“Kalian akan terus di sana?” Suara lantang Axel yang bertanya membuat Naomi dan Hans secara bersamaan melihat ke arahnya. Hans menurunkan tangannya dengan cepat. Axel cemberut, pria itu tidak bisa menyembunyikan ketidak sukaan di matanya hanya dengan melihat Naomi akrab dengan Hans. Ada rasa kesal yang membuat Axel ingin memarahi mereka, namun dia harus menahan diri karena gengsi. “Makanannya sudah jadi, masuklah,” kata Axel lagi. Tangan Hans terulur hendak mengulurkan bantuan kepada Naomi agar bisa pergi bersama-sama. “Biar aku saja,” sela Axel tepat ketika Naomi hendak membuka mulutnya. Dalam langkah tergesa Axel berjalan mendekati Naomi yang membuat Hans mau tidak mau harus segera menyingkir pergi dan memahami situasi kekanakan yang dialami sahabatnya itu. Hans mengedikan bahunya tidak peduli, pria itu segera pergi memberikan waktu seluas-luasnya untuk Axel dan Naomi berdekatan. Tanpa perlu dijelaskan sedikitpun Hans sudah bisa memahami kecemburuan Axel, namun gengsi besar A
Naomi melahap makanannya sampai habis, gadis itu terlihat sangat senang dengan makanan lezat yang tidak bernah berhenti dia santap sejak tinggal di North Emit. Sesekali Naomi melihat keluar jendela, memperhatikan kapal yang ditumpanginya mulai berjalan mengelilingi kota North Emit. Di samping Naomi, Axel ikut makan, pria itu tidak berbicara apapun. Makan dalam diam adalah kebiasaan Axel, pria itu selalu merasa terganggu dan marah jika ada yang makan sambil berbicara. Hans yang sejak tadi ikut dalam satu kapal ikut menikmati makanannya. Naomi penasaran, seberada dekat sebenarnya hubungan pertemanan Axel dan Hans, ini untuk pertama kalinya Naomi diperkenalkan pada teman Axel. Piring kosong yang di atas meja sudah di ambil oleh para pekerja, kini hanya tinggal minuman segar sebagai hidangan penutup. “Apa kalian sangat dekat?” Naomi kembali angkat suara karena kini mereka sudah selesai makan. “Benar,” jawab Hans. “Tidak,” jawab Axel. Jawaban yang tidak singkron di antara kedua pr
Matahari terlihat mulai turun dan sebentar lagi akan tenggelam. Naomi duduk di bangku sambil melihat ke arah barat, menikmati pemandangan indah yang menghangatkan permukaan kulitnya. Naomi merasa bahagia hanya dengan melihat keindahan di depan matanya, namun hangatnya sinar matahari membuat Naomi merasa sedih karena teringat Magnus yang dia rindukan. Hangat sinar matahari mengingatkan Naomi pada sebuah pelukan Magnus. Axel yang baru datang langsung duduk di sisi Naomi dan ikut memperhatikan apa yang Naomi lihat. “Naomi,” panggil Axel pelan. Naomi melirik Axel yang kini berada di sisinya, untuk sesaat gadis itu terdiam dan hanya memperhatikan wajah tampan Axel yang tersapu oleh kuningnya cahaya matahari. Pria itu seperti sebuah patung dewa, dipahat dengan hati-hati dan diciptakan dalam waktu yang lama. Pahatan di wajahnya yang sempurna, pakaiannya yang lebih santai begitu terintimidasi oleh auranya yang kuat, bahkan ketika helaian rambutnya yang bergerak di terpa angin, kini helaia
Siang telah berlalu, malam datang dengan cepat. Jennie melangkah dengan anggun menenteng sebuah tas mahalnya, wanita itu mengenakan sebuah gaun merah yang membentuk tubuhnya yang sempurna, paras cantik Jennie berhasil membuat beberapa orang yang sempat melihat sampai terpesona. Tidak jarang ada beberapa orang yang mengajaknya berphoto bersama. Jennie adalah seorang atlit es skating yang pernah mendapatkan mendali emas di sebuah olimpiade internasional, Jennie juga aktif di entertainment sebagai seorang model professional sejak dia menikah. Bisa dikatakan, Jennie memiliki karier yang cemerlang dengan statusnya sebagai selebritis. Akhir-akhir ini namanya yang sempat menurun kembali naik karena kabar perceraian yang dia lakukan. Jennie sengaja mempublikasikan berita perceraiannya dengan harapan Axel mendengar berita itu dan menghubungi kembali, tapi ternyata usaha Jennie sangat sia-sia. Axel tidak peduli kepadanya, dia justru memiliki wanita lain untuk diperkenalkan di depan umum. J
Naomi gelisah, terakhir kali dia berbicara dengan ibunya hanya menimbulkan perselisihan lebih jauh. Naomi khawatir, ibunya akan marah karena dia bertunangan tanpa memberitahu Cassandra terlebih dahulu. Kendaraan yang membawa Naomi akhirnya bisa sampai ke tempat hotel Cassandra berada, beruntung saja waktu Cassandra memberikan alamat, Naomi tidak membuangnya. Isac yang mengantar dan menjadi pengawal Naomi dengan sigap mengantarnya pergi masuk ke dalam hotel. Secara kebetulan ketika Naomi baru sampai loby, Cassandra keluar, namun di belakangnya, pengawal Cassandra membawa koper yang menandakan jika kini wanita itu hendak pergi. Langkah Cassandra terhenti begitu dia berhadapan dengan Naomi. “Ibu,” panggil Naomi pelan dan ragu. Cassandra tersenyum memaksakan, namun matanya tidak mampu menutupi rasa kecewa dan sedihnya karena Naomi memperlakukannya dengan berbeda seakan dia tidak memiliki andil apapun untuk bisa ikut memutuskan pilihan Naomi. Pandangan Cassandra terjatuh pada kaki Nao
“Jaden, aku mohon, maafkan aku!” teriak Feira menangis di depan pintu. “Aku mohon, aku minta maaf, jangan tinggalkan aku,” ucap Faira terdengar memohon. Sudah sangat lama Jaden tidak membuka pintu apartementnya untuk Feira, pria itu tidak membiarkan Feira masuk dan tidak mengindahkan permohonannya. Setelah putus dari Feira, Jaden tidak hanya memutuskan hubungan komunikasi, dia juga mengganti semua kode akses masuk ke dalam apartementnya. Jaden tahu akan begitu sulit untuknya bergerak karena Feira pasti akan mengganggunya, begitu pula dengan keluarga Feira yang memaksa Jaden untuk kembali bersama Feira dengan berbagai tekanan. Dibandingkan harus menghibur Feira, membujuk dan memberinya banyak penjelasan panjang lebar agar gadis itu mengerti, Jaden merasa akan lebih baik jika Feira membencinya dengan begitu Jaden akan merasa sedikit lebih bisa bernapas. Feira menangis memukul permukaan daun pintu, gadis itu terus menangis memohon Jaden membuka pintu, Feira tidak mempedulikan tatapan
Selembar photo kecil berada di genggaman Magnus, pria paruh baya itu memandang lembut potret dirinya bersama Naomi sewaktu Naomi wisuda. Sudah satu bulan lebih mereka berpisah, Magnus mulai merindukan puterinya. Setelah melewati pengobatan dan mengalami efek samping dari sakit yang dideritanya, kini tubuh Magnus semakin menyusut kurus kering kehilangan berat badan, wajahnya terlihat pucat memiliki banyak cekungan tajam, keadaannya tidak menunjukan bahwa dia akan pulih dan menjalani kehidupan Normal seperti biasanya lagi. Beruntung sekali selama Magnus tidak bisa lagi melakukan pekerjaannya, Jaden dan Harvey dengan kompaknya membantunya. Bahkan meski Harvey sudah tidak lagi bekerja untuknya, Harvey masih meluangkan waktu untuk menemani Magnus sebelum dia benar-benar pindah secara resmi. “Harvey,” panggil Magnus dengan suara yang serak dalam. Havey yang baru memasukan laptop dan beberapa berkasnya ke dalam tas, segera berdiri dengan tegak dan tersenyum simpul. “Ya, Tuan?” “Bisakah a
Ada keheningan yang terjadi usai kepergian Harvey. Cassandra tidak dapat berkata-kata karena masih terlalu terkejut, sementara Magnus sedang mengumpulkan kekuatan untuk bisa berbicara serius dengan mantan isterinya itu. “Aku tidak tahu kapan aku akan meninggal, lambat laun hal itu akan datang dengan pasti. Sebelum aku meninggal, aku memiliki permintaan,” Magnus memulai pembicaraan. Cassandra menegakan tubuhnya kembali dan menatap Magnus dengan serius, menunggunya untuk melanjutkan ucapannya. “Jangan merusak pertunangan Naomi, Axel adalah pria yang sudah aku pilih sejak lama untuk menjadi pasangan Naomi. Jangan membuat dia menangis lagi, biarkan dia tumbuh berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri, jangan merusak kabahagiaannya,” ucap Magnus dengan napas tersendat-sendat. Cassandra tidak bisa langsung menjawab, tangan wanita itu mulai bertaut dengan keras, sorot matanya berubah menjadi gelap ketika melihat Magnus. “Mengapa kau menyembunyikan ini dari Naomi?” tanya Cassandra. Magnus
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara