“Livy … lupakan Sergio! Kamu pantas mendapat yang lebih baik,” ucap El.Bibir keduanya semakin dekat, tersisa jarak kurang dari lima senti. Bahkan Livy bisa merasakan, bagaimana jemari milik kakak iparnya menyentuh daging kenyal itu. Namun, Livy segera diberi kesadaran, sehingga mendorong dada bidang kakak iparnya. Ia langsung menjauhkan kepala, dan mengalihkan wajah ke arah lain. “Kak, t-terima kasih bu-buahnya.” Livy berusaha mencari topik pembicaraan lain, detak jantungnya tidak normal. Napasnya tersenggal seakan baru saja berhenti setelah berlari.El berdeham lalu duduk di kursi tepi ranjang. “Hu’um ya.”Aura canggung memenuhi kamar rawat ini, Livy selalu membuang muka. Ia merasa perlu menetralkan suasana apa lagi pipinya begitu panas. Ia yakin, sekarang kulit wajahnya berubah merah.Namun, berbeda dengan El, kakak iparnya ini duduk dengan tenang. Bahkan, Livy terkesiap, karena pria itu meraih kedua tangannya, menatap pilu pada lebam di sekitar pergelangan. Sentuhan antar kulit
“Kamu?! Dasar tidak tahu diri!” Suara lantang itu ditujukan kepada Livy.Seketika El dan Livy berjauhan, keduanya tertangkap basah oleh Sonia. Wanita cantik itu baru saja tiba di rumah, seharusnya kembali esok pagi, tetapi Tuan Fabregas mengirimkan pesan bahwa kakak dan adik ipar ini semakin dekat.Semula Sonia sangat malas harus pulang ke rumah, sebab pesawatnya baru saja tiba di Madrid. Kakak angkat Livy ini ingin menginap dulu di hotel, menikmati kebebasan sebelum kembali ke sisi sang suami.“Menjauh dari suamiku!” Sonia mendekat, mendorong Livy dengan kasar. Kemudian menatap nyalang pada adik angkatnya. “Di mana suamimu? Apa kamu jal*ng yang mencari belaian dari pria lain?” Tidak terima terus direndahkan seperti ini, Livy membalas tatapan kakak angkatnya. Tubuhnya gemetar, bukan karena takut, tetapi menahan amarah. Bibir merah mudanya hendak menjawab, sayang, El lebih dulu mengeluarkan suara.“Sonia ini bukan salah Livy! Perutku lapar, sengaja melihat apa yang dia masak.” El sege
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?!” Livy menautkan alis, karena Sergio terus menatapnya. Setelah susah payah melangkah dari depan pintu kamar Sonia, ia kembali dihadapkan oleh sikap sang suami.Pria itu memandang seolah Livy tidak layak berada di ruangan yang sama. Sergio turun dari ranjang seraya membawa bantal. Ia pikir suaminya akan tidur di tempat lain, ternyata salah. Sang suami hanya duduk di sofa menghadap laptop. “Buatkan aku kopi!” Perintah Sergio tanpa menoleh, karena tak mendapat reaksi apa pun, ekor matanya melirik tajam pada Livy. “Apa kamu tuli dan cacat, hah?! Cepat!”“Kamu punya tangan dan kaki, kenapa tidak turun sendiri ke dapur?” sarkas Livy, hendak melenggang ke kamar mandi.“Ingat Livyata, kamu masih istriku!” bentak Sergio.Livy berdecak sebal, lalu kembali ke dapur, meracik kopi untuk suaminya. Kalau saja bukan karena ayah angkatnya, pasti ia telah meninggalkan Sergio. Rasa cinta di hati yang baru saja tumbuh berubah layu karena sikap pria itu. Bahkan Livy ber
“S-si-siapa yang cemburu?” Suara Livy terbata.“Kamu.” Tunjuk El ke arahnya.Wanita ini menelan saliva yang terasa pekat, mendadak tangannya gemetaran karena gugup. Sejenak Livy berpikir untuk memastikan bahwa tidak ada yang salah pada kalimatnya. Namun, dalam kondisi begini malah membuat otaknya tidak bisa mencerna dengan baik. Hanya Livy yang dikuasai oleh kegugupan, sedangkan pria paling digilai seantero Spanyol tampak santai. Bahkan El memelankan laju dan menepikan kendaraan miliknya. Ia melepas sabuk keselamatan, lalu duduk menghadap adik ipar.Sungguh Livy merasa sedang berada di ruang sidang, padahal ia juga tidak tahu, lantaran belum pernah masuk ke pengadilan. Antara takut, penasaran dan merasa bersalah bercampur menjadi jadi satu. “Kak, m-maaf aku lancang. Tapi aku tidak—“ “Aku dan Sonia tidak melakukan apa pun. Semalam, setelah makan aku langusng tidur,” tutur El seolah mengerti apa yang dimaksud adik iparnya.Jawaban yang keluar dari bibir agak tebal itu sangat berbeda
“Kak El?” gugup Livy.Kini irama jantungnya menjadi lebih cepat, ia sendiri kebingungan apa yang dilakukan kakak iparnya. Berada sedekat ini bersama El mampu membuyarkan konsentrasi, jemari pria itu terus membelai lembut kulit pipi.Kedua tangan Livy tersampir di pundak El, otaknya memerintah mendorong, tetapi reaksi tubuhnya berkhianat. Ia memejamkan mata karena wajah kakak ipar semakin mendekat.“Kenapa menutup mata? Ada noda kering di pipi.” El terus menggosok kulit mulus itu.“Hah?” Segera Livy membuka mata, sungguh dirinya merasa malu karena telah berharap El menciumnya. “Aku ambilkan handuk basah, tunggu sebentar!” El beranjak dari depan Livy, berlari kecil menuju toilet.Di dalam toilet yang cukup luas, pria ini menatap diri pada cermin besar. Ia tidak mengerti, mengapa bisa berpikir ingin menikmati bibir ranum itu. Semula El memang berniat mengahapus noda pada pipi adik ipar, tetapi melihat daging kenyal berwarna merah muda menjadikannya lupa diri.‘Donatello Xavier! Dia adik
“Apa ada yang lain?” Tanya Livy pada seorang pramuniaga.Setelah dipertimbangkan, akhirnya Livy menerima undangan pesta ulang tahun nenek dari El. Semula ia ragu karena tidak memiliki gaun, tetapi mengingat dua minggu ini tokonya ramai sehingga memiliki keuntungan di atas rata-rata.Sekarang wanita berperawakan mungil ini dipandu oleh seorang pramuniaga. Livy dihadapkan pada jajaran gaun mewah yang sebelumnya hanya bisa dilihat di televisi atau sosial media. Ia menelan ludah setelah melihat harga, benar-benar mencekik kaum sederhana.“Bukankah tadi Nona bilang mau yang terbaru?” tanggapan pramuniaga.“Ya, tapi … aku rasa, ini tidak cocok karena sangat terbuka.” Livy menutup kelopak mata, karena anggaran yang dimiliki kurang.“Kenapa Nona tidak bilang dari tadi? Kami masih memiliki koleksi yang lain, ini lebih tertutup.” Pramuniaga berlalu, tidak lama membawa beberapa gaun cantik dan indah.Sayangnya, Livy terbelalak setelah melihat harganya. Ia menghela napas karena datang ke tempat ya
Sepuluh menit sebelumnya El menerima laporan dari salah satu petugas keamanan di mansion. Menyatakan bahwa seorang wanita memaksa masuk, mengatakan status sebagai adik ipar Tuan Muda Torres.Presdir Torres Inc yang tengah dalam perjalanan menuju mansion, langsung teringat pada Livy, serta undangan ibunya untuk menghadiri pesta. Saat itu juga, El langsung menginjak pedal gas, menambah kecepatan di atas rata-rata.Setibanya di depan pagar, El segera melepas sabuk pengaman, lalu turun dari kuda besinya .“Kenapa dia balik lagi?” gumam pria tampan dan terkaya seantero Spanyol.Ketukan langkah dari alas kaki berpadu dengan aspal menimbulkan irama nyaring. Pria ini mengikis jarak dengan Livy, hingga semakin dekat, ia menarik lengan adik iparnya.Seketika tubuh Livy terjatuh ke dalam dekapan El. Keduanya menempel tak berjarak, iris coklat dan biru safir saling memandang.“Livy, kamu ke sini?” El tidak melonggarkan tangannya pada tubuh Livy.Sedangkan wanita ini, mengedip mata perlahan, rasa le
“Sonia! Hentikan! Di sini tidak ada aturan harus memberikan hadiah, bahkan aku tidak memiliki kado,” sentak El. Pria ini geram melihat tingkah sang istri yang arogan dan kasar. El pikir, Sonia tidak datang, lantaran menurut informasi, wanita itu sedang sibuk di depan kamera. Sekarang, hadir dan membuat keributan, sebagai suami tentu saja merasa malu.“Tapi bisa saja Livy bohong, sayang! Aku … aku sayang sama abuela.” Nada Sonia melemah karena menyadari sikapnya salah besar.“Ok, aku akan hubungi ahli gizi untuk memeriksanya! Jadi, jangan sentuh kue abuela.” El segera menarik paksa pergelangan Sonia, membawanya masuk ke dalam.Sedangkan abuela tampak kecewa tidak bisa menikmati kue unik. Mereka semua masuk ke dalam karena makan malam bersama keluarga segera dimulai, meninggalkan Livy yang merelakan kuenya dibawa pergi.Di meja makan, keheningan tercipta, bahkan hanya menyisakan denting dari peralatan. Namun, tidak berlangsung lama, sebab abuela membuka suara kepada cucunya.“Kamu bilan