“Jaden tunggu, aku mohon beri waktu untuk berbicara, aku mohon,” isak Feiara menahan tangan Jaden agar pria itu tidak berabalik pergi. Jaden membuang napasnya dengan berat, pria itu tidak tega melihat keadaan Feira yang tidak begitu baik. Walau bagaimanapun, sampai saat ini Jaden mencintai wanita itu, namun keadaan memaksa Jade untuk mundur. Lebih mudah untuk Jaden belajar melupakan Feira dibandingkan dengan harus menjalani kehidupan yang penuh tekanan dan penghinaan. “Kau mau berbicara apa?” tanya Jaden melunak. Feira menyeka air matanya yang sempat terjatuh, gadis itu mendekat selangkah dan tertunduk memegang lebih erat pergelangan tangan Jaden. “Aku minta maaf Jaden, aku sungguh menyesal dengan perbuatanku. Aku berjanji akan berubah, aku mohon.. jangan meninggalkan aku.” “Fei, aku sungguh minta maaf. Namun aku tidak bisa.” “Tapi mengapa? Beri aku kesempatan Jaden, aku mohon. Aku tidak ingin kehilanganmu.” “Aku sudah banyak memberimu kesempatan, tidak ada lagi tempat untuk k
“Kalian akan terus di sana?” Suara lantang Axel yang bertanya membuat Naomi dan Hans secara bersamaan melihat ke arahnya. Hans menurunkan tangannya dengan cepat. Axel cemberut, pria itu tidak bisa menyembunyikan ketidak sukaan di matanya hanya dengan melihat Naomi akrab dengan Hans. Ada rasa kesal yang membuat Axel ingin memarahi mereka, namun dia harus menahan diri karena gengsi. “Makanannya sudah jadi, masuklah,” kata Axel lagi. Tangan Hans terulur hendak mengulurkan bantuan kepada Naomi agar bisa pergi bersama-sama. “Biar aku saja,” sela Axel tepat ketika Naomi hendak membuka mulutnya. Dalam langkah tergesa Axel berjalan mendekati Naomi yang membuat Hans mau tidak mau harus segera menyingkir pergi dan memahami situasi kekanakan yang dialami sahabatnya itu. Hans mengedikan bahunya tidak peduli, pria itu segera pergi memberikan waktu seluas-luasnya untuk Axel dan Naomi berdekatan. Tanpa perlu dijelaskan sedikitpun Hans sudah bisa memahami kecemburuan Axel, namun gengsi besar A
Naomi melahap makanannya sampai habis, gadis itu terlihat sangat senang dengan makanan lezat yang tidak bernah berhenti dia santap sejak tinggal di North Emit. Sesekali Naomi melihat keluar jendela, memperhatikan kapal yang ditumpanginya mulai berjalan mengelilingi kota North Emit. Di samping Naomi, Axel ikut makan, pria itu tidak berbicara apapun. Makan dalam diam adalah kebiasaan Axel, pria itu selalu merasa terganggu dan marah jika ada yang makan sambil berbicara. Hans yang sejak tadi ikut dalam satu kapal ikut menikmati makanannya. Naomi penasaran, seberada dekat sebenarnya hubungan pertemanan Axel dan Hans, ini untuk pertama kalinya Naomi diperkenalkan pada teman Axel. Piring kosong yang di atas meja sudah di ambil oleh para pekerja, kini hanya tinggal minuman segar sebagai hidangan penutup. “Apa kalian sangat dekat?” Naomi kembali angkat suara karena kini mereka sudah selesai makan. “Benar,” jawab Hans. “Tidak,” jawab Axel. Jawaban yang tidak singkron di antara kedua pr
Matahari terlihat mulai turun dan sebentar lagi akan tenggelam. Naomi duduk di bangku sambil melihat ke arah barat, menikmati pemandangan indah yang menghangatkan permukaan kulitnya. Naomi merasa bahagia hanya dengan melihat keindahan di depan matanya, namun hangatnya sinar matahari membuat Naomi merasa sedih karena teringat Magnus yang dia rindukan. Hangat sinar matahari mengingatkan Naomi pada sebuah pelukan Magnus. Axel yang baru datang langsung duduk di sisi Naomi dan ikut memperhatikan apa yang Naomi lihat. “Naomi,” panggil Axel pelan. Naomi melirik Axel yang kini berada di sisinya, untuk sesaat gadis itu terdiam dan hanya memperhatikan wajah tampan Axel yang tersapu oleh kuningnya cahaya matahari. Pria itu seperti sebuah patung dewa, dipahat dengan hati-hati dan diciptakan dalam waktu yang lama. Pahatan di wajahnya yang sempurna, pakaiannya yang lebih santai begitu terintimidasi oleh auranya yang kuat, bahkan ketika helaian rambutnya yang bergerak di terpa angin, kini helaia
Siang telah berlalu, malam datang dengan cepat. Jennie melangkah dengan anggun menenteng sebuah tas mahalnya, wanita itu mengenakan sebuah gaun merah yang membentuk tubuhnya yang sempurna, paras cantik Jennie berhasil membuat beberapa orang yang sempat melihat sampai terpesona. Tidak jarang ada beberapa orang yang mengajaknya berphoto bersama. Jennie adalah seorang atlit es skating yang pernah mendapatkan mendali emas di sebuah olimpiade internasional, Jennie juga aktif di entertainment sebagai seorang model professional sejak dia menikah. Bisa dikatakan, Jennie memiliki karier yang cemerlang dengan statusnya sebagai selebritis. Akhir-akhir ini namanya yang sempat menurun kembali naik karena kabar perceraian yang dia lakukan. Jennie sengaja mempublikasikan berita perceraiannya dengan harapan Axel mendengar berita itu dan menghubungi kembali, tapi ternyata usaha Jennie sangat sia-sia. Axel tidak peduli kepadanya, dia justru memiliki wanita lain untuk diperkenalkan di depan umum. J
Naomi gelisah, terakhir kali dia berbicara dengan ibunya hanya menimbulkan perselisihan lebih jauh. Naomi khawatir, ibunya akan marah karena dia bertunangan tanpa memberitahu Cassandra terlebih dahulu. Kendaraan yang membawa Naomi akhirnya bisa sampai ke tempat hotel Cassandra berada, beruntung saja waktu Cassandra memberikan alamat, Naomi tidak membuangnya. Isac yang mengantar dan menjadi pengawal Naomi dengan sigap mengantarnya pergi masuk ke dalam hotel. Secara kebetulan ketika Naomi baru sampai loby, Cassandra keluar, namun di belakangnya, pengawal Cassandra membawa koper yang menandakan jika kini wanita itu hendak pergi. Langkah Cassandra terhenti begitu dia berhadapan dengan Naomi. “Ibu,” panggil Naomi pelan dan ragu. Cassandra tersenyum memaksakan, namun matanya tidak mampu menutupi rasa kecewa dan sedihnya karena Naomi memperlakukannya dengan berbeda seakan dia tidak memiliki andil apapun untuk bisa ikut memutuskan pilihan Naomi. Pandangan Cassandra terjatuh pada kaki Nao
“Jaden, aku mohon, maafkan aku!” teriak Feira menangis di depan pintu. “Aku mohon, aku minta maaf, jangan tinggalkan aku,” ucap Faira terdengar memohon. Sudah sangat lama Jaden tidak membuka pintu apartementnya untuk Feira, pria itu tidak membiarkan Feira masuk dan tidak mengindahkan permohonannya. Setelah putus dari Feira, Jaden tidak hanya memutuskan hubungan komunikasi, dia juga mengganti semua kode akses masuk ke dalam apartementnya. Jaden tahu akan begitu sulit untuknya bergerak karena Feira pasti akan mengganggunya, begitu pula dengan keluarga Feira yang memaksa Jaden untuk kembali bersama Feira dengan berbagai tekanan. Dibandingkan harus menghibur Feira, membujuk dan memberinya banyak penjelasan panjang lebar agar gadis itu mengerti, Jaden merasa akan lebih baik jika Feira membencinya dengan begitu Jaden akan merasa sedikit lebih bisa bernapas. Feira menangis memukul permukaan daun pintu, gadis itu terus menangis memohon Jaden membuka pintu, Feira tidak mempedulikan tatapan
Selembar photo kecil berada di genggaman Magnus, pria paruh baya itu memandang lembut potret dirinya bersama Naomi sewaktu Naomi wisuda. Sudah satu bulan lebih mereka berpisah, Magnus mulai merindukan puterinya. Setelah melewati pengobatan dan mengalami efek samping dari sakit yang dideritanya, kini tubuh Magnus semakin menyusut kurus kering kehilangan berat badan, wajahnya terlihat pucat memiliki banyak cekungan tajam, keadaannya tidak menunjukan bahwa dia akan pulih dan menjalani kehidupan Normal seperti biasanya lagi. Beruntung sekali selama Magnus tidak bisa lagi melakukan pekerjaannya, Jaden dan Harvey dengan kompaknya membantunya. Bahkan meski Harvey sudah tidak lagi bekerja untuknya, Harvey masih meluangkan waktu untuk menemani Magnus sebelum dia benar-benar pindah secara resmi. “Harvey,” panggil Magnus dengan suara yang serak dalam. Havey yang baru memasukan laptop dan beberapa berkasnya ke dalam tas, segera berdiri dengan tegak dan tersenyum simpul. “Ya, Tuan?” “Bisakah a