar. Ujung bibir Chika juga berdarah. Tangan Harry mengepal melihat keluarga Alena di perlakukan seperti ini oleh Yudi.Harry mencoba menenangkan Rumi, "Ibu mau Alena cepat bisa bebas dari majikan lelaki saya?"Rumi mengangguk sedangkan Chika yang sedari tadi masih diam karena syok ikut menatap ke arah Harry."Saya mempunyai kerabat yang cukup berada. Tapi dia ada di luar kota. Dia juga ada dua butik di sana. Maukah ibu sementara menempati rumah kosongnya?"Ide Harry cukup membuat terkejut Chika dan Rumi."Chika juga bisa tetap kuliah di sana. Bahkan dia juga bisa bekerja di butik milik kerabat saya." sambung Harry kemudian."Tapi, Harry. Bagaimana jika Alena mencari ibu ke sini." tanya Rumi.Harry tersenyum sambil terus mencoba membujuk Rumi dan Chika."Ibu sendiri yang bilang kalau Bu Alena tidak pernah
Hidup bukanlah masalah memegang kartu yang bagus, tetapi terkadang, memainkan kartu yang buruk dengan baik." - Jack London.Harry sudah bersiap memakai seragam kerjanya. Yudi yang merasa masih sakit kepala karena effect obat tidur yang Harry berikan semalam meminta Harry mengantarnya pergi ke kantor."Berhenti di coffee shop terdekat, Har. Aku rasa aku butuh secangkir kopi untuk mengembalikan energiku.""Baik, Pak." balas Harry.Setelah menemukan coffe shop terdekat, Harry memarkirkan mobilnya tepat di depan tempat tersebut.Ikutlah ke dalam." perintah Yudi dan Harry mengikuti bosnya dari belakang."Tolong pesankan satu latte untukku. Kamu terserah mau pesan apa, pasanlah!" perintah Yudi sambil menyodorkan uang pada Harry. Harry mengambil uang pemberian dari bosnya kemudian masuk dalam antrian. Beberapa saat kemudian, Harry telah selesai mengorder lalu menghampiri meja tempat bosnya berada."Terimakasih." ucap Yudi. Harry tersenyum lalu duduk persis di depan bosnya."Semalam aku meras
Tring!Sebuah notifikasi pesan masuk, Alena terperanjat kaget melihat nominal uang yang masuk dalam rekeningnya."Wow!" ucap Alena reflek hingga membuat dua madunya menoleh penasaran kearahnya. Tiga istri Yudi sedang berkumpul di ruang keluarga. Meski tidak akur terkadang mereka berkumpul juga melepas rasa bosan sebelum suami mereka pulang ke rumah.Belum hilang rasa terkejutnya, sebuah panggilan masuk datang dari Yudi. Alena tak mengangkat panggilan tersebut, egonya lebih tinggi dari kebahagiaannya mendapat uang banyak dari suaminya.Yudi geram, ia sudah mengikuti saran Harry, namun Alena masih saja belum mau memaafkannya.DreeetttPonsel Dewi bergetar, melihat sang suami menelponnya membuat Dewi merasa kegirangan.[Hallo, sayang. Pasti kangen ya, sama aku. Baru dua jam ninggalin aku, masa sudah kangen sih!] ucap Dewi sengaja memanas-manasi Alena dan Bunga. Alena cuek sambil sibuk dengan ponselnya sedangkan Bunga ingin muntah mendengar ucapan berlebihan Dewi.[Kamu ini ada-ada saja.
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja