Selembar photo kecil berada di genggaman Magnus, pria paruh baya itu memandang lembut potret dirinya bersama Naomi sewaktu Naomi wisuda. Sudah satu bulan lebih mereka berpisah, Magnus mulai merindukan puterinya. Setelah melewati pengobatan dan mengalami efek samping dari sakit yang dideritanya, kini tubuh Magnus semakin menyusut kurus kering kehilangan berat badan, wajahnya terlihat pucat memiliki banyak cekungan tajam, keadaannya tidak menunjukan bahwa dia akan pulih dan menjalani kehidupan Normal seperti biasanya lagi. Beruntung sekali selama Magnus tidak bisa lagi melakukan pekerjaannya, Jaden dan Harvey dengan kompaknya membantunya. Bahkan meski Harvey sudah tidak lagi bekerja untuknya, Harvey masih meluangkan waktu untuk menemani Magnus sebelum dia benar-benar pindah secara resmi. “Harvey,” panggil Magnus dengan suara yang serak dalam. Havey yang baru memasukan laptop dan beberapa berkasnya ke dalam tas, segera berdiri dengan tegak dan tersenyum simpul. “Ya, Tuan?” “Bisakah a
Ada keheningan yang terjadi usai kepergian Harvey. Cassandra tidak dapat berkata-kata karena masih terlalu terkejut, sementara Magnus sedang mengumpulkan kekuatan untuk bisa berbicara serius dengan mantan isterinya itu. “Aku tidak tahu kapan aku akan meninggal, lambat laun hal itu akan datang dengan pasti. Sebelum aku meninggal, aku memiliki permintaan,” Magnus memulai pembicaraan. Cassandra menegakan tubuhnya kembali dan menatap Magnus dengan serius, menunggunya untuk melanjutkan ucapannya. “Jangan merusak pertunangan Naomi, Axel adalah pria yang sudah aku pilih sejak lama untuk menjadi pasangan Naomi. Jangan membuat dia menangis lagi, biarkan dia tumbuh berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri, jangan merusak kabahagiaannya,” ucap Magnus dengan napas tersendat-sendat. Cassandra tidak bisa langsung menjawab, tangan wanita itu mulai bertaut dengan keras, sorot matanya berubah menjadi gelap ketika melihat Magnus. “Mengapa kau menyembunyikan ini dari Naomi?” tanya Cassandra. Magnus
Sore yang cerah, Naomi dan Axel kembali berada di bawah pohon oak, menikmati hamparan hijau rumput liar yang kini sudah dirawat dengan baik agar tidak ada serangga, jalanan setapak berbatu sudah diperbaiki, sepanjang jalan kecil itu terpasang lampu-lampu yang akan menerangi seluruh bukit hingga sungai ketika di malam hari. Kini, di bukit itu juga sudah ada gazebo di pinggiran sungai yang terlihat nyaman. Sejak Naomi kabur karena serangga, Axel langsung mengutus David untuk melakukan banyak perbaikan karena Axel tahu, Naomi menyukai suasana bukit untuk dijadikan tempat belajar dan beristirahat. Axel ingin Naomi tenang dan menikmati waktunya. Naomi yang sempat melihat perubahan cepat yang dilakukan Axel hingga mempekerjakan lebih dari dua puluh orang tidak bisa berkata-kata untuk mengungkapkan kekagumannya dengan kemampuan pria itu. Naomi berdecak kagum melihat kepenjuru tempat dengan senyuman lebar, merasakan hangat sinar matahari dan angin yang berhembus. “Axel, kau sangat luar b
Naomi berdiri di depan sudut ruangan, melihat sebuah kotak besar terbungkus kertas kado yang setinggi dadanya. “Ini untuk siapa?” tanya Axel. “Ini kado dari nyonya Teresia untuk Nona Naomi, beliau berpesan jika ini kado pertunangan,” jawab David “Ini benar untukku?” tanya Naomi. “Benar, kado ini untuk Anda dan dipilih secara pribadi oleh nyonya Teresia.” Axel bersedekap curiga, pria itu berdiri di sisi Naomi dan ikut melihat kotak kado besar pemberian Teresia. Sikap Teresia terlalu baik kepada Naomi yang baru dua kali dia temui, cukup janggal. Naomi tersenyum lebar terlihat berantusias, sudah cukup lama dia tidak mendapatkan sebuah kejutan seperti ini. Naomi melirik Axel yang masih berdiri di tempatnya terlihat penasaran dengan hadiah apa yang diberikan Teresia pada Naomi. Naomi membuka kado besar itu, betapa terkejutnya Naomi begitu melihat isi kado besar itu adalah sebuah cello. Mata Naomi berbinar bahagia hingga berkaca-kaca karena terharu, sangat mengejutkan karena Teresia
Di hari pesta akan berlangsung, Naomi dan Axel untuk datang ke mansion pribadi Teresia. Axel sempat memberitahu Naomi jika mansion itu adalah tempat Teresia yang dulu dia tinggali bersama Willson. Axel sendiri pernah tinggal di mansion itu ketika ayah dan ibunya bercerai, Axel sering menemui ayahnya di mansion itu, tempat itu juga adalah saksi kematian Gillbert, ayah Axel. Naomi sempat berkeliling mansion ditemani Axel. Mengejutkannya, Axel memberitahu Naomi di mana letak kamarnya dulu, kesukaannya berkuda dengan Teresia di halaman mansion, hingga menunjukan sebuah ruagan besar khusus tempat belajar sekaligus tempat kerja kakek buyutnya yang dulu begitu mencintai dunia penerbangan dan sempat menjadi pilot tempur selama delapan tahun sebelum mengambil alih bisnis keluarganya yang pada saat itu memproduksi mesin pemotong. Ada banyak hal yang tidak pernah Naomi ketahui sebelumnya mulai bisa dia ketahui, Naomi senang Axel mau terbuka secara suka rela kepadanya, pria itu juga terlihat n
Pesta sudah dimulai, Axel dan Naomi berjalan pelan melewati banyak ruangan yang harus mereka lewati untuk bisa sampai ke aula mansion. Ada sebuah senyuman lembut dan tatapan hangat di mata Axel, pria itu tidak berhenti melihat Naomi yang kini berada di sampingnya tengah merangkul lengan Axel dengan erat. Axel bisa merasakan kegugupan Naomi, namun Axel menikmati kegugupan gadis itu. Semakin Naomi gugup, gadis itu semakin menempel kepadanya seakan hanya Axel yang bisa melindunginya etika dia terjebak dalam situasi buruk. “Axel, jika nanti aku tidak kuat berdiri menemanimu, aku ingin duduk,” ucap Naomi. “Kau bisa duduk santai jika sudah mengerjakan tugasmu dengan baik. Aku memberimu uang bukan untuk menggaji orang malas.” Bibir Naomi mencebik kesal, “Jika kau memaksa tunanganmu yang sakit, orang-orang yang melihat akan menganggapmu pria tercela.” Axel terkekeh pelan mendengar jawaban Naomi, akhir-akhir ini dia mulai sering mendengar Naomi yang lebih berani berpendapat, ini adalah se
“Ini minumanmu,” Axel kembali datang dengan cepat memberikan segelas air. “Kau kenapa?” Tanya Axel yang sadar dengan kesedihan di mata Naomi. “Sepertinya ayahku tidak datang Axel. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya.” “Pesta baru berlangsung, mungkin dia terlambat. Jika kau khawatir, aku akan meminta David untuk menghubungi ayahmu dan sekretarisnya untuk mengonfirmasi apa ayahmu datang atau tidak.” Naomi mengangguk setuju, gadis itu meminum minumannya untuk meredakan tenggorakannya yang kering dan perasaan berdebar yang masih terasa. Axel menempatkan kembali tangannya di pinggang Naomi, pria itu tidak dapat mengalihkan pandangannya dari Naomi yang sejak tadi terus berada di sampingnya. Naomi terlihat sudah sangat berusaha menyeimbangi setiap percakapan yang ia dengar, kegugupannya selalu berhasil dia tutupi dengan senyuman lebarnya. Perhatian Axel teralihkan pada Hutton dan Rihana yang kini baru datang, ada sesuatu yang sangat lebih menarik perhatian Axel saat ini, yaitu kedatang
Jennie gugup, menantikan pertemuannya lagi dengan Axel, dia begitu merindukan pria itu dan tidak sabar ingin segera berhadapan. Kepercayaan diri yang sempat terbangun di dalam diri Jennie runtuh begitu saja begitu dia bertemu Axel secara langsung dan berhadapan. Jennie menatapnya dengan hangat dan sebuah senyuman indah yang mengisyarakan banyak hal, hati Jennie terasa menghangat hanya dengan melihat kembali pria yang selama ini selalu menjadi pemilik hatinya. Jennie sangat berharap besar bahwa Axel akan membalasnya, namun alih-alih membalasnya, pria itu menatap dingin tanpa arti dan memilih fokus pada tunangannya yang berada dalam pelukannya. Axel memeluk Naomi dengan tenang, mereka berinteraksi dan terlihat dekat satu sama lainnya hingga Jennie bisa melihat Axel menunjukan kemesraan yang begitu alami di antara dirinya dengan Naomi. Hati Jennie mendadak sakit melihat tawa lepas Axel ketika dia bicara dengan Naomi. Naomi dan Axel tidak mempedulikan apapun yang ada di sekitar mer