“Livy, Sergio, kenapa diam saja?” Pertanyaan itu diulang dengan nada interogasi dari ambang pintu.Sedangkan Livy dan Sergio bergeming, untuk pertama kali pasangan suami istri ini satu suara, kompak menyembunyikan berita kehamilan. Sang suami yang dikenal mahir merangkai kata, sekarang berubah bungkam. Apa lagi, Livy merasa ketakutan, kepalanya tertunduk dan tangannya meremas pakaian, untuk menghilangkan gugup.“Lalu, apa yang mau kamu lakukan? Kenapa aku tidak boleh tahu?” sentak pria paruh baya. Kemudian berjalan masuk dan memperhatikan putri angkatnya. “Aku tidak suka kalian menutupi sesuatu, ingat Livy, Sergio, ini rumahku. Jadi, berhak mengetahui apa pun!”“Ayah salah paham,” jawab Sergio tidak ingin dicap sebagai ayah dari calon janin.Tuan Fabregas mendelik tajam, bukan pada menantu angkuhnya tetapi Livy. Pria tua menatap penuh tanya ke arah perut, pikirannya langsung menyalahkan anak angkat. “Jangan-jangan kamu yang memaksa Sergio menutupi kabar ini?!” tuduh Tuan Fabregas.Son
“M-maksudnya apa, Kak?” jawab Livy terbata.Wanita ini berpikir kakak iparnya menginginkan sesuatu yang menyenangkan, dan memuaskan demi menuntaskan gairah. Tidak munafik, sekujur tubuhnya merindukan sentuhan manja.Livy bergeming, tidak mengikuti El yang semakin melangkah masuk. Ia menggeleng, menghempas pikiran nakal, lantas menarik napas untuk mengembalikan kesadaran.“Kenapa diam di sana? Ayo masuk!” El mengulurkan tangan, jangan lupakan senyum terukir pada bibir tebal itu.“Tapi Kak—““Sudahlah masuk! Kamu perlu makan, lihat badanmu masih kurus.” El menujuk pada Livy, tetapi jari itu seakan tearah ke bagian perut.Sedangkan Livy, masih bungkam seribu bahasa, ia sempat menunduk memandangi perutnya lalu mengayunkan kaki, duduk di ruang keluarga. Pupilnya masih setia mengamati gerak-gerik El, ia menelan air liur saat pria itu melempar jas dan membuka dua kancing kemeja serta menggulung bagian lengan.Livy seolah terhipnotis, kelopaknya tidak berkedip dan hampir saja meneteskan air li
“Orang lain? Tidak pernah ke sini?” Livy mengulang jawaban kakak iparnya. Bolehkah ia merasa senang karena untuk pertama kali diperlakukan jauh lebih baik dari kakak angkatnya? Livy menatap lekat sepasang manik biru safir, ia menelan ludah karena hidung mancung itu menempel tepat di atas tulang indera penciumannya.Sepasang kelopak mata memejam, benar saja sesuai dugaan, El kembali menyatukan bibir. Kemudian mengangkat Livy ke atas meja konter, seraya menyesap daging kenyal itu dengan liar. Pria ini tidak mengerti, karena feromon yang menguar dari tubuh adik iparnya sangat menggoda.Seketika El tidak bisa lagi menahan diri, ia memaki dalam hati karena mengingkari janjinya terhadap Sonia. Selama ini, ia terlalu sabar sebagai suami, menutupi segala keburukan wanita itu demi menyenangkan hati abuela dan kedua orang tua.Akhirnya Presdir Torres Inc hilang kendali, ia melepas ikat pinggang, membuka kancing dan resleting celana hitamnya. Kemudian merebahkan Livy di atas meja panjang, ia men
“Aku … basah,” jawab Livy apa adanya.Semua ini akibat perbuatan kakak iparnya, menyebabkan tubuh Livy dibanjir keringat, kedua pakaian dalam tidak layak dipakai lagi karena terlalu basah. Alhasil, selepas perdebatan batin dan otak, ia memberanikan diri keluar dari kamar.“Kamu mau lagi?” goda El, yang tak puas hanya satu kali. Entahlah, padahal bersama Sonia selalu cukup sekali—sebagai bentuk formalitas menyentuh istri. “Tidak, apa aku boleh pulang?” Livy tidak ingin orang rumah curiga.“Dengan keadaan seperti ini? Jangan harap! Kita beli pakaian dalam untukmu dulu, kebetulan dekat sini ada toko langganan adikku.” El langsung menggenggam tangan Livy, keduanya keluar dari griya tawang begitu lengket tak terpisahkan, layaknya pengantin baru.Presdir Torres Inc benar-benar membawa Livy ke toko pakaian dalam, tidak hanya menjual khusus wanita tetapi juga pria. Ketika dua insan itu melangkah masuk, sigap pengawas dan pramuniaga menutup akses berkunjung. Livy dipandu seorang pramuniaga m
“Sa-sayang, tumben kamu ke sini, kangen ya?” Sonia berusaha mencairkan suasana sekaligus bersandiwara.Meskipun keduanya tidak saling mencinta, tetapi berkomitmen menjaga hubungan di depan umum. Mereka akan berubah menjadi pasangan hangat yang membuat iri semua, terlebih El sangat memanjakan Sonia.“Memang kenapa? Aku menjemputmu,” jawab El begitu dingin, tanpa senyum apalagi menggoda Sonia.“Kalau begitu tunggu sebentar, pemotretanku sebentar lagi selesai,” ujar Sonia mengecup manja pipi suaminya, lalu membalik tubuh, tanpa sungkan berpose seksi bersama pria lain.Fotografer sempat kikuk dan merasa bersalah karena klien menginginkan Sonia berpasangan dengan model pria yang sedang naik daun. Sekarang, seluruh kru sangat ketakutan, khawatir agensi mereka dibuat merugi oleh Presdir Torres Inc.Hampir satu jam El menunggu, akhirnya sesi foto selesai. Sebagai suami yang baik, tidak ingin menjatuhkan nama istri di depan umum, ia mengikuti Sonia ke ruang ganti.“Kenapa El? Mau coba di sini?
“Panggil namaku sekali lagi!” bisik El di sela gerakan lembutnya.“El … aku.” Livy meremas kain seprei, tubuhnya sudah dibanjiri keringat. Bahkan berulang kali merasa terbang ke angkasa. Ia juga mengatakan, “Tetap seperti ini, jangan terlalu cepat.” El menyeringai, karena Livy malah menyukai tempo lamban sedangkan ia hanya mengulur waktu. Sebenarnya sangat ingin menyentak dan membalik tubuh wanita yang saat ini berada di bawahnya, tetapi hati kecilnya berkata ‘jangan’.Hingga pria ini kembali melepas pasukannya dan terjatuh lemas di sisi tubuh adik iparnya. El membelai kening berkeringat Livy, membawa wanita berperawakan mungil ke dalam pelukan. “Tetap seperti ini sebentar saja,” ujar El, lalu memejamkan mata.“Kenapa datang ke sini? Memangnya Kak Sonia mengizinkan Kakak keluar?” tanya Livy penasaran, sebab tadi tidak sengaja mendengar percakapan antara El dan Tuan Fabregas.Jujur saja, ia sempat cemburu, tetapi di tepis karena menganggap itu hal wajar. Sebagai suami yang baik, El s
Setelah merasa kondisi tubuh jauh lebih baik, Livy bergegas mengunjungi mansion Torres. Ia tidak menggunakan bus, melainkan El sengaja memerintah sopir pribadi untuk mengantarnya ke kediaman keluarga. Pria itu mengkhawatirkan kondisi Livy, karena wanita ini bersikeras menyampaikan vitamin secara langsung.Dalam perjalanan menuju mansion, Livy melamun sebab El secara terang-terangan berharap dirinya hamil. Bahkan lelaki itu menjanjikan masa depan yang manis dan indah. Diikuti ancaman Tuan Fabregas terus menggaung dalam kepala.“Nona, kita sudah sampai.” Sopir pribadi membuka pintu penumpang, namun Livy bergeming, pandangannya lurus ke depan. “Nona Fabregas? Apa Anda memerlukan sesuatu?” sambungnya.“Oh, terima kasih Pak.” Livy menginjakkan kaki di halaman mewah itu. Degup jantungnya bertambah kencang karena berani menemui Sonia, lagi pula ia hanya menjalankan perintah sang ayah. Sebelumnya Livy telah mengirim pesan pada kakak angkatnya, tetapi tidak dibalas.Di sana, ia disambut oleh
Satu jam sebelumnya di tempat berbeda, dua pria saling berhadapan, sorot intimidasi terpancar dari keempat mata. “Aku dengar Tuan Lorenzo berkerja sama dengan istriku? Ah lebih tepatnya … Sonia.” El berdiri tepat di depan meja kerja Kepala Tim Redaksi. “Boleh aku duduk?” sambungnya.Tanpa menginjakkan kaki di Torres Inc, El langsung menuju kantor media pemberitaan. Di sana ia ingin menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. “Silakan Tuan Torres, anggap saja ruang kerja Anda,” tutur pria yang seumuran dengannya. El duduk dengan menumpuk satu paha di atas paha satunya. Ia mengangkat dagu dan memperhatikan ruangan yang cukup nyaman, lalu mengangguk dan berdeham. “Aku pikir tidak etis kantor media sebesar ini memberitakan kebohongan. Katakan padaku apa yang dijanjikan istriku … ah maksudku Sonia?” Bola mata biru safir El menatap tajam.Sedangkan pria di depannya mengerutkan kening tampak berpikir, namun El lebih dulu memberi pengingat. Presdir Torres Inc meletakkan ponselnya ke atas meja,