Gerimis rintik-rintik, membuat kaca jendela mobil tertutup oleh air. Raut wajah gadis itu nampak sedikit muram, membendung sesuatu hal di dalam pikirannya. Ya, perkataan Daisy memang terus terngiang di pikiran gadis itu.Hati Claudia ikut merasakan perasaan sakit yang Christian rasakan. Dia adalah pasangan Christian, tapi nyatanya dirinya tidak tahu sama sekali tentang masa lalu Christian.Saat ini, Claudia bersama dengan Christian berada di dalam mobil. Mereka baru saja kembali setelah Tadeo dan Daisy memberikan izin mereka untuk pulang. Tak mudah mendapatkan izin, karena Daisy nampak tak rela mengizinkan Claudia pulang. Meskipun jarang bertemu, tapi terbukti Claudia mampu menaklukan hati Daisy.“Claudia, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat sebelum kita pulang. Kau mau kan?” Christian membelai rambut panjang dan indah Claudia.Claudia menatap Christian. “Kau mau mengajakku ke mana, Christian“Nanti kau akan tahu.” Christian mencubit pelan hidung Claudia.Claudia memeluk lengan Chris
Christian menyuapi soup asparagus pada Claudia yang tengah sakit. Pria itu meminta pelayan untuk membuatkan soup. Tak hanya itu saja, dia juga hendak ingin memanggil dokter, namun sayangnya Claudia menolak untuk diperiksa dokter, karena merasa hanya kelelahan. Hal tersebut membuat Christian terpaksa menuruti keinginan gadis itu. Dia tidak ingin merusak mood Claudia.“Christian, aku sudah kenyang.” Claudia tak ingin lagi makan, perutnya sudah terasa sangat penuh.“Sedikit lagi, Claudia. Soup ini masih banyak.” Christian memaksa Claudia untuk tetap makan.“Christian, kalau kau memaksaku malah nanti takutnya aku malah muntah.” Claudia menekuk bibirnya. Bukan bermaksud menolak, tapi dia takut kalau memaksa makan, malah dirinya muntah.“Baiklah. Kau makan nanti lagi saja.” Akhirnya, Christian menuruti keinginan Claudia. Pria itu meletakan mangkuk yang berisikan soup ke atas nakas.Claudia menyandarkan kepalanya di dada bidang Christian. “Maaf aku menyusahkanmu. Harusnya tadi aku memasak un
Ella menggigit kukunya dengan raut wajah yang penuh kegelisahan. Sejak tadi hatinya tidak tenang. Entah kenapa perasaannya tidak enak. Padahal Elan sedang tidak menghubunginya. Biasanya, kegelisahannya muncul di kala Elan menghubunginya.Menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Ella mengulangi itu beberapa kali, demi mencari ketenangan. Matahari sekarang sudah tenggelam. Awan sudah mulai gelap, dan dia memutuskan untuk duduk di taman belakang rumahnya.Claudia dan Christian belum kembali. Tentu ini membuat hati Ella menjadi sedikit lebih tenang. Bukan tanpa alasan, setiap kali Ella melihat Christian selalu saja dia merasa dirinya sangat bersalah.Sejak kemunculan Elan, memang membuat hidup Ella benar-benar sangat tersiksa. Tersiksa batin yang bisa dikatakan jauh lebih menyeramkan dari siksaan mana pun. Rasanya, dia tak henti-hentinya merutuki kebodohannya sendiri. Andai waktu bisa diputar, tidak akan pernah dia bermain api dengan sepupu kandung suaminya. Penyesalan yang s
Keheningan membentang dari dalam mobil. Christian melajukan mobil dengan kecepatan sedang dan sorot mata tajam. Di samping pria itu ada Claudia yang tertidur pulas. Saat ini mereka memang tengah berada di dalam perjalanan pulang. Sebelumnya, Christian telah mengajak Claudia untuk menginap di penthouse barunya, tapi Claudia menolak karena takut keluarganya mencarinya.Pun kondisi sekarang otak Christian sedang tidak mampu berpikir jernih. Setelah mendapatkan informasi dari sang asisten tentang dalang di balik yang memata-matainya di Seoul, membuat emosi Christian memanas dan nyaris meledak.Jika bukan karena ada Claudia di sampingnya, sudah pasti Christian memutar balik stir mobilnya—menuju penthouse Elan. Namun, sekarang ada Claudia. Bahkan kondisi Claudia sedang kurang sehat. Itu yang membuat Christian harus mampu mengendalikan emosi demi Claudia.Sampai detik ini, otak Christian memang tengah menerka-nerka apa sebenarnya tujuan Elan kembali ke New York. Selain itu, dia juga ingin ta
Claudia mendesah panjang di kala membuka mata, dirinya sudah berada di dalam kamarnya. Padahal tadi malam dirinya terlelap di dalam mobil Christian. Gadis itu yakin pasti Christian yang menggendongnya.Claudia tak mengira kalau tidur akan seperti kerbau. Bisa-bisanya tubuhnya sudah berpindah, tapi malah dirinya sama sekali tak sadar. Beruntung yang menggendongnya adalah Christian, bukan komplotan penjahat.Claudia memejamkan mata seraya memijat keningnya secara perlahan. Kepalanya sedikit pusing, dan perutnya masih mual. Hanya saja mual kali ini tak mendorongnya untuk muntah. Entah, Claudia tak mengerti ada apa dengan tubuhnya. Mungkin saja terlalu lelah membuat kesehatannya menurun.Claudia menyibak selimut, lalu turun dari ranjang dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Mood-nya sedang tak bagus, tapi tidak mungkin dirinya bolos dari kantor. Lagi pula, dirinya sudah merasa sedikit lebih baik.Tiga puluh menit kemudian, Claudia baru saja selesai membersihkan diri, dan sudah mengganti
Jantung Ella nyaris berhenti berdetak mendengar ucapan Elan. Sekujur tubuhnya membeku. Matanya memerah hendak meneteskan air mata. Berkali-kali, dia menggelengkan kepalanya, meyakinkan bahwa apa yang dia dengar ini adalah sebuah kesalahan.Napas Ella terasa sesak. Hatinya mulai merasakan sakit seperti tertusuk oleh sebilah pisau tajam. Tidak! Buru-buru, dia menepis apa yang dikatakan oleh Elan. Wanita itu memiliki keyakinan bahwa tidak mungkin adiknya tega melukainya. Ella tidak mungkin percaya begitu saja ucapan omong kosong Elan. Sekalipun dia tahu bahwa Elan tak suka berbicara omong kosong, tetap saja untuk hal ini pastilah omong kosong. Dia jauh lebih percaya pada adiknya sendiri, daripada pria gila yang terus mengganggu ketenangan hidupnya.“Kau pikir aku akan percaya? Elan, aku sangat mengenal adikku! Jika Christian bisa mengkhianatiku, tidak mungkin adikku tega melukaiku!” seru Ella dengan nada bergetar, akibat menahan kemarahan yang nyaris meledak.Elan tersenyum samar melih
Christian melihat secara detail CCTV di area pembangunan gedung Geovan Group yang ada di Seoul. Pria itu sengaja melihat CCTV secara detail, karena ingin tahu sejauh mana Elan mengawasinya. Selama di Seoul, Christian sama sekali tak tahu kalau ada yang membututinya secara bersih. Ya, padahal selama ini, dia selalu bertindak hati-hati. Tidak pernah gegabah sedikit pun. Akan tetapi kali ini dia kecolongan, sampai ada yang membututinya.Tak menampik, Christian mengakui cara kerja Elan yang bersih dan rapi. Benak pria itu menerka-nerka sejak kapan Elan mengetahui hubungannya dengan Claudia. Rasanya tidak mungkin jika Elan tiba-tiba saja meminta anak buahnya membututinya di Seoul. Christian tak percaya dengan sebuah kebetulan seperti ini.Beberapa saat, tatapan Christian tak lepas menatap rekaman CCTV yang diputar di iPad-nya. Tiba-tiba gerak dari anak buah Elan mulai mencurigakan, dengan cepat—dia memperbesar layar—memfokuskan pandangan pada gerak anak buah Elan.Mata Christian menyipit
“Akh—” Claudia memeluk perut bagian bawahnya yang terasa begitu sakit di kala tersungkur di lantai. Sudut bibirnya mengeluarkan darah akibat tamparan kakaknya yang terlalu keras. Claudia merasa nyeri luar biasa di perut bagian bawahnya, namun dia berusaha untuk menahan rasa sakit itu. Tamparan di pipinya memang cukup keras. Meski sakit dan perih, tapi tak sebanding rasa sakit di perut bagian bawahnya.“K-kak?” Perlahan Claudia berusaha menatap Ella dengan tatapan penuh kebingungan. Gadis itu menahan ringisan perih dari sakit yang timbul di perut bagian bawahnya dan bekas tamparan di pipinya.“Jangan pernah kau panggil aku kakak lagi! Aku tidak sudi kau memanggilku dengan sebutan itu!” bentak Ella begitu keras, dan menggelegar. Kemarahan dan emosi telah menguasai wanita itu.“Ella! Apa-apaan kau ini!” Grania membantu Claudia bangkit berdiri, dia memberikan tatapan tajam pada putri sulungnya. “Ella! Kau sudah gila! Kenapa kau memukul adikmu sendiri!” teriak Benny penuh emosi.Air mata