Sonia mau ngapain ya? (・o・)
Tanpa terasa jam terus berlalu, Livy masih tetap merenung di depan jendela. Tiba-tiba ia terkesiap mendengar suara bel, seketika ibu hamil ini berdiri dan melongok kepala, terlihat kendaraan hitam mengkilap terparkir di depan rumah.“Siapa? Sepertinya bukan Kak El atau Kak Sonia, kenapa tidak langsung masuk?” gumamnya lantas turun ke bawah memeriksa tamu.Sesampainya di lantai satu, Livy segera mengintip dari lubang pintu. Ia mematung karena seseorang yang tak pernah diduga mengunjungi rumahnya.Akhirnya ia membuka pintu, dan mengukir senyum menyapa asisten pribadi kakak ipar. Sungguh saat ini Livy dilanda perasaan tegang, pasalnya tidak mungkin Alonso datang ke rumah tanpa memiliki maksud.“Nona tidak perlu berkemas, ambil saja barang yang paling penting setelah itu kita berangkat,” kata Alonso dengan nada datar dan dingin.“Memangnya mau ke mana Tuan? Ke rumah sakit?” Pria berambut hampir putih itu hanya menggelengkan kepala lantas duduk di kursi teras. Berbeda dengan ibu hamil yan
“Abuela … Mom!” teriak Sonia sembari menangis tersedu-sedu.Selesai melakukan syuting iklan, model cantik ini segera pulang ke mansion. Mengurungkan niat untuk bermalam bersama mantan kekasihnya. Sebab ada hal yang harus diselesaikan.“Ada apa ini Sonia?” abuela langsung memeluk cucu menantu. “Kamu sakit atau kalian bertengkar? Di mana anak itu?” Sonia menggeleng lemah, terisak sembari memasang wajah sendu. Berbeda dari hati yang tertawa puas, karena berhasil meraih simpati wanita paling berpengaruh di keluarga Torres. Ia yakin tidak lama lagi El akan meninggalkan Livy.“Mom, kenapa Sonia?” Nyonya Torres datang setelah diberitahu oleh para maid.Sonia dibawa masuk ke kamar dan diberi segelas air minum. Wanita itu menyandarkan kepala ke pundak abuela, tangannya terkepal dan kedua mata terpejam seolah merasakan sakit hati mendalam.“Sekarang cerita pada kami, ada apa?” abuela menepuk paha Sonia dan menggengam kedua tangan mulus.“Suamiku … El, dia selingkuh. Apa yang harus aku lakukan
“Kamu masih berpikir tetap mempertahankan Livy dan anak kalian?” Tanya Sonia turut menyandarkan punggung pada dinding bercat putih rumah sakit.Kini, semua anggota keluarga Torres menanti dokter selesai memeriksa abuela. Wanita sepuh itu ditemukan pingsan dalam lift oleh seorang maid. Dengan cepat dilarikan ke rumah sakit, mengingat abuela memiliki riwayat diabetes dan pernah mengalami gangguan ginjal.“Kemarin ayah, sekarang abuela. Besok siapa lagi El? Tidakkah kamu berpikir sejauh itu?” sambung Sonia.“Maksudmu aku harus lari dari tanggung jawab?” El sedikit menolehkan kepala, manik biru safirnya menatap intens dan tajam sang istri.Terdengar suara berdecak sebal dari mulut Sonia. Sehingga pria ini mulai terpancing amarah, El yakin sang istri sengaja melakukannya. Padahal ia telah mempersiapkan diri berserta bukti agar kejadian seperti ini tidak terjadi.“Ya. Kamu bilang itu karena kesalahan ‘kan? Dia tidak masalah melahirkan dan membesarkan anaknya sendirian. Dia masih memiliki to
“Hemm … ini enak dan nyaman.” Suara manja nan merdu memuji keterampilan El.Ya, pria yang duduk menyandar pada sisi lain jacuzzi tersenyum merekah. Rasa lelah dan sedih seketika menguap, keberadaan Livy benar-benar memberikan energi positif.“Dulu, sewaktu Mom hamil adik-adikku sering merasa pegal. Dan … seperti inilah yang dilakukan Dad Leon,” ucap El sambil terus memijat telapak kaki wanitanya.Pada akhirnya, bukan pria ini yang menerima pelayanan terbaik atau sentuhan memabukkan. Melainkan ibu hamil, El sengaja memanjakan Livy setelah lebih dari 48 jam tidak bertemu. “Sekarang gantian aku yang memijat Kakak.” Livy menarik kakinya dan menggeser tubuh lebih dekat.“Tidak perlu, aku cukup berendam, tidur dan mengatur pola makan.” El bersikeras menolak, tidak mungkin tega membuat Livy kelelahan.Selama dua hari, Presdir Torres Inc tidak tidur nyenyak, jangankan berbaring, ia selalu berdiri atau duduk menanti abuela siuman. El tidak pulang ke mansion atau mengganti pakaian, nafsu makan
“Memangnya kamu mau ke mana?”El mengerutkan kening dan menolehkan kepala menatap intens kepada Livy. Pikirannya dipenuhi beragam pilihan, mungkin saja wanita ini ingin mengunjungi Tuan Fabregas di rumah sakit. Jika itu permintaan Livy, maka El akan melarang, karena abuela dirawat di rumah sakit yang sama.“Makan es krim … enak manis,” jawab Livy menyengir.“Es krim?” Tanya El tidak percaya karena permintaan Livy jauh dari isi kepalanya. Ibu hamil mengangguk cepat, bahkan Livy melingkarkan tangan pada lengan kekar berotot sempurna. Binar mata yang memancarkan cahaya menambah kesan manis pada wajah cantiknya. Sungguh membuat El tidak tahan menolak keinginan ibu dari anaknya. Mereka pun keluar dari gedung pengadilan, melupakan masalah persidangan, melangkah riang bak remaja yang dimabuk asmara. El membuka pintu mobil, meletakkan satu tangan pada bagian rangka, melindungi agar Livy tidak terbentur.“Hati-hati sayang.”“Terima kasih, Kak,” balas Livy memberikan senyum terbaik.Sebenarny
“Ok siapa takut.” Tantang Livy masih dengan mulut dipenuhi es krim rasa jeruk.Jawaban wanita ini membuat El geleng-geleng kepala, karena kekasihnya mulai berani nakal. Menurut presdir berjuta pesona, tingkah Livy semakin hari sangat lucu, menghibur pikirannya yang sedang dilanda masalah.“Kalau begitu kita pulang ke penthouse. Kamu harus istirahat, lalu menerima hukuman,” ujar El mengusak surai coklat panjang hingga kusut dan berantakan.Seketika Livy menoleh, merengut karena merasa terganggu. Bibir merah muda selalu menggoda El, ibu hamil ini berhasil menyenangkan hati.Namun, sorot mata Livy beralih jauh ke belakang. Ia menatap sesuatu dengan pandangan berbinar, tak lama mengembalikan pusat perhatian pada kakak iparnya.“Kak El, aku boleh minta sesuatu?” Tanyanya dengan tatapan memelas.“Hem apa lagi? Mau es krim? Memangnya semangkuk itu kurang?” balas El, tidak mengerti keinginan wanita terutama ibu hamil.Pria ini pikir kaum hawa hanya memerlukan uang, uang dan uang, serta kartu s
“Sayang, dari mana saja? Kamu tega El!” tuduh Sonia sembari terisak di depan ruang rawat Tuan Fabregas.Hampir seharian penuh menghabiskan waktu bersama Livy, bahkan libur kerja. Malam ini El kembali ke rumah sakit, tentu setelah memastikan ibu dari anaknya terlelap. Ia sengaja tidak membangunkan Livy, enggan mengganggu waktu tidur berkualitas. Sehingga hanya menuliskan kata-kata di sticky note serta menitip pesan pada maid.“El?” Panggil Sonia karena diabaikan oleh suaminya.Pria ini memilih masuk ke kamar ayah mertua, memeriksa kondisi sebab terakhir kali detak jantung dibawah batas normal. El menatap lekat wajah keriput yang tergolek lemah dipenuhi peralataan medis.“Sonia jaga sikap! Ini rumah sakit, hargai pasien!” tegas El dengan nada serendah mungkin.“Apa? Jaga sikap? Seharusnya kamu yang—“ Sonia tersentak karena El membekap mulut, membawa wanita itu ke sudut ruangan. Memberi peringatan dengan sorot mata menukik tajam. Model cantik memang ketakutan tetapi mengambil kesempat
“Ya ampun bagaimana ini?” Panik Livy.Wanita ini berjalan mundur, bukan tanpa sebab, karena ia mendengar percakapan dari pintu yang mulai terbuka. Ia menyandar pada dinding mencari tempat persembunyian, tiba-tiba saja raganya terdorong ke belakang.“Akh …” Beruntung Livy masih bisa menjaga keseimbangan dan tidak terjatuh. Ia langsung berpegangan pada kursi tunggal di dekatnya lantas berdiri dan menutup pintu.“Menyingkirlah. Aku mau masuk!” “Nyonya, Anda tidak boleh masuk! Tuan tidak di dalam.” “Memangnya kenapa? Aku ini istrinya, dengar ya kamu bisa ku pecat karena berlaku kasar pada istri presdir!” teriak Sonia.Ternyata perdebatan antara Sonia dan sekretaris presdir terjadi, karena wanita itu memaksa masuk. Padahal El telah menitip pesan agar siapa pun tidak menginjakkan kaki di ruangannya, karena Livy tengah di dalam.Sedangkan di balik dinding pembatas, Livy berhasil sembunyi dari kakak angkatnya. Ia mengelus dada, cukup terkejut atas kedatangan Sonia, rasanya benar-benar horor