Pelupuk mata Ella bergerak-gerak hendak ingin membuka mata. Lalu, di kala matanya sudah terbuka sempurna—tatapannya mengendar ke sekitar—menatap dirinya berada di dalam kamar asing yang sama sekali tak dia kenali.Ella memijat pelipisnya ketika kepalanya merasakan pusing luar biasa. Sejenak, dia berpikir kenapa dirinya bisa berada di kamar asing ini. Tunggu! Tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam ingatan Ella.Ella mengingat dirinya baru saja keluar dari kantor, dan ada seseorang pria yang membekapnya hingga jatuh pingsan. Satu demi satu kepingan memorinya mulai terkumpul—dan menimbulkan rasa panik dan ketakutan.“Ya Tuhan, aku di mana?” seru Ella cemas luar biasa. Buru-buru, dia segera melihat ke tubuhnya sendiri—lalu embusan napas lega terdengar. Ella berpikir dirinya telah diperkosa. Tapi untungnya dress yang dia pakai masih lengkap. Setidaknya, rasa takut sedikit berkurang.“Sunshine, aku tidak suka menyentuhmu dalam keadaan kau tidak sadar.” Suara berat yang begitu Ella kenali. Sonta
Ella tak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus terngiang-ngiang akan apa yang dikatakan Elan terbukti benar adanya. Christian memiliki belas luka jahitan di lengan kanan. Sebuah kebetulan yang tak mungkin disengaja.Ella bingung luar biasa. Tak tahu harus bagaimana. Hatinya sudah tidak tenang. Rasa takut, gelisah, panik, semuanya melebur menjadi satu. Ella sangat takut kalau apa yang Elan katakan adalah benar.Tidak! Buru-buru, Ella menepis pikirannya. Dia meyakinkan bahwa apa yang ada di dalam pikirannya salah besar. Tidak mungkin Christian mengkhianatinya. Memang, dulu Christian pernah berselingkuh, tapi itu adalah masa lalu. Dia sangat percaya bahwa sang suami telah berubah.Ella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Semua perasaan yang dia rasakan memang begitu amat campur aduk tak menentu. Lingkar matanya sedikit gelap akibat begadang. Bukan bermaksud begadang, tapi pikiran dan hatinya tidak bisa tenang sama sekali.“Ella, aku berangkat lebih awal hari ini. Aku tid
*Temui aku besok, di penthouse-ku. Tidak ada penolakan. Jika kau menolak, maka aku akan menjemput paksa dirimu.* Sebuah pesan dari Elan, membuat tubuh Ella menegang dengan raut wajah yang terkejut. Tangan Ella meremas ponselnya dengan penuh kegelisahan dan rasa takut yang menyelimutinya.Ya, Ella baru saja mendapatkan pesan masuk dari Elan. Namun, sungguh, wanita itu sama sekali tak mengira kalau Elan akan mencoba memberikan ancaman rendahan seperti ini padanya.Ella mulai gelisah. Mondar-mandir tak menentu. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Beruntung, Christian belum pulang. Kalau saja, Christian sudah pulang, pasti Ella akan dicurigai oleh Christian.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Tangan kiri Ella mulai meremas-remas rambutnya penuh kegelisahan.Ella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Berkali-kali dia berusaha untuk mencari solusi, tapi ternyata malah nihil. Ella tak mampu berpikir jernih.“Tidak, tidak. Aku tidak akan menemuinya,” gumam Ella
Matahari sudah tinggi, cahayanya menembus sela-sela jendala. Terlihat Ella sudah bergegas ingin pergi. Padahal ini adalah sabtu, bukan waktunya dia untuk ke kantor. Akan tetapi, nampaknya Ella seperti tengah diburu oleh sesuatu yang tak bisa ditunda-tunda.Bahkan raut wajah wanita itu tersirat menunjukkan rasa cemas yang berusaha keras wanita itu tutupi. Dia tidak ingin sampai ada yang tahu tentang perasaan yang dirasakan saat ini.Setelah siap, Ella segera melangkah keluar kamar terburu-buru, namun tiba-tiba langkah Ella terhenti di kala melihat Christian baru saja keluar dari walk-in closet. Raut wajah Ella memucat panik terkejut. Pancarannya begitu amat takut melihat Christian.“C-Christian?” Ella bersusah payah mengulas senyuman di hadapan suaminya itu. Dia berusaha untuk tenang, walaupun itu sangatlah susah.Christian menatap Ella yang terlihat panik. “Kau ingin ke mana, Ella?” tanyanya penuh interogasi. Bukan bermaksud possessive, tapi Christian mulai mencurigai ada sesuatu hal
Desahan pelan lolos di bibir Ella, ketika Elan mencium bibirnya dengan begitu liar dan agresif. Wanita itu seolah benar-benar sangat pasrah di kala Elan mencium bibirnya penuh gairah nafsu.Suara desahan lembut Ella, membuat Elan semakin berkabut gairah. Pria itu semakin mencium Ella dengan penuh nafsu yang tak tertahankan. Lidahnya mendesah masuk mengabsen rongga mulut Ella, dengan penuh nafsu.Perlahan-lahan, Elan melepaskan tautan bibirnya di bibir Ella yang sedikit bengkak akibat ulahnya. Sudut bibir Elan terangkat, membentuk senyuman tipis. Pria itu senang karena ternyata Ella membalas pagutan bibirnya.Ella menjadi salah tingkah tak menentu. Dia bingung bagaimana untuk bersikap. Dalam hati, dia mengumpati kebodohannya yang malah menikmati pagutan bibir pria berengsek itu.Ella ingin sekali berlari sekencang mungkin, tapi rasanya itu adalah mustahil dan sia-sia. Wanita itu tahu bahwa melarikan diri adalah hal yang tidak mungkin dirinya lakukan. Ella sedikit mundur beberapa langka
Hati Claudia sedikit merasa cemas di kala merasa ada yang berbeda dari Christian. Sejak tadi pagi, Christian sama sekali tak mengirimkan pesan padanya. Padahal biasanya, pria itu kerap mengirimkan pesan padanya.Rasa gelisah mulai menyelimuti Claudia. Gelisah yang menimbulkan semua pikiran-pikiran negative muncul di dalam pikirannya. Gadis itu ingin sekali menghubungi Christian, namun dia memilih untuk menunggu. Lagi pula, dia takut menggangu.“Nona, ini susu cokelat hangat yang Anda inginkan,” ucap sang pelayan menghindangkan susu cokelat untuk Claudia.Sebelumnya, memang Claudia meminta pelayan untuk membuatkan susu cokelat hangat. Gadis itu sedang merasa tidak dalam mood yang baik. Susu cokelat hangat mungkin saja mampu mengubah suasana mood hatinya.“Terima kasih,” jawab Claudia di kala sang pelayan sudah menghindangkan susu cokelat panas itu.“Dengan senang hati, Nona. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Claudia.Claud
Claudia berusaha memejamkan mata, namun sayangnya dia tak bisa akibat otaknya memikirkan sesuatu hal yang mengusik ketenangannya. Claudia membuka mata lagi, dan duduk di tepi ranjang sambil mengambil gelas yang berisikan air putih, dan meminum perlahan. “Kenapa kau belum tidur?” Christian masuk ke dalam kamar Claudia.Claudia mengalihkan pandangannya, pada sumber suara. Tampak mata gadis itu melebar terkejut melihat Christian berada di hadapannya. “C-Christian? K-kau k-kenapa di sini?”Christian melangkah mendekat, dan langsung memberikan pelukan hangat untuk Claudia. Pria itu menciumi leher dan rambut gadis itu dengan penuh kelembutan dan kerinduan mendalam.“C-Christian.” Claudia merasa ada yang aneh dengan Christian. Seharian ini, pria itu mendiamkan dan bersikap acuh padanya, tapi kenapa malah sekarang kembali seperti sebelumnya? Sungguh, dia benar-benar tak mengerti.Christian menangkup kedua pipi Claudia, memberikan kecupan lembut di bibir gadis itu. “Hari ini banyak sekali ma
Jantung Claudia seakan ingin berhenti berdetak mendengar ucapan Tadeo. Mata dan bibirnya melebar akibat keterkejutannya. Lidahnya seolah kelu tak mampu merangkai kata. Sungguh, Claudia sama sekali tidak mengira kalau tujuan utama ayah Christian ingin bertemu dengannya karena ingin menjodohkannya dengan Elan.Jika Claudia menunjukkan keterkejutan, dan rasa tak menyangka, terbalik dengan Christian yang murka. Emosi pria itu terpancing mendengar ucapan ayahnya. Dia tak mengira ayahnya memintanya membawa Claudia, karena ingin menjodohkan Claudia dengan Elan.Rahang Christian mengetat mengetat. Tangannya yang berada di bahwa meja mengepal begitu kuat. Pria itu layaknya terkena api panas yang begitu amat membakarnya. Emosi sudah mengumpul di dada, seolah ingin meledak.“Tidak bisa!” Christian langsung mengeluarkan suara, dengan nada tegas, dan penuh penekanan. Tatapan matanya menajam melihat sang ayah yang duduk di hadapannya.“Kenapa tidak bisa? Menurutku, Elan sangat cocok untuk Claudia.
Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam
Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau
*Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu
“Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka
Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?
“Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja
Lima tahun berlalu … “Caleb, kenapa kau bertengkar dengan Oscar? Ya Tuhan, Nak. Oscar itu anak Bibi Nicole—kakak ipar Mommy.” Claudia menatap kesal Caleb yang baru saja turun dari mobil. Tampak jelas raut wajah wanita itu sangat lelah.Bagaimana tidak? Hari ini Claudia baru saja mengadakan meeting dengan asisten pribadi Shawn. Ada project baru Geovan Group yang sedang ditangani Claudia. Tapi di tengah-tengah meeting berlangsung—Claudia mendapatkan kabar Caleb dan Oscar bertengkar. Pun kebetulan Oscar sedang berada di New York. Caleb dan Oscar bertengkar di taman bermain. Claudia dan Nicole langsung datang ke taman itu. Perkelahian berhasil terhenti karena pengawal Caleb dan pengawal Oscar sama-sama merelai perkelahian.“Oscar yang salah. Dia mendekati gadis yang aku suka, Mom.” Caleb berjalan menuju kamar, namun buru-buru Claudia menghalangi putranya itu.Claudia merasa ini belum selesai. Dia membutuhkan penjelasan sejelas-jelasnya. Dia tidak mau sembarangan apalagi asal-asalan dal
Usia Caleb memasuki enam bulan. Tubuh bayi laki-laki itu sangat gemuk dan sehat. Kulit putih. Pipi tembam. Mata bulat. Membuat Caleb benar-benar seperti boneka laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan.Bayi laki-laki tampan itu kerap menjadi pusat perhatian. Tidak heran kalau banyak sekali tawaran Caleb menjadi model bayi. Tapi sayang Christian dan Claudia tidak mengizinkan anak mereka menjadi seorang model.Segala bentuk penawaran menjadi model, pastinya ditolak oleh Christian ataupun Claudia. Alasannya tentu mereka tidak ingin kehidupan anak mereka terlalu menjadi sorotan di media.Selain itu, kisah masa lalu Christian dan Claudia, pastinya akan membuat Caleb menjadi pusat perhatian dari segi kehidupan. Itu yang membuat Caleb tidak akan nyaman di masa depan nanti.Suara tangis Caleb begitu keras di kala sudah selesai menyusu. Claudia yang tengah menimang putranya itu, nampak terkejut dan panik melihat putranya menangis. Dia pikir putranya ingin minum susu lain, tapi ternyata ti
Christian seperti orang gila marah-marah pada dokter. Pria itu menuntut dokter untuk membuat sang istri tidak lagi merintih kesakitan. Dia tidak tega melihat istrinya terbaring di ranjang seraya meringis kesakitan.“Kau ini dokter kandungan benar atau bohongan?! Kenapa kau tidak mampu menghilangkan rasa sakit istriku?” Christian marah-marah pada sang dokter yang malah membiarkan istrinya berteriak kesakitan.Sang dokter tersenyum memaklumi rasa takut Christian. “Tuan, Anda tidak perlu khawatir. Rasa sakit istri Anda adalah wajar. Setiap ibu yang melahirkan anak pasti akan merasakan sakit.”Christian mengusap wajahnya kasar. Kecemasan dan rasa panik melingkupi pria itu. “Jadi, istriku akan melahirkan sambil berteriak kesakitan?”Sang dokter menyentuh bahu Christian. “Tuan Hastings, itu adalah tugas seorang ibu. Proses melahirkan akan segera dimulai. Temani istri Anda, Tuan.” Christian bingung dengan perasaan campur aduk. Dia mendengar suara istrinya itu yang terus menjerit. Dia memutu