“Akh—” Claudia memeluk perut bagian bawahnya yang terasa begitu sakit di kala tersungkur di lantai. Sudut bibirnya mengeluarkan darah akibat tamparan kakaknya yang terlalu keras. Claudia merasa nyeri luar biasa di perut bagian bawahnya, namun dia berusaha untuk menahan rasa sakit itu. Tamparan di pipinya memang cukup keras. Meski sakit dan perih, tapi tak sebanding rasa sakit di perut bagian bawahnya.“K-kak?” Perlahan Claudia berusaha menatap Ella dengan tatapan penuh kebingungan. Gadis itu menahan ringisan perih dari sakit yang timbul di perut bagian bawahnya dan bekas tamparan di pipinya.“Jangan pernah kau panggil aku kakak lagi! Aku tidak sudi kau memanggilku dengan sebutan itu!” bentak Ella begitu keras, dan menggelegar. Kemarahan dan emosi telah menguasai wanita itu.“Ella! Apa-apaan kau ini!” Grania membantu Claudia bangkit berdiri, dia memberikan tatapan tajam pada putri sulungnya. “Ella! Kau sudah gila! Kenapa kau memukul adikmu sendiri!” teriak Benny penuh emosi.Air mata
Christian membelai rambut Claudia lembut, sambil menatap Claudia yang kini sudah terlelap. Tampak jelas mata gadis itu sembab. Hidungnya pun memerah. Sejak tadi Claudia tak henti menangis. Sepanjang perjalanan, Claudia menangis. Pria itu melihat jelas kerapuhan gadis itu. Untungnya, rasa lelah membuat Claudia terlelap di mobil. Hal tersebut yang membuat Christian menjadi jauh lebih lega.Saat ini Christian membawa Claudia ke penthouse yang baru dia beli. Tak mungkin dia tetap membiarkan Claudia tinggal di rumah yang sudah tak lagi bisa memberikannya kehangatan.Hari ini, semua telah terungkap dengan jelas. Christian tak mengira kalau akan terungkap dengan cara yang seperti ini. Lepas dari yang terjadi, hal yang membuat Christian tak menyangka adalah kenyataan di mana Claudia bukan adik kandung Ella.Kemarahan Ella telah membongkar semuanya. Termasuk tentang fakta di mana Claudia bukanlah adik dari wanita itu. Selama ini, Christian tak pernah tahu tentang rahasia masa lalu Claudia.
Grania menyentuh keningnya, memijat secara perlahan di kala rasa pusing mulai menyerang. Tepat di kala kesadaran Grania mulai pulih, tatapannya menatap sang suami yang begitu setia duduk di tepi ranjang.“Sayang?” panggil Grania pelan dengan nada lemah, menandakan bahwa dirinya belum sepenuhnya pulih.Benny mengembuskan napas lega melihat Grania sudah siuman. “Aku khawatir sekali padamu. Aku takut terjadi sesuatu hal buruk padamu.”Grania terdiam sebentar, berusaha mengingat apa yang terjadi sampai membuat dirinya bisa jatuh pingsan. Satu demi satu, kepingan memori dalam pikirannya muncul. Tampak raut wajah Grania berubah menunjukkan jelas kepanikannya. Mata Grania memancarkan rasa takut dan khawatir yang begitu besar.“Di mana Claudia? Di mana putri bungsu kita, Sayang?” Grania menatap Benny penuh dengan rasa takut.Benny terlihat kacau dan muram. “Claudia pergi dibawa Christian.”Grania menggeleng kepalanya sambil menangis. “Sayang, kita harus jemput Claudia. Kita harus memberi tahu
Christian memarkirkan mobilnya di lobby apartemen di mana penthouse Elan berada. Pria itu segera menuju ke lift dengan langkah kaki yang tegas, dan cepat. Sorot mata tajamnya membendung rasa marah dan emosi tertahan.Christian layaknya merasakan bara api yang berada di atas kepalanya—begitu membakar hingga membuatnya ingin meledakan kemarahan. Sudah sejak sepanjang perjalanan—dia menahan emosi.Pengkhianatan dari sepupunya ini sangat sulit dia terima! Ting! Pintu lift terbuka. Christian melangkah keluar pintu lift menuju penthouse Elan.“Selamat malam, Tuan Christian.” Para pelayan menyambut kedatangan Christian.“Di mana Elan? Aku ingin bertemu dengannya.” Christian tanpa basa-basi, menjawab sapaan pelayan dari sepupunya itu. “Tuan Elan ada di ruang kerjanya, Tuan. Beliau sudah menunggu Anda,” balas sang pelayan penuh dengan sopan.Christian mengangguk singkat merespon ucapan sang pelayan. Tanpa lagi berkata, dia segera menuju ke ruang kerja Elan. Langkah kakinya tegas, dan sedi
Claudia terbangun di tengah malam, menatap ke jam dinding waktu menunjukkan pukul satu malam. Gadis itu menoleh ke samping, namun ternyata Christian belum juga pulang. Entah ke mana Christian pergi sampai-sampai di tengah malam seperti ini, pria itu tak juga pulang.Claudia menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, menarik selimut, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Di tengah malam yang hening ini, membuat perasaannya begitu campur aduk.Jika Claudia tengah kesendirian seperti ini, pasti selalu saja ada yang muncul di dalam pikirannya. Dia sudah berusaha untuk tidur kembali, tapi sayangnya dia tak bisa untuk tidur lagi. Seakan rasa kantuknya telah hilang seolah diterpa ombak.Ceklek! Pintu kamar terbuka. Refleks, Claudia mengalihkan pandangannya ke arah pintu—menatap Christian yang baru saja tiba. Senyuman di wajah Claudia terlukis di kala melihat sekarang pria yang dicintainya sudahlah pulang.“Christian?” Claudia menyibak selimut, lalu turun dari ranjang, dan melangkah mengh
Lantunan musik piano terdengar begitu merdu. Suasana ruangan seakan memberikan ketenangan dan juga kedamaian. Ya, saat ini Claudia tengah memainkan piano. Penthouse milik Christian memiliki fasilitas piano.Claudia cukup pintar bermain piano, meskipun tak terlalu hebat. Seharian berada di rumah, yang dia lakukan mencoba menenangkan pikiran. Salah satunya dengan cara bermain piano.Lantunan musik piano menyejukan hati. Di tengah-tengah badai masalah yang terjadi, gadis itu sedikit lebih baik karena berusaha untuk menenangkan diri. Memang tidak mudah, namun Claudia mencoba untuk menjalani semuanya.“Nona Claudia?” sang pelayan melangkah menghampiri Claudia.“Iya?” Claudia mengalihkan pandangannya, menatap sang pelayan.“Nona, ini saya membuatkan orange juice untuk Anda.” Sang pelayan memberikan orange juice itu pada Claudia.Claudia tersenyum sambil menerima orange juice itu. “Terima kasih.”“Dengan senang hati, Nona,” jawab sang pelayan.Claudia meminum perlahan orange juice itu. “Oh,
Christian berdiri di depan ruang unit gawat darurat bersama dengan Grania. Tampak raut wajah pria itu begitu panik, khawatir, dan penuh ketakutan. Sejak tadi Christian hak henti mondar mandir tidak jelas. Pria itu mengusap wajah kasar. Meskipun sudah berkali-kali untuk tenang, tetap saja Christian tidak pernah bisa tenang.Suara rintihan sakit yang keluar dari bibir Claudia selalu terngiang di pikiran Christian. Pun yang terus terngiang di pikiran pria itu adalah Claudia mengalami pendarahan. Itu yang membuat Christian menjadi panik luar biasa, dan tak bisa untuk tenang. Terkaan-terkaan buruk bermunculan di pikiran Christian, tapi dia berusaha keras untuk menepis segala terkaan buruk itu.Bukan hanya Christian yang dilingkupi kepanikan. Grania pun demikian. Sejak tadi, wanita paruh baya itu tak bisa tenang. Dia menangis karena takut terjadi sesuatu hal buruk pada putrinya. “Christian, Claudia pasti baik-baik saja, kan?” Grania menatap Christian begitu cemas, dengan pancaran mata yang
Christian menatap Claudia yang masih terlelap. Senyuman di wajah pria itu terlukis begitu hangat dan amat bahagia. Tangan kokoh pria itu membelai perut Claudia yang masih rata. Gelenyar aneh menelusup masuk ke dalam diri Christian di kala menyentuh perut Claudia.Selama ini, setiap kali Christian berhubungan badan dengan Claudia memang tidak pernah sama sekali memakai pengaman. Namun, pria itu sama sekali tak mengira kalau Claudia akan secepat ini mengandung buah cinta mereka.Christian sama sekali tak menyesal. Kehadiran anak di tengah-tengah dirinya dan Claudia sebagai tanda memperkuat hubungan mereka. Sekalipun badai masalah hadir, tetapi mereka yakin bahwa mampu melewati semuanya.Christian menundukkan kepalanya, menciumi perut Claudia yang masih rata itu. Di dunia ini pria mana pun pasti akan bahagia, jika mendengar kabar bahwa akan menjadi seorang ayah.Perlahan, sayup-sayup mata Claudia mulai terbuka. Sinar lampu berwarna putih menyorot menjadi object pertama yang dirinya lihat