happy reading ╰(^3^)╯ boleh berikan gem-nya terima kasih (◠‿◕)
“Menurutmu apa aku harus diam saja?” El membalas tatapan mata Livy.“Entahlah aku bingung, aku belum siap ayah mengetahui kalau janin dalam kandunganku ini …”“Jangan berpikir macam-macam biar aku saja. Kamu fokus pada kehamilanmu, aku mencintamu Livyta.” El mengabsen wajah mulus kekasihnya, tidak jemu memandang dan menyentuhnya.Malam semakin larut, sepasang kekasih itu terlelap dengan nyenyak, bahkan Livy merasa nyaman berada di pelukan El. Kini ia yakin keputusannya memberitahu kebenaran pada El bukan suatu kesalahan. Keduanya terbangun cukup siang, setelah mentari mulai menunjukkan sinarnya. Bahkan dua kali perawat yang hendak masuk mengurungkan niat, selain pintu yang terkunci, dua pasang kaki saling bertumpuk di atas ranjang pasien.“Selamat pagi sayang. Aku pikir mimpi, terbangun di samping bidadari, ternyata ini kenyataan,” goda El mencolek dagu kekasihnya. Menjadikan pipi tirus Livy bersemu merah, belum juga nyawanya terkumpul sudah digoda seperti ini. Ia langsung membayangk
Sementara itu di tempat berbeda, tepatnya di salah satu apartemen mewah seorang pria baru saja terbangun dari tidurnya. Sergio membuka mata karena mendengar suara tangis bayi yang tidak bisa berhenti.“Astaga Karla di mana ibumu? Kenapa kamu sendirian di sini?” Sergio segera menggendong bayi malang itu dari atas kasur lantai. “Bisa-bisanya dia meninggalkan anakku,” sambung pria dengan rambut berantakan.Bahkan area dapur dan ruang keluarga tampak berantakan, perabotan dan baju kotor berserakan. Sisa makan malam saja belum dibersihkan dari meja makan.“Apa yang wanita itu kerjakan sejak pagi?” geram Sergio melirik apartemennya berubah seperti penampungan sampah.Tidak lama, pintu depan terbuka, Sergio melongokan kepala dan berdecak sebal, lantaran kekasihnya tertawa riang sembari membawa beberapa kantong. Dengan segera, pria ini mencegat wanita itu, menyerahkan bayi dari gendongannya.“Hebat sekali kamu keluar apartemen, meninggalkan anakku dan ruangan belum rapi?!” sentak Sergio.“Maaf
“Kalau ini anak Sergio, tega sekali suamimu itu membiarkan istrinya sendirian,” sindir Sonia.“I-ini anak …” Livy melirik El yang menganggukkan kepala dan tersenyum. Namun, ketika bibir tipisnya hendak menjawab, ia mendengar ayah angkatnya mengeluh sakit dada. Sehingga perhatian Livy teralihkan pada pria paruh baya itu, mulutnya pun kembali tertutup rapat.Sigap El memberi ayah mertua minum dan berdiri tepat dibelakang Tuan Fabregas. Pria ini mengeluarkan saputangan, membantu menyeka air yang tumpah membasahi tangan mertua.“Ini anakku dan … Sergio,” jawab Livy dengan suara bergetar.Seketika El mengeratkan rahang, urat pada lehernya berkedut dan gigi saling bergemeletuk. Ia mengepalkan tangan, tidak rela darah dagingnya diakui milik Sergio.“Oh aku pikir anak pria lain,” sinis Sonia, setelah itu mendekati sang suami, mencium pipi El dan memegang lengan kekar dengan manja. “Sayang, bisa minta tolong antar ayah ke poli jantung? Dadanya sesak.”El yang kesal karena Livy berbohong, meng
“Ya ampun,” Livy terpekik kemudian meraih remote dan menyalakan lampu.Seketika matanya terbelalak melihat seorang pria sedang meringis di atas ranjang. Wajah tampan itu terlihat sangat kesakitan. Livvy merasa bersalah karena telah bertindak kasar pada kakak ipar sekaligus kekasihnya ini. “Kak El maaf,” lirihnya menundukkan sedikit kepala. “Kenapa Kakak datang tiba-tiba?”“Pahaku sakit sayang … kamu tidak mau menolong? Jangan tanya hal lain.” El menunjuk paha dengan jari telunjuk. Livy kebingungan bagaimana mengobati, ia pun memilih menghubungi perawat, hendak menekan tombol panggilan. Akan tetapi El malah merengkuh pinggul ibu hamil, hingga kedua tangan wanita ini tersampir pada bahu, posisinya pun sangat dekat.“Aku tidak butuh orang lain yang merawat lukaku! Hanya kamu …” El memajukan kepala dan memiringkannya, bersiap melumat bibir ranum yang dirindukan.Sayang, Livy malah menolehkan kepala, sehingga presdir tampan melabuhkan kecupan pada tulang rahang. Ibu hamil ini bisa merasak
“Kamu duduk di sana.” El menunjuk meja konter. Selesai makan malam, Tuan Fabregas yang kelelahan lebih dulu ke kamar. Sedangkan Livy dan El berdua di ruang makan, pria ini tidak tega pujaan hatinya membereskan piring kotor sendirian. “Biar aku yang mencuci piring. Rumah ini harus memiliki mesin pencuci piring sendiri! Kamu tidak boleh Livy atau aku sewa asisten rumah tangga,” ujar El sembari membersihkan piring.“Aku saja Kak, kalau ayah turun dan melihat kita. Semuanya pasti terbongkar, aku …” Livy menunduk sejenak lalu mengangkat kembali kepalanya. “Aku belum siap Kak.”“Sayang, Livyata, dengarkan aku. Semakin cepat ayah tahu, justru bagus!” ucap El sempat melirik perut kekasihnya. “Kandunganmu semakin lama tambah besar, kamu tega membohongi siapa ayah biologisnya?” Livy menggeleng, dan mengigit bibir bawah. Sungguh ia bingung berada di pusara masalah pelik. Namun satu hal yang pasti, dalam waktu dekat Sergio akan menceraikannya. Sehingga ia bisa bernapas lega terbebas dari belen
“Aku akan meninggalkan Sonia, demi anak kita,” ujar El.‘Demi anak?’ Batin Livy berkecamuk.Mendengar jawaban dari El, leher Livy seolah tercekik, suaranya pun tercekat di tenggorokan. Bahkan ia sulit menelan saliva karena terlalu kental. Bukan senang tetapi hatinya sakit mengetahui jawaban sang kekasih.Kenapa?Entahlah, pikiran serta hatinya merasa jika semua pria sama. Kini, Livy membayangkan hal yang dilakukan Sergio, suaminya itu tega memilih selingkuhannya, begitu juga dengan El.“Kakak tega menceraikan Kak Sonia?” Tanya Livy dengan suara lirih.“Bukan tega sayang. Kamu tahu aku tidak akan melakukannya jika hubungan kami normal. Pernikahanku dan Sonia bertahan karena abuela dan ayahmu. Kami berusaha saling mencintai tetapi tidak bisa.” El memeluk Livy, menyangga dagu pada bahu.“Sonia akan lebih bahagia jika bersatu dengan kekasihnya,” tambah El.Seketika kening Livy mengerut, ia tidak pernah mendengar sang kakak memiliki kekasih. Sebab Sonia selalu sibuk dengan dunia model, dulu
“Sayang? Apa maksudmu?” Sonia membeliak mendengar pernyataan sang suami.“Iya benar aku tanggung jawab, memangnya salah?” Ekor mata El melirik tajam pada Sonia. Sedangkan Livy yang berdiri di sisi ayah angkatnya menggeleng lemah, wajahnya sudah pucat pasi. Ia menelan saliva serta memenuhi rongga dada dengan oksigen. Saking tegangnya, perut bagian bawah terasa kram. Tangannya mencari pegangan, ia berusaha menggapai lengan Tuan Fabregas.Sayang, pria paruh baya itu malah menjauh, memundurkan tubuh, enggan disentuh oleh anak angkatnya sendiri. Sehingga Livy, nyaris luruh di atas lantai, beruntung El bergerak cepat.“El jangan! Biarkan saja!” Cegah Sonia menahan pergelangan tangan sang suami.Akan tetapi Presdir Torres Inc tak menghiraukan ocehan Sonia, sigap meraih tubuh ibu dari anaknya sebelum menyentuh lantai. Pria ini tidak sungkan memeluk posesif tubuh Livy di depan mertua dan istri. El lebih mirip suami siaga darpada kakak ipar yang perhatian. Membuat rasa benci di hati Sonia sema
Tanpa terasa jam terus berlalu, Livy masih tetap merenung di depan jendela. Tiba-tiba ia terkesiap mendengar suara bel, seketika ibu hamil ini berdiri dan melongok kepala, terlihat kendaraan hitam mengkilap terparkir di depan rumah.“Siapa? Sepertinya bukan Kak El atau Kak Sonia, kenapa tidak langsung masuk?” gumamnya lantas turun ke bawah memeriksa tamu.Sesampainya di lantai satu, Livy segera mengintip dari lubang pintu. Ia mematung karena seseorang yang tak pernah diduga mengunjungi rumahnya.Akhirnya ia membuka pintu, dan mengukir senyum menyapa asisten pribadi kakak ipar. Sungguh saat ini Livy dilanda perasaan tegang, pasalnya tidak mungkin Alonso datang ke rumah tanpa memiliki maksud.“Nona tidak perlu berkemas, ambil saja barang yang paling penting setelah itu kita berangkat,” kata Alonso dengan nada datar dan dingin.“Memangnya mau ke mana Tuan? Ke rumah sakit?” Pria berambut hampir putih itu hanya menggelengkan kepala lantas duduk di kursi teras. Berbeda dengan ibu hamil yan