selamat membaca (✿^‿^)
“Sonia! Hentikan! Di sini tidak ada aturan harus memberikan hadiah, bahkan aku tidak memiliki kado,” sentak El. Pria ini geram melihat tingkah sang istri yang arogan dan kasar. El pikir, Sonia tidak datang, lantaran menurut informasi, wanita itu sedang sibuk di depan kamera. Sekarang, hadir dan membuat keributan, sebagai suami tentu saja merasa malu.“Tapi bisa saja Livy bohong, sayang! Aku … aku sayang sama abuela.” Nada Sonia melemah karena menyadari sikapnya salah besar.“Ok, aku akan hubungi ahli gizi untuk memeriksanya! Jadi, jangan sentuh kue abuela.” El segera menarik paksa pergelangan Sonia, membawanya masuk ke dalam.Sedangkan abuela tampak kecewa tidak bisa menikmati kue unik. Mereka semua masuk ke dalam karena makan malam bersama keluarga segera dimulai, meninggalkan Livy yang merelakan kuenya dibawa pergi.Di meja makan, keheningan tercipta, bahkan hanya menyisakan denting dari peralatan. Namun, tidak berlangsung lama, sebab abuela membuka suara kepada cucunya.“Kamu bilan
“Semoga hari ini jauh lebih baik dibanding kemarin.” Sebelum festival dimulai, Livy dan pegawainya menumpuk tangan di udara sebagai penyemangat.Beberapa hari belakangan, omset di toko roti menurun drastis. Stok roti banyak tersisa, padahal toko buka hingga sore hari. Pelanggan setia perlahan menghilang, hanya Torres Inc dan rumah sakit tetap setia memesan setiap harinya.Livy sempat patah semangat, menyangka bahwa konsumen mulai jenuh dan tidak menyukai roti buatannya lagi. Dari pertama membuka toko, kejadian seperti ini baru menimpanya. Setelah mempelajari karakter bisnis, memang tidak selamanya berjalan mulus. “Iya Bu, aku yakin toko roti Bu Livy pasti kembali ramai,” ucap seorang pegawai setia.Wanita berparas manis mengulas senyum sembari menganggukkan kepala. “Ayo kita rapikan boothnya, sebentar lagi para festival di mulai.” Awalnya, Livy sempat ragu mengikuti festival tetapi El terus memaksanya. Bahwa ia bisa melalui rintangan yang membentang. Tepat pukul delapan pagi area fe
“Sebenarnya, berita apa yang mereka maksud?” Setelah mendengar percakapan beberapa pengunjung, Livy kembali ke boothnya, tidak jadi membeli churros.“Mana churrosnya, Bu?” Seorang pegawai menoleh karena Livy masuk dengan tangan kosong.Livy menggelengkan kepala. “Apa yang lagi ramai di sosial media?”Wanita ini memeriksa ponselnya, karena kesibukan yang mendera, belakangan tidak lagi membuka sosial media, ia fokus pada usahanya. Perlahan Livy menggulir layar, dan menemukan berita bahwa roti buatannya hasil menjiplak resep orang lain. “Apa-apaan ini?” geram Livy, tubuh bagian atasnya langsung naik turun, deru napas terdengar kasar.“Kenapa Bu?” Pegawai toko mendekat dan mengintip ke layar pipih.Kemudian Livy mencari sumber berita, salah satu media pemberitaan menunjukkan bukti bahwa tokonya mencuri resep. Ia tidak habis pikir, siapa orang yang tega merusak nama baik roti buatannya yang baru saja berdiri. “Apa yang harus aku lakukan?” lirih Livy, lantas berpikir sembari menyandarkan p
“Cepat tangani dia! Pastikan wanita ini bisa bergerak dan tidak lumpuh!” teriak Sergio pada pria berjas putih. Ia enggan mengakui Livy sebagai istri di depan umum, bahkan otak liciknya menganggap semua yang dilakukan adalah sandiwara.“Baik, silakan Tuan tunggu di depan. Kami harus menangani pasien.” Bukan dokter, melainkan perawat menjulurkan tangan ke arah pintu.Sergio geram sebab rencananya gagal, seharusnya berhasil menarik uang di rekening. Saat ini yang ada di otaknya bukan keadaan sang istri, tetapi uang, dan cara mengambil tanpa memerlukan persetujuan Livy.Bodoh memang, pria itu berpikir Livy tidak akan mengendus perselingkuhannya. Padahal Sergio telah berhasil membuat wanita polos menyimpan uang di rekening bersama. “Setelah dia siuman, aku harus mendapatkan tanda tangannya!” seru Sergio.Kemudian pria ini merogoh ponsel pada saku celana, menghubungi sang kekasih yang menunggu di bandara. Sergio terpaksa membujuk rayu selingkuhan, supaya sabar menanti. Dengan mulut manis y
“Livy, Sergio, kenapa diam saja?” Pertanyaan itu diulang dengan nada interogasi dari ambang pintu.Sedangkan Livy dan Sergio bergeming, untuk pertama kali pasangan suami istri ini satu suara, kompak menyembunyikan berita kehamilan. Sang suami yang dikenal mahir merangkai kata, sekarang berubah bungkam. Apa lagi, Livy merasa ketakutan, kepalanya tertunduk dan tangannya meremas pakaian, untuk menghilangkan gugup.“Lalu, apa yang mau kamu lakukan? Kenapa aku tidak boleh tahu?” sentak pria paruh baya. Kemudian berjalan masuk dan memperhatikan putri angkatnya. “Aku tidak suka kalian menutupi sesuatu, ingat Livy, Sergio, ini rumahku. Jadi, berhak mengetahui apa pun!”“Ayah salah paham,” jawab Sergio tidak ingin dicap sebagai ayah dari calon janin.Tuan Fabregas mendelik tajam, bukan pada menantu angkuhnya tetapi Livy. Pria tua menatap penuh tanya ke arah perut, pikirannya langsung menyalahkan anak angkat. “Jangan-jangan kamu yang memaksa Sergio menutupi kabar ini?!” tuduh Tuan Fabregas.Son
“M-maksudnya apa, Kak?” jawab Livy terbata.Wanita ini berpikir kakak iparnya menginginkan sesuatu yang menyenangkan, dan memuaskan demi menuntaskan gairah. Tidak munafik, sekujur tubuhnya merindukan sentuhan manja.Livy bergeming, tidak mengikuti El yang semakin melangkah masuk. Ia menggeleng, menghempas pikiran nakal, lantas menarik napas untuk mengembalikan kesadaran.“Kenapa diam di sana? Ayo masuk!” El mengulurkan tangan, jangan lupakan senyum terukir pada bibir tebal itu.“Tapi Kak—““Sudahlah masuk! Kamu perlu makan, lihat badanmu masih kurus.” El menujuk pada Livy, tetapi jari itu seakan tearah ke bagian perut.Sedangkan Livy, masih bungkam seribu bahasa, ia sempat menunduk memandangi perutnya lalu mengayunkan kaki, duduk di ruang keluarga. Pupilnya masih setia mengamati gerak-gerik El, ia menelan air liur saat pria itu melempar jas dan membuka dua kancing kemeja serta menggulung bagian lengan.Livy seolah terhipnotis, kelopaknya tidak berkedip dan hampir saja meneteskan air li
“Orang lain? Tidak pernah ke sini?” Livy mengulang jawaban kakak iparnya. Bolehkah ia merasa senang karena untuk pertama kali diperlakukan jauh lebih baik dari kakak angkatnya? Livy menatap lekat sepasang manik biru safir, ia menelan ludah karena hidung mancung itu menempel tepat di atas tulang indera penciumannya.Sepasang kelopak mata memejam, benar saja sesuai dugaan, El kembali menyatukan bibir. Kemudian mengangkat Livy ke atas meja konter, seraya menyesap daging kenyal itu dengan liar. Pria ini tidak mengerti, karena feromon yang menguar dari tubuh adik iparnya sangat menggoda.Seketika El tidak bisa lagi menahan diri, ia memaki dalam hati karena mengingkari janjinya terhadap Sonia. Selama ini, ia terlalu sabar sebagai suami, menutupi segala keburukan wanita itu demi menyenangkan hati abuela dan kedua orang tua.Akhirnya Presdir Torres Inc hilang kendali, ia melepas ikat pinggang, membuka kancing dan resleting celana hitamnya. Kemudian merebahkan Livy di atas meja panjang, ia men
“Aku … basah,” jawab Livy apa adanya.Semua ini akibat perbuatan kakak iparnya, menyebabkan tubuh Livy dibanjir keringat, kedua pakaian dalam tidak layak dipakai lagi karena terlalu basah. Alhasil, selepas perdebatan batin dan otak, ia memberanikan diri keluar dari kamar.“Kamu mau lagi?” goda El, yang tak puas hanya satu kali. Entahlah, padahal bersama Sonia selalu cukup sekali—sebagai bentuk formalitas menyentuh istri. “Tidak, apa aku boleh pulang?” Livy tidak ingin orang rumah curiga.“Dengan keadaan seperti ini? Jangan harap! Kita beli pakaian dalam untukmu dulu, kebetulan dekat sini ada toko langganan adikku.” El langsung menggenggam tangan Livy, keduanya keluar dari griya tawang begitu lengket tak terpisahkan, layaknya pengantin baru.Presdir Torres Inc benar-benar membawa Livy ke toko pakaian dalam, tidak hanya menjual khusus wanita tetapi juga pria. Ketika dua insan itu melangkah masuk, sigap pengawas dan pramuniaga menutup akses berkunjung. Livy dipandu seorang pramuniaga m