Claudia mendesah panjang di kala membuka mata, dirinya sudah berada di dalam kamarnya. Padahal tadi malam dirinya terlelap di dalam mobil Christian. Gadis itu yakin pasti Christian yang menggendongnya.Claudia tak mengira kalau tidur akan seperti kerbau. Bisa-bisanya tubuhnya sudah berpindah, tapi malah dirinya sama sekali tak sadar. Beruntung yang menggendongnya adalah Christian, bukan komplotan penjahat.Claudia memejamkan mata seraya memijat keningnya secara perlahan. Kepalanya sedikit pusing, dan perutnya masih mual. Hanya saja mual kali ini tak mendorongnya untuk muntah. Entah, Claudia tak mengerti ada apa dengan tubuhnya. Mungkin saja terlalu lelah membuat kesehatannya menurun.Claudia menyibak selimut, lalu turun dari ranjang dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Mood-nya sedang tak bagus, tapi tidak mungkin dirinya bolos dari kantor. Lagi pula, dirinya sudah merasa sedikit lebih baik.Tiga puluh menit kemudian, Claudia baru saja selesai membersihkan diri, dan sudah mengganti
Jantung Ella nyaris berhenti berdetak mendengar ucapan Elan. Sekujur tubuhnya membeku. Matanya memerah hendak meneteskan air mata. Berkali-kali, dia menggelengkan kepalanya, meyakinkan bahwa apa yang dia dengar ini adalah sebuah kesalahan.Napas Ella terasa sesak. Hatinya mulai merasakan sakit seperti tertusuk oleh sebilah pisau tajam. Tidak! Buru-buru, dia menepis apa yang dikatakan oleh Elan. Wanita itu memiliki keyakinan bahwa tidak mungkin adiknya tega melukainya. Ella tidak mungkin percaya begitu saja ucapan omong kosong Elan. Sekalipun dia tahu bahwa Elan tak suka berbicara omong kosong, tetap saja untuk hal ini pastilah omong kosong. Dia jauh lebih percaya pada adiknya sendiri, daripada pria gila yang terus mengganggu ketenangan hidupnya.“Kau pikir aku akan percaya? Elan, aku sangat mengenal adikku! Jika Christian bisa mengkhianatiku, tidak mungkin adikku tega melukaiku!” seru Ella dengan nada bergetar, akibat menahan kemarahan yang nyaris meledak.Elan tersenyum samar melih
Christian melihat secara detail CCTV di area pembangunan gedung Geovan Group yang ada di Seoul. Pria itu sengaja melihat CCTV secara detail, karena ingin tahu sejauh mana Elan mengawasinya. Selama di Seoul, Christian sama sekali tak tahu kalau ada yang membututinya secara bersih. Ya, padahal selama ini, dia selalu bertindak hati-hati. Tidak pernah gegabah sedikit pun. Akan tetapi kali ini dia kecolongan, sampai ada yang membututinya.Tak menampik, Christian mengakui cara kerja Elan yang bersih dan rapi. Benak pria itu menerka-nerka sejak kapan Elan mengetahui hubungannya dengan Claudia. Rasanya tidak mungkin jika Elan tiba-tiba saja meminta anak buahnya membututinya di Seoul. Christian tak percaya dengan sebuah kebetulan seperti ini.Beberapa saat, tatapan Christian tak lepas menatap rekaman CCTV yang diputar di iPad-nya. Tiba-tiba gerak dari anak buah Elan mulai mencurigakan, dengan cepat—dia memperbesar layar—memfokuskan pandangan pada gerak anak buah Elan.Mata Christian menyipit
“Akh—” Claudia memeluk perut bagian bawahnya yang terasa begitu sakit di kala tersungkur di lantai. Sudut bibirnya mengeluarkan darah akibat tamparan kakaknya yang terlalu keras. Claudia merasa nyeri luar biasa di perut bagian bawahnya, namun dia berusaha untuk menahan rasa sakit itu. Tamparan di pipinya memang cukup keras. Meski sakit dan perih, tapi tak sebanding rasa sakit di perut bagian bawahnya.“K-kak?” Perlahan Claudia berusaha menatap Ella dengan tatapan penuh kebingungan. Gadis itu menahan ringisan perih dari sakit yang timbul di perut bagian bawahnya dan bekas tamparan di pipinya.“Jangan pernah kau panggil aku kakak lagi! Aku tidak sudi kau memanggilku dengan sebutan itu!” bentak Ella begitu keras, dan menggelegar. Kemarahan dan emosi telah menguasai wanita itu.“Ella! Apa-apaan kau ini!” Grania membantu Claudia bangkit berdiri, dia memberikan tatapan tajam pada putri sulungnya. “Ella! Kau sudah gila! Kenapa kau memukul adikmu sendiri!” teriak Benny penuh emosi.Air mata
Christian membelai rambut Claudia lembut, sambil menatap Claudia yang kini sudah terlelap. Tampak jelas mata gadis itu sembab. Hidungnya pun memerah. Sejak tadi Claudia tak henti menangis. Sepanjang perjalanan, Claudia menangis. Pria itu melihat jelas kerapuhan gadis itu. Untungnya, rasa lelah membuat Claudia terlelap di mobil. Hal tersebut yang membuat Christian menjadi jauh lebih lega.Saat ini Christian membawa Claudia ke penthouse yang baru dia beli. Tak mungkin dia tetap membiarkan Claudia tinggal di rumah yang sudah tak lagi bisa memberikannya kehangatan.Hari ini, semua telah terungkap dengan jelas. Christian tak mengira kalau akan terungkap dengan cara yang seperti ini. Lepas dari yang terjadi, hal yang membuat Christian tak menyangka adalah kenyataan di mana Claudia bukan adik kandung Ella.Kemarahan Ella telah membongkar semuanya. Termasuk tentang fakta di mana Claudia bukanlah adik dari wanita itu. Selama ini, Christian tak pernah tahu tentang rahasia masa lalu Claudia.
Grania menyentuh keningnya, memijat secara perlahan di kala rasa pusing mulai menyerang. Tepat di kala kesadaran Grania mulai pulih, tatapannya menatap sang suami yang begitu setia duduk di tepi ranjang.“Sayang?” panggil Grania pelan dengan nada lemah, menandakan bahwa dirinya belum sepenuhnya pulih.Benny mengembuskan napas lega melihat Grania sudah siuman. “Aku khawatir sekali padamu. Aku takut terjadi sesuatu hal buruk padamu.”Grania terdiam sebentar, berusaha mengingat apa yang terjadi sampai membuat dirinya bisa jatuh pingsan. Satu demi satu, kepingan memori dalam pikirannya muncul. Tampak raut wajah Grania berubah menunjukkan jelas kepanikannya. Mata Grania memancarkan rasa takut dan khawatir yang begitu besar.“Di mana Claudia? Di mana putri bungsu kita, Sayang?” Grania menatap Benny penuh dengan rasa takut.Benny terlihat kacau dan muram. “Claudia pergi dibawa Christian.”Grania menggeleng kepalanya sambil menangis. “Sayang, kita harus jemput Claudia. Kita harus memberi tahu
Christian memarkirkan mobilnya di lobby apartemen di mana penthouse Elan berada. Pria itu segera menuju ke lift dengan langkah kaki yang tegas, dan cepat. Sorot mata tajamnya membendung rasa marah dan emosi tertahan.Christian layaknya merasakan bara api yang berada di atas kepalanya—begitu membakar hingga membuatnya ingin meledakan kemarahan. Sudah sejak sepanjang perjalanan—dia menahan emosi.Pengkhianatan dari sepupunya ini sangat sulit dia terima! Ting! Pintu lift terbuka. Christian melangkah keluar pintu lift menuju penthouse Elan.“Selamat malam, Tuan Christian.” Para pelayan menyambut kedatangan Christian.“Di mana Elan? Aku ingin bertemu dengannya.” Christian tanpa basa-basi, menjawab sapaan pelayan dari sepupunya itu. “Tuan Elan ada di ruang kerjanya, Tuan. Beliau sudah menunggu Anda,” balas sang pelayan penuh dengan sopan.Christian mengangguk singkat merespon ucapan sang pelayan. Tanpa lagi berkata, dia segera menuju ke ruang kerja Elan. Langkah kakinya tegas, dan sedi
Claudia terbangun di tengah malam, menatap ke jam dinding waktu menunjukkan pukul satu malam. Gadis itu menoleh ke samping, namun ternyata Christian belum juga pulang. Entah ke mana Christian pergi sampai-sampai di tengah malam seperti ini, pria itu tak juga pulang.Claudia menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, menarik selimut, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Di tengah malam yang hening ini, membuat perasaannya begitu campur aduk.Jika Claudia tengah kesendirian seperti ini, pasti selalu saja ada yang muncul di dalam pikirannya. Dia sudah berusaha untuk tidur kembali, tapi sayangnya dia tak bisa untuk tidur lagi. Seakan rasa kantuknya telah hilang seolah diterpa ombak.Ceklek! Pintu kamar terbuka. Refleks, Claudia mengalihkan pandangannya ke arah pintu—menatap Christian yang baru saja tiba. Senyuman di wajah Claudia terlukis di kala melihat sekarang pria yang dicintainya sudahlah pulang.“Christian?” Claudia menyibak selimut, lalu turun dari ranjang, dan melangkah mengh
Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam
Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau
*Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu
“Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka
Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?
“Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja
Lima tahun berlalu … “Caleb, kenapa kau bertengkar dengan Oscar? Ya Tuhan, Nak. Oscar itu anak Bibi Nicole—kakak ipar Mommy.” Claudia menatap kesal Caleb yang baru saja turun dari mobil. Tampak jelas raut wajah wanita itu sangat lelah.Bagaimana tidak? Hari ini Claudia baru saja mengadakan meeting dengan asisten pribadi Shawn. Ada project baru Geovan Group yang sedang ditangani Claudia. Tapi di tengah-tengah meeting berlangsung—Claudia mendapatkan kabar Caleb dan Oscar bertengkar. Pun kebetulan Oscar sedang berada di New York. Caleb dan Oscar bertengkar di taman bermain. Claudia dan Nicole langsung datang ke taman itu. Perkelahian berhasil terhenti karena pengawal Caleb dan pengawal Oscar sama-sama merelai perkelahian.“Oscar yang salah. Dia mendekati gadis yang aku suka, Mom.” Caleb berjalan menuju kamar, namun buru-buru Claudia menghalangi putranya itu.Claudia merasa ini belum selesai. Dia membutuhkan penjelasan sejelas-jelasnya. Dia tidak mau sembarangan apalagi asal-asalan dal
Usia Caleb memasuki enam bulan. Tubuh bayi laki-laki itu sangat gemuk dan sehat. Kulit putih. Pipi tembam. Mata bulat. Membuat Caleb benar-benar seperti boneka laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan.Bayi laki-laki tampan itu kerap menjadi pusat perhatian. Tidak heran kalau banyak sekali tawaran Caleb menjadi model bayi. Tapi sayang Christian dan Claudia tidak mengizinkan anak mereka menjadi seorang model.Segala bentuk penawaran menjadi model, pastinya ditolak oleh Christian ataupun Claudia. Alasannya tentu mereka tidak ingin kehidupan anak mereka terlalu menjadi sorotan di media.Selain itu, kisah masa lalu Christian dan Claudia, pastinya akan membuat Caleb menjadi pusat perhatian dari segi kehidupan. Itu yang membuat Caleb tidak akan nyaman di masa depan nanti.Suara tangis Caleb begitu keras di kala sudah selesai menyusu. Claudia yang tengah menimang putranya itu, nampak terkejut dan panik melihat putranya menangis. Dia pikir putranya ingin minum susu lain, tapi ternyata ti
Christian seperti orang gila marah-marah pada dokter. Pria itu menuntut dokter untuk membuat sang istri tidak lagi merintih kesakitan. Dia tidak tega melihat istrinya terbaring di ranjang seraya meringis kesakitan.“Kau ini dokter kandungan benar atau bohongan?! Kenapa kau tidak mampu menghilangkan rasa sakit istriku?” Christian marah-marah pada sang dokter yang malah membiarkan istrinya berteriak kesakitan.Sang dokter tersenyum memaklumi rasa takut Christian. “Tuan, Anda tidak perlu khawatir. Rasa sakit istri Anda adalah wajar. Setiap ibu yang melahirkan anak pasti akan merasakan sakit.”Christian mengusap wajahnya kasar. Kecemasan dan rasa panik melingkupi pria itu. “Jadi, istriku akan melahirkan sambil berteriak kesakitan?”Sang dokter menyentuh bahu Christian. “Tuan Hastings, itu adalah tugas seorang ibu. Proses melahirkan akan segera dimulai. Temani istri Anda, Tuan.” Christian bingung dengan perasaan campur aduk. Dia mendengar suara istrinya itu yang terus menjerit. Dia memutu