si El bisa kecolongan gini yah? (・o・)
“Jadi hilangnya rekaman bertepatan dengan pendarahan yang dialami Livy?” El semakin gusar, pasalnya tidak sembarang orang bisa masuk mansion. Keamanan di sini super ketat, kecuali penghuni mansion yang diam-diam menghapusnya.Wajah tampan ini tampak berpikir keras, otaknya berputar mencari pemecahan masalah. Bagi sebagian orang mungkin sepele, namun menurut El ini hal penting. Artinya salah satu diantara penghuni rumah memiliki niat jahat, entah itu keluarga atau maid bahkan petugas keamanan.“Rekaman yang lain masih ada? Bagaimana mungkin hanya di hari itu?” resah El tidak jadi menemani abuela bersantai. Ia lebih tertarik duduk di kursi ruang kendali, memperhatikan jajaran monitor.“I-ya Tuan Muda, maafkan saya lalai. Hari itu saya tidak enak badan dan mengantuk,” jawab petugas dengan gugup.El mengembuskan napas kasar, ingin sekali marah dan memukul petugas keamnan yang telah berkerja belasan tahun ini. Akan tetapi El yakin pelakunya bukan pria di depannya.“Kalau begitu, aku ingin m
“Kenapa ada di sini?” gumam Livy dengan alis mengerut. Ia memperhatikan penampilan pria berpakaian setelan mahal, tentu saja bukan orang biasa. Namun wajahnya terasa asing, selain itu Livy tidak menunggu tamu atau kurir.“Benarkah ini kediaman Nona Gonzalez?” tanya pria itu.“Ya, tapi dia tidak tinggal di sini. Ada apa?” balas Livy penuh kehati-hatian.Pria itu menyerahkan amplop kecil dan tipis kepada Livy. Bertuliskan undangan untuk Penelope Gonzalez, dan ibu hamil hanya bisa menerimanya tanpa komentar.“Ini adalah pesta tahunan musim panas rutin di Cadaques. Nona bisa datang mewakili Nona Gonzalez,” ujar pria itu denga air muka dan intonasi datar.“Terima kasih.” Livy mengangguk lantas masuk ke dalam villa sembari membawa barang belanjaannya.Ia berniat menghubungi Penelope untuk menyampaikan kepada temannya. Akan tetapi, lambungnya meraung dan berisik, sejak siang tadi Livy memang belum makan, ia hanya minum sekaleng susu saja.Saat ini Livy sedang memasak pasta, tentu termudah d
‘Paman Alonso kenapa bisa memiliki ide seperti itu?!’ geram El menatap tajam ke depan, tepat ke arah punggung mulus Livy.Rupanya pesta musim panas tahunan memang dilaksanakan di Cadaques, tetapi tanpa undangan khusus, hanya pengumuman yang disebar. Kartu undangan dikirm ke villa Gonzalez adalah ide gila Alonso. Deretan villa di sana memiliki karakteristik bangunan serupa, sehingga sulit mengetahui posisi Livy. Alhasil, Alonso memiliki gagasan brilian, menyebar anak buah ke setiap villa. Sampai akhirnya menemukan lokasi kekasih tuannya.Saat ini, El dibuat terbakar, selain musim panas, karena Livy tetap memaksa menggunkan bikini. Ia tahu pantai memang tempatnya wanita menggunakan pakaian terbuka. Akan tetapi Livy hanya milik El, dan pria ini terlalu posesif terhadap miliknya.El berjalan cepat mensejajarkan diri. “Lihat saja kain pantai yang kamu gunakan menerawang, sengaja memikat para pria?! Lihat mata mereka hampir keluar!” sungut El sembari menunjuk para pria bertelanjang dada, te
“Kak, bagaimana kalau keluarga Kakak tahu aku tinggal di sini?” Livy melangkah ragu memasuki villa kediaman Torres.Entahlah memang takdir atau kebetulan, ia malah melarikan diri ke tempat di mana keluarga Torres masih berkuasa. Seandainya Livy tahu, di Cadaques terdapat villa pribadi Torres, pasti ia enggan kabur ke desa ini.“Memangnya kenapa kalau tahu? Justru bagus, mereka bisa mengenalmu lebih dekat.” El malah mengacak puncak kepala dan memainkan rambut Livy, menggulung lalu mengulur dan menghirup aroma sampo.“Tapi Kak Sonia bagaimana? Aku—“El menempelkan jari telunjuk tepat di bibir ranum candunya, ia menggeleng pelan agar Livy tidak membahas Sonia saat bersamanya. Ia paham apa yang dirasakan oleh ibu hamil, tetapi El juga merasa tidak salah karena ia bertanggung jawab atas bayi dalam kandungan.“Ssst, jangan bicarkan Sonia di sini. Anak kita memang belum lahir, tapi dia bisa merasakan apa yang ibunya pikirkan.” El menyatukan jemari dengan Livy. “Ikut aku, pasti kamu suka.”“M-
“Pasti Kak El sudah sampai di Madrid,” gumam Livy menyunggingkan senyum seraya meraih ponsel yang bergetar.Namun, ketika Livy mengusap jemari layar dan berhasil membuka pesan, matanya berubah perih, kristal bening menetes. Diikuti napas terasa sesak dan perut kram, ia menggelengkan kepala tidak percaya kalau El mengirim pesan setega ini.“Nona, Anda kenapa?!” pekik seorang maid melihat Livy terhuyung dan mencengkeram erat sandaran kursi.“Bisa bantu aku, tolong ambilkan obat di dalam tas kecil. Maaf,” desis Livy menahan sakit.Tak lama maid berlari membawa obat serta segelas air, dengan cepat Livy meminumnya dan menyandarkan tubuh agar lebih nyaman.**Setelah dua minggu berlalu, selama itu juga El jarang masuk kerja. Bukan karena malas tetapi ia sering mengalami mual, muntah serta pusing secara mendadak. Sesekali mengunjungi kantor dan toko roti untuk menghadiri rapat dan memeriksa laporan.Parahnya lagi, 14 hari ini tidak sekali pun Livy menghubunginya, telepon atau pesan darinya ta
Ketika pagi hari, netra Livy langsung menelisik setiap sudut. Sayang, tidak ada tanda bahwa pria itu memasuki kamarnya. Bahkan bagian ranjang terasa … dingin, dan tidak ada jejak apa pun, seperai saja masih rapi.“Huh … ternyata ini mimpi,” keluh ibu hamil tersenyum getir.Entahlah, kepalanya terus menerus memerintah agar Livy menjauh dari El, tetapi lubuk hati serta tubuhnya sangat kontra. Buktinya, semalam ia merasakan ketenangan dan kenyamanan disentuh dalam alam mimpi.Livy keluar dari kamar, masih tetap menggunakan gaun tidur. Ia sarapan bersama Penelope yang lebih dulu mengunyah roti panggang berselai alpukat.“Dokter sendirian? Di mana abuela?” Livy menggerakkan kepala ke kiri, kanan dan belakang, mencari keberadaan wanita sepuh.“Maid bilang Nyonya Torres sudah sarapan dan sekarang jalan-jalan di tepi pantai. Aku jadi tidak enak hati … malu karena tuan rumah bangun lebih awal, tapi tidak apa kamu juga baru sarapan sekarang,” tutur Penelope. “Makan yang banyak Livy! Kamu memerl
“Jadi … ini yang Kakak maksud dengan bertanggung jawab?” ucap Livy dengan perasaan diselimuti pilu. Bibirnya bergetar dan rongga dada terasa menyempit, diikuti kerongkongan mengering.El tidak langsung menjawab, melainkan mengikis jarak lalu mendekap erat ibu hamil. Mengusap berulang sepanjang tulang punggung, menepuk perlahan—memberi ketenangan.“Kakak jahat! Sudah aku katakan aku bisa membesarkannya sendirian, aku bisa dan ... mampu.” Tangis Livy pecah di pelukan El, tidak peduli tetesan kristal bening membasahi kaos putih pria ini. Ia hanya menumpahkan segala asa yang tertimbun.Lagi, raganya berkhianat, bukannya menolak atau mendorong pria ini jatuh ke laut. Malah menikmati pelukan hangat yang sangat nyaman, langsung melepas beban di hati.Apakah cinta segila ini sampai akal sehat hilang? Padahal jelas-jelas El mengirimkan pesan itu dua minggu yang lalu. “Aku tahu Kak, janin ini hadir karena kesalahan, tapi bukan berarti Kakak bisa memisahkan kami,” keluh Livy semakin menyusupkan
“Ayolah Livy, kamu belum mau pulang?! Ini sudah malam sayang.” El menghela napas lalu menunjukkan jam di pergelangan tangan.Sebenarnya bukan karena sudah malam tetapi ia memiliki maksud lain. Namun, Livy tampak mengulur waktu, lihat saja wanitanya asyik menendang pasir dan merentangkan tangan menikmati embusan angin.“Ini belum gelap Kak, masih terang. Sebentar lagi ya?!” Livy menolehkan kepala dan tersenyum lebar, mana mungkin El bisa menolak kalau sudah begini.Musim panas memang membuat matahari lebih lama menerangi langit. Bahkan pukul setengah tujuh malam suasana pantai lebih sejuk dan wisatawan kembali berkunjung.“Ok, kita lihat matahari terbenam di sini.” Akhirnya El mengalah, lagi pula ia senang melihat Livy bisa tersenyum bahkan tertawa puas, bukankah ini baik bagi perkembangan janin?El setia mengikuti kekasihnya berjalan menghampiri ombak kecil. Tiba-tiba Livy mencipratkan air ke arah El, meskipun musim panas, tetapi air laut tetap saja dingin.“Oops, pakaian Kakak jadi b