“Ya ampun bagaimana ini?” Panik Livy.Wanita ini berjalan mundur, bukan tanpa sebab, karena ia mendengar percakapan dari pintu yang mulai terbuka. Ia menyandar pada dinding mencari tempat persembunyian, tiba-tiba saja raganya terdorong ke belakang.“Akh …” Beruntung Livy masih bisa menjaga keseimbangan dan tidak terjatuh. Ia langsung berpegangan pada kursi tunggal di dekatnya lantas berdiri dan menutup pintu.“Menyingkirlah. Aku mau masuk!” “Nyonya, Anda tidak boleh masuk! Tuan tidak di dalam.” “Memangnya kenapa? Aku ini istrinya, dengar ya kamu bisa ku pecat karena berlaku kasar pada istri presdir!” teriak Sonia.Ternyata perdebatan antara Sonia dan sekretaris presdir terjadi, karena wanita itu memaksa masuk. Padahal El telah menitip pesan agar siapa pun tidak menginjakkan kaki di ruangannya, karena Livy tengah di dalam.Sedangkan di balik dinding pembatas, Livy berhasil sembunyi dari kakak angkatnya. Ia mengelus dada, cukup terkejut atas kedatangan Sonia, rasanya benar-benar horor
“Terima kasih, Kak,” ucap Livy dengan suara tertahan pada bibir.Ia memandangi wajah sempurna milik El, jemari lentiknya bermain-main di dahi, dan hidung mancung lantas membelai rahang tegas. Livy melengkungkan senyum setipis benang, entah ia harus berterima kasih atau tidak. Kemarin setelah makan malam, El benar-benar membawanya ke taman kota. Di sana cukup sepi, mengingat hari telah malam. Di luar dugaan pria ini menciumnya di tengah taman. Livy takut ada seseorang yang melihat dan mengambil gambar.Mereka pun pulang ke griya tawang, semula ibu hamil pikir El akan kembali ke mansion, ternyata tidak. Presdir tampan ini malah menemani Livy tidur hingga pagi menyapa.El mengerjap, perlahan membuka mata dan menyapa, “Selamat pagi Livyata … tidurmu nyenyak?” “Iya aku bisa tidur nyenyak,” jawab Livy sembari menganggukkan kepala.Tentu, Livy senang berlama-lama menghirup aroma tubuh kakak iparnya. Berdekatan dengan El membuatnya candu dan menghilangkan rasa mual.“Ah aku lupa … selamat p
Saat ini di kantin rumah sakit, dua orang wanita duduk saling berhadapan. Kesunyian menerpa walau sekeliling cukup ramai dengan suara pengunjung lain.Livy meremas gelas berisi susu segar dingin di tangan. Ia tidak sanggup meneguk, karena Nyonya Torres sudah mengetahui hubungan antara El dan dirinya. Bahkan ia tak bisa menatap kedua manik teduh yang terpancar di depannya.“Bagaimana kabarmu?” tanya Nyonya Pamela dengan suara lembut.Sebelum menjawab, Livy sedikit menegakkan kepala, lantas tersenyum simpul. Ia tahu ke arah mana tatapan wanita paruh baya di hadapannya. “D-dia baik-baik saja Nyonya. Terima kasih,” tandas ibu hamil.“Syukurlah kalian sehat. Aku turut menyesal, maaf Livy karena El…” Nyonya Torres tampak lesu dan bulir bening memenuhi pelupuk mata. Livy menggeleng. “Tidak Nyonya, ini kesalahanku. Seharusnya aku yang minta maaf karena menjadi pengganggu pernikahan Kak El,” sesal Livy.Setelah mendengar pernyataan kakak iparnya barusan, Livy memutuskan untuk menjauh dari keh
“Tapi kamu tidak bisa memiliki istri lebih dari satu El!” Nada suara peringatan teramat keras dan lantang. Sonia berjalan dari ambang pintu menuju ke dalam ruangan. Sebagai Nyonya Torres yang sah ia tidak sudi posisinya digantikan oleh sang adik.“Sonia benar, cucuku memang tak akan memiliki istri lebih dari satu. Tapi El harus bertanggung jawab, anak dalam rahim Livy tetap keturunan kami. Lagi pula kesalahan itu juga tak disengaja,” tegas abuela tidak terduga Bola mata Sonia melotot mendengarnya.“Kamu … sebaiknya pulang, untuk apa datang ke sini?! Menjilat?” ejek Sonia menunjuk wajah adik angkatnya. “Sonia! Jaga ucapanmu Nak!” seru Nyonya Pamela. “Livy ke sini menjenguk Tuan Fabregas, aku yang mengajaknya untuk menemui abuela,” tukasnya.Seketika itu El menolehkan kepala, memandang lekat dan intens wanita di sisinya. Dadanya bergemuruh dan mengatakan jika Livy mendengar percakapan bersama Tuan Fabregas. Sungguh El ingin menjelaskan bahwa kekasihnya telah salah paham.Menyadari dita
“Mau minta uang? Telepon saja istrimu bukan aku!” seru Sonia, bersedekap dada sembari menyandarkan punggung.“Aku rasa Nyonya Muda Torres harus mengetahui hal ini.” Seringai licik seorang pria meletakkan tab ke atas meja.Tadi, saat Sonia sedang duduk santai di ruang rawat Tuan Fabregas. Tiba-tiba wanita itu mendapat panggilan misterius dari seseorang. Dikira, sang suami ternyata bukan, suara seorang lelaki menyebalkan dan tidak berguna.Sergio memaksa Sonia menemuinya di cafe pusat kota, dengan alasan memiliki informasi penting. Sonia pikir, adik iparnya itu mengetahui tentang perselingkuhannya bersama pimpinan redaksi, ternyata bukan.“Apa ini?” Alis tebal Sonia saling tertaut, lantas meraih tab dan menggulir layar menatap garang pada beberapa foto.Model cantik tidak terkejut dengan kedekatan antara suaminya dan adik angkat. Akan tetapi Sonia geram, karena Livy tidak jera, malah bergelayut manja di lengan kekar El.Rahang Sonia mengeras, bahkan setengah melempar benda pipih lebar ke
“Enak?” tanya El memperhatikan Livy mengunyah churros yang dicelupkan ke coklat.“Hu’um, terima kasih ya, Kak.” Livy tidak bisa menutupi kebahagiaannnya. Bukan tanpa sebab, setelah El memainkan melodi klasik yang menenangkan hati, pria ini membawa Livy kembali ke dapur. Meminta bantuan maid menyiapkan serta membuat adonan churros, sedangkan El menggorengnya.Bagaimana Livy bisa kesal kalau El terus bersikap manis seperti ini? Perjuangannya tidak mungkin disia-siakan.Lihat saja punggung tangan presdir tampan terkena cipratan minyak panas, sempat meringis sakit tetapi El menutupinya. Tentu tidak ingin menjatuhkan harga diri di hadapan kekasih hanya karena setitik minyak.“Menurut penelitian, coklat bisa mengubah dan membantu mengatasi suasana hati yang buruk,” tutur El tak berkedip, bahkan coklat di bibir Livy belepotan, sungguh lidahnya tak sabar untuk menghapus.Dalam sekali gerakan, El mampu membersihkan noda coklat di sudut bibir Livy. Menyebabkan ibu hamil mematung dan menggantu
“Selain bisa ku tiduri ternyata kamu berguna juga.” Seringai licik Sergio.Ternyata pria itu menunggu di luar kedai, ia mengamati setiap gerak-gerik sang istri. Sergio yakin rencananya berhasil, karena menggunakan Luciana sebagai pengemis. Pria itu tahu Livy tidak tega, apa lagi melihat wajah lebam hasil karya tangannya serta atas nama anak sakit.“Sekali bodoh tetaplah bodoh, tanpa pria sialan itu Livy hanya perempuan kampungan!” geram Sergio. “Cepat pulang! Jangan terlalu lama menitipkan Karla.” Tangan kasarnya menarik paksa pergelangan Luciana.Wanita ini tak bisa banyak bicara, takut dipukul lagi, terlebih ancamannya selalu ditujukan kepada Karla. Sergio akan menjauhkan bayi mungil itu dari Luciana jika tak memenuhi keinginannya.“Kamu berubah Sergio,” lirih Luciana menahan perih luka fisik dan psikis.**Beberapa hari berlalu, sidang perceraian kedua dimulai, kali ini Livy merasa tubuhnya jauh lebih sehat. Sehingga ia pergi sendirian tanpa ditemani El atau Alonso, ayah dari janinn
“Jadi hilangnya rekaman bertepatan dengan pendarahan yang dialami Livy?” El semakin gusar, pasalnya tidak sembarang orang bisa masuk mansion. Keamanan di sini super ketat, kecuali penghuni mansion yang diam-diam menghapusnya.Wajah tampan ini tampak berpikir keras, otaknya berputar mencari pemecahan masalah. Bagi sebagian orang mungkin sepele, namun menurut El ini hal penting. Artinya salah satu diantara penghuni rumah memiliki niat jahat, entah itu keluarga atau maid bahkan petugas keamanan.“Rekaman yang lain masih ada? Bagaimana mungkin hanya di hari itu?” resah El tidak jadi menemani abuela bersantai. Ia lebih tertarik duduk di kursi ruang kendali, memperhatikan jajaran monitor.“I-ya Tuan Muda, maafkan saya lalai. Hari itu saya tidak enak badan dan mengantuk,” jawab petugas dengan gugup.El mengembuskan napas kasar, ingin sekali marah dan memukul petugas keamnan yang telah berkerja belasan tahun ini. Akan tetapi El yakin pelakunya bukan pria di depannya.“Kalau begitu, aku ingin m