Saat ini di kantin rumah sakit, dua orang wanita duduk saling berhadapan. Kesunyian menerpa walau sekeliling cukup ramai dengan suara pengunjung lain.Livy meremas gelas berisi susu segar dingin di tangan. Ia tidak sanggup meneguk, karena Nyonya Torres sudah mengetahui hubungan antara El dan dirinya. Bahkan ia tak bisa menatap kedua manik teduh yang terpancar di depannya.“Bagaimana kabarmu?” tanya Nyonya Pamela dengan suara lembut.Sebelum menjawab, Livy sedikit menegakkan kepala, lantas tersenyum simpul. Ia tahu ke arah mana tatapan wanita paruh baya di hadapannya. “D-dia baik-baik saja Nyonya. Terima kasih,” tandas ibu hamil.“Syukurlah kalian sehat. Aku turut menyesal, maaf Livy karena El…” Nyonya Torres tampak lesu dan bulir bening memenuhi pelupuk mata. Livy menggeleng. “Tidak Nyonya, ini kesalahanku. Seharusnya aku yang minta maaf karena menjadi pengganggu pernikahan Kak El,” sesal Livy.Setelah mendengar pernyataan kakak iparnya barusan, Livy memutuskan untuk menjauh dari keh
“Tapi kamu tidak bisa memiliki istri lebih dari satu El!” Nada suara peringatan teramat keras dan lantang. Sonia berjalan dari ambang pintu menuju ke dalam ruangan. Sebagai Nyonya Torres yang sah ia tidak sudi posisinya digantikan oleh sang adik.“Sonia benar, cucuku memang tak akan memiliki istri lebih dari satu. Tapi El harus bertanggung jawab, anak dalam rahim Livy tetap keturunan kami. Lagi pula kesalahan itu juga tak disengaja,” tegas abuela tidak terduga Bola mata Sonia melotot mendengarnya.“Kamu … sebaiknya pulang, untuk apa datang ke sini?! Menjilat?” ejek Sonia menunjuk wajah adik angkatnya. “Sonia! Jaga ucapanmu Nak!” seru Nyonya Pamela. “Livy ke sini menjenguk Tuan Fabregas, aku yang mengajaknya untuk menemui abuela,” tukasnya.Seketika itu El menolehkan kepala, memandang lekat dan intens wanita di sisinya. Dadanya bergemuruh dan mengatakan jika Livy mendengar percakapan bersama Tuan Fabregas. Sungguh El ingin menjelaskan bahwa kekasihnya telah salah paham.Menyadari dita
“Mau minta uang? Telepon saja istrimu bukan aku!” seru Sonia, bersedekap dada sembari menyandarkan punggung.“Aku rasa Nyonya Muda Torres harus mengetahui hal ini.” Seringai licik seorang pria meletakkan tab ke atas meja.Tadi, saat Sonia sedang duduk santai di ruang rawat Tuan Fabregas. Tiba-tiba wanita itu mendapat panggilan misterius dari seseorang. Dikira, sang suami ternyata bukan, suara seorang lelaki menyebalkan dan tidak berguna.Sergio memaksa Sonia menemuinya di cafe pusat kota, dengan alasan memiliki informasi penting. Sonia pikir, adik iparnya itu mengetahui tentang perselingkuhannya bersama pimpinan redaksi, ternyata bukan.“Apa ini?” Alis tebal Sonia saling tertaut, lantas meraih tab dan menggulir layar menatap garang pada beberapa foto.Model cantik tidak terkejut dengan kedekatan antara suaminya dan adik angkat. Akan tetapi Sonia geram, karena Livy tidak jera, malah bergelayut manja di lengan kekar El.Rahang Sonia mengeras, bahkan setengah melempar benda pipih lebar ke
“Enak?” tanya El memperhatikan Livy mengunyah churros yang dicelupkan ke coklat.“Hu’um, terima kasih ya, Kak.” Livy tidak bisa menutupi kebahagiaannnya. Bukan tanpa sebab, setelah El memainkan melodi klasik yang menenangkan hati, pria ini membawa Livy kembali ke dapur. Meminta bantuan maid menyiapkan serta membuat adonan churros, sedangkan El menggorengnya.Bagaimana Livy bisa kesal kalau El terus bersikap manis seperti ini? Perjuangannya tidak mungkin disia-siakan.Lihat saja punggung tangan presdir tampan terkena cipratan minyak panas, sempat meringis sakit tetapi El menutupinya. Tentu tidak ingin menjatuhkan harga diri di hadapan kekasih hanya karena setitik minyak.“Menurut penelitian, coklat bisa mengubah dan membantu mengatasi suasana hati yang buruk,” tutur El tak berkedip, bahkan coklat di bibir Livy belepotan, sungguh lidahnya tak sabar untuk menghapus.Dalam sekali gerakan, El mampu membersihkan noda coklat di sudut bibir Livy. Menyebabkan ibu hamil mematung dan menggantu
“Selain bisa ku tiduri ternyata kamu berguna juga.” Seringai licik Sergio.Ternyata pria itu menunggu di luar kedai, ia mengamati setiap gerak-gerik sang istri. Sergio yakin rencananya berhasil, karena menggunakan Luciana sebagai pengemis. Pria itu tahu Livy tidak tega, apa lagi melihat wajah lebam hasil karya tangannya serta atas nama anak sakit.“Sekali bodoh tetaplah bodoh, tanpa pria sialan itu Livy hanya perempuan kampungan!” geram Sergio. “Cepat pulang! Jangan terlalu lama menitipkan Karla.” Tangan kasarnya menarik paksa pergelangan Luciana.Wanita ini tak bisa banyak bicara, takut dipukul lagi, terlebih ancamannya selalu ditujukan kepada Karla. Sergio akan menjauhkan bayi mungil itu dari Luciana jika tak memenuhi keinginannya.“Kamu berubah Sergio,” lirih Luciana menahan perih luka fisik dan psikis.**Beberapa hari berlalu, sidang perceraian kedua dimulai, kali ini Livy merasa tubuhnya jauh lebih sehat. Sehingga ia pergi sendirian tanpa ditemani El atau Alonso, ayah dari janinn
“Jadi hilangnya rekaman bertepatan dengan pendarahan yang dialami Livy?” El semakin gusar, pasalnya tidak sembarang orang bisa masuk mansion. Keamanan di sini super ketat, kecuali penghuni mansion yang diam-diam menghapusnya.Wajah tampan ini tampak berpikir keras, otaknya berputar mencari pemecahan masalah. Bagi sebagian orang mungkin sepele, namun menurut El ini hal penting. Artinya salah satu diantara penghuni rumah memiliki niat jahat, entah itu keluarga atau maid bahkan petugas keamanan.“Rekaman yang lain masih ada? Bagaimana mungkin hanya di hari itu?” resah El tidak jadi menemani abuela bersantai. Ia lebih tertarik duduk di kursi ruang kendali, memperhatikan jajaran monitor.“I-ya Tuan Muda, maafkan saya lalai. Hari itu saya tidak enak badan dan mengantuk,” jawab petugas dengan gugup.El mengembuskan napas kasar, ingin sekali marah dan memukul petugas keamnan yang telah berkerja belasan tahun ini. Akan tetapi El yakin pelakunya bukan pria di depannya.“Kalau begitu, aku ingin m
“Kenapa ada di sini?” gumam Livy dengan alis mengerut. Ia memperhatikan penampilan pria berpakaian setelan mahal, tentu saja bukan orang biasa. Namun wajahnya terasa asing, selain itu Livy tidak menunggu tamu atau kurir.“Benarkah ini kediaman Nona Gonzalez?” tanya pria itu.“Ya, tapi dia tidak tinggal di sini. Ada apa?” balas Livy penuh kehati-hatian.Pria itu menyerahkan amplop kecil dan tipis kepada Livy. Bertuliskan undangan untuk Penelope Gonzalez, dan ibu hamil hanya bisa menerimanya tanpa komentar.“Ini adalah pesta tahunan musim panas rutin di Cadaques. Nona bisa datang mewakili Nona Gonzalez,” ujar pria itu denga air muka dan intonasi datar.“Terima kasih.” Livy mengangguk lantas masuk ke dalam villa sembari membawa barang belanjaannya.Ia berniat menghubungi Penelope untuk menyampaikan kepada temannya. Akan tetapi, lambungnya meraung dan berisik, sejak siang tadi Livy memang belum makan, ia hanya minum sekaleng susu saja.Saat ini Livy sedang memasak pasta, tentu termudah d
‘Paman Alonso kenapa bisa memiliki ide seperti itu?!’ geram El menatap tajam ke depan, tepat ke arah punggung mulus Livy.Rupanya pesta musim panas tahunan memang dilaksanakan di Cadaques, tetapi tanpa undangan khusus, hanya pengumuman yang disebar. Kartu undangan dikirm ke villa Gonzalez adalah ide gila Alonso. Deretan villa di sana memiliki karakteristik bangunan serupa, sehingga sulit mengetahui posisi Livy. Alhasil, Alonso memiliki gagasan brilian, menyebar anak buah ke setiap villa. Sampai akhirnya menemukan lokasi kekasih tuannya.Saat ini, El dibuat terbakar, selain musim panas, karena Livy tetap memaksa menggunkan bikini. Ia tahu pantai memang tempatnya wanita menggunakan pakaian terbuka. Akan tetapi Livy hanya milik El, dan pria ini terlalu posesif terhadap miliknya.El berjalan cepat mensejajarkan diri. “Lihat saja kain pantai yang kamu gunakan menerawang, sengaja memikat para pria?! Lihat mata mereka hampir keluar!” sungut El sembari menunjuk para pria bertelanjang dada, te