*Nice design. Kau sangat hebat, Claudia.* Sebuah pesan singkat dari Shawn membuat Claudia tersenyum-senyum sendiri. Gadis itu senang karena Shawn begitu mengagumi design yang sudah dia buat. Setidaknya, kerja kerasnya membuahkan hasil, dan tidaklah sia-sia.“Ehm! Kenapa kau senyum-senyum sendiri Claudia?” Hansen menegur Claudia di kala temannya itu tersenyum.Claudia menatap Hansen. “Aku mendapatkan pesan dari Shawn Geovan. Dia bilang dia menyukai design-ku. Aku senang sekali, Hansen.”“Well, aku sudah menduga itu. Anyway, apa kau menyukai Tuan Shawn Geovan?” ujar Hansen bertanya ingin tahu.Sebelah alis Claudia terangkat. “Menyukai seperti apa yang kau maksud, Hansen?”“Menyukai seperti seorang wanita tertarik pada seorang laki-laki,” ujar Hansen sambil tersenyum.“Oh, astaga.” Claudia mendesah panjang. “Tidak, Hansen. Aku memang kagum pada Tuan Shawn Geovan, tapi hanya sebatas kagum saja. Tidak lebih dari itu.” Lanjutnya meyakinkan. Kata-kata Hansen itu benar-benar sangat konyol.“
Pelupuk mata Ella bergerak-gerak hendak ingin membuka mata. Lalu, di kala matanya sudah terbuka sempurna—tatapannya mengendar ke sekitar—menatap dirinya berada di dalam kamar asing yang sama sekali tak dia kenali.Ella memijat pelipisnya ketika kepalanya merasakan pusing luar biasa. Sejenak, dia berpikir kenapa dirinya bisa berada di kamar asing ini. Tunggu! Tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam ingatan Ella.Ella mengingat dirinya baru saja keluar dari kantor, dan ada seseorang pria yang membekapnya hingga jatuh pingsan. Satu demi satu kepingan memorinya mulai terkumpul—dan menimbulkan rasa panik dan ketakutan.“Ya Tuhan, aku di mana?” seru Ella cemas luar biasa. Buru-buru, dia segera melihat ke tubuhnya sendiri—lalu embusan napas lega terdengar. Ella berpikir dirinya telah diperkosa. Tapi untungnya dress yang dia pakai masih lengkap. Setidaknya, rasa takut sedikit berkurang.“Sunshine, aku tidak suka menyentuhmu dalam keadaan kau tidak sadar.” Suara berat yang begitu Ella kenali. Sonta
Ella tak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus terngiang-ngiang akan apa yang dikatakan Elan terbukti benar adanya. Christian memiliki belas luka jahitan di lengan kanan. Sebuah kebetulan yang tak mungkin disengaja.Ella bingung luar biasa. Tak tahu harus bagaimana. Hatinya sudah tidak tenang. Rasa takut, gelisah, panik, semuanya melebur menjadi satu. Ella sangat takut kalau apa yang Elan katakan adalah benar.Tidak! Buru-buru, Ella menepis pikirannya. Dia meyakinkan bahwa apa yang ada di dalam pikirannya salah besar. Tidak mungkin Christian mengkhianatinya. Memang, dulu Christian pernah berselingkuh, tapi itu adalah masa lalu. Dia sangat percaya bahwa sang suami telah berubah.Ella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Semua perasaan yang dia rasakan memang begitu amat campur aduk tak menentu. Lingkar matanya sedikit gelap akibat begadang. Bukan bermaksud begadang, tapi pikiran dan hatinya tidak bisa tenang sama sekali.“Ella, aku berangkat lebih awal hari ini. Aku tid
*Temui aku besok, di penthouse-ku. Tidak ada penolakan. Jika kau menolak, maka aku akan menjemput paksa dirimu.* Sebuah pesan dari Elan, membuat tubuh Ella menegang dengan raut wajah yang terkejut. Tangan Ella meremas ponselnya dengan penuh kegelisahan dan rasa takut yang menyelimutinya.Ya, Ella baru saja mendapatkan pesan masuk dari Elan. Namun, sungguh, wanita itu sama sekali tak mengira kalau Elan akan mencoba memberikan ancaman rendahan seperti ini padanya.Ella mulai gelisah. Mondar-mandir tak menentu. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Beruntung, Christian belum pulang. Kalau saja, Christian sudah pulang, pasti Ella akan dicurigai oleh Christian.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Tangan kiri Ella mulai meremas-remas rambutnya penuh kegelisahan.Ella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Berkali-kali dia berusaha untuk mencari solusi, tapi ternyata malah nihil. Ella tak mampu berpikir jernih.“Tidak, tidak. Aku tidak akan menemuinya,” gumam Ella
Matahari sudah tinggi, cahayanya menembus sela-sela jendala. Terlihat Ella sudah bergegas ingin pergi. Padahal ini adalah sabtu, bukan waktunya dia untuk ke kantor. Akan tetapi, nampaknya Ella seperti tengah diburu oleh sesuatu yang tak bisa ditunda-tunda.Bahkan raut wajah wanita itu tersirat menunjukkan rasa cemas yang berusaha keras wanita itu tutupi. Dia tidak ingin sampai ada yang tahu tentang perasaan yang dirasakan saat ini.Setelah siap, Ella segera melangkah keluar kamar terburu-buru, namun tiba-tiba langkah Ella terhenti di kala melihat Christian baru saja keluar dari walk-in closet. Raut wajah Ella memucat panik terkejut. Pancarannya begitu amat takut melihat Christian.“C-Christian?” Ella bersusah payah mengulas senyuman di hadapan suaminya itu. Dia berusaha untuk tenang, walaupun itu sangatlah susah.Christian menatap Ella yang terlihat panik. “Kau ingin ke mana, Ella?” tanyanya penuh interogasi. Bukan bermaksud possessive, tapi Christian mulai mencurigai ada sesuatu hal
Desahan pelan lolos di bibir Ella, ketika Elan mencium bibirnya dengan begitu liar dan agresif. Wanita itu seolah benar-benar sangat pasrah di kala Elan mencium bibirnya penuh gairah nafsu.Suara desahan lembut Ella, membuat Elan semakin berkabut gairah. Pria itu semakin mencium Ella dengan penuh nafsu yang tak tertahankan. Lidahnya mendesah masuk mengabsen rongga mulut Ella, dengan penuh nafsu.Perlahan-lahan, Elan melepaskan tautan bibirnya di bibir Ella yang sedikit bengkak akibat ulahnya. Sudut bibir Elan terangkat, membentuk senyuman tipis. Pria itu senang karena ternyata Ella membalas pagutan bibirnya.Ella menjadi salah tingkah tak menentu. Dia bingung bagaimana untuk bersikap. Dalam hati, dia mengumpati kebodohannya yang malah menikmati pagutan bibir pria berengsek itu.Ella ingin sekali berlari sekencang mungkin, tapi rasanya itu adalah mustahil dan sia-sia. Wanita itu tahu bahwa melarikan diri adalah hal yang tidak mungkin dirinya lakukan. Ella sedikit mundur beberapa langka
Hati Claudia sedikit merasa cemas di kala merasa ada yang berbeda dari Christian. Sejak tadi pagi, Christian sama sekali tak mengirimkan pesan padanya. Padahal biasanya, pria itu kerap mengirimkan pesan padanya.Rasa gelisah mulai menyelimuti Claudia. Gelisah yang menimbulkan semua pikiran-pikiran negative muncul di dalam pikirannya. Gadis itu ingin sekali menghubungi Christian, namun dia memilih untuk menunggu. Lagi pula, dia takut menggangu.“Nona, ini susu cokelat hangat yang Anda inginkan,” ucap sang pelayan menghindangkan susu cokelat untuk Claudia.Sebelumnya, memang Claudia meminta pelayan untuk membuatkan susu cokelat hangat. Gadis itu sedang merasa tidak dalam mood yang baik. Susu cokelat hangat mungkin saja mampu mengubah suasana mood hatinya.“Terima kasih,” jawab Claudia di kala sang pelayan sudah menghindangkan susu cokelat panas itu.“Dengan senang hati, Nona. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Claudia.Claud
Claudia berusaha memejamkan mata, namun sayangnya dia tak bisa akibat otaknya memikirkan sesuatu hal yang mengusik ketenangannya. Claudia membuka mata lagi, dan duduk di tepi ranjang sambil mengambil gelas yang berisikan air putih, dan meminum perlahan. “Kenapa kau belum tidur?” Christian masuk ke dalam kamar Claudia.Claudia mengalihkan pandangannya, pada sumber suara. Tampak mata gadis itu melebar terkejut melihat Christian berada di hadapannya. “C-Christian? K-kau k-kenapa di sini?”Christian melangkah mendekat, dan langsung memberikan pelukan hangat untuk Claudia. Pria itu menciumi leher dan rambut gadis itu dengan penuh kelembutan dan kerinduan mendalam.“C-Christian.” Claudia merasa ada yang aneh dengan Christian. Seharian ini, pria itu mendiamkan dan bersikap acuh padanya, tapi kenapa malah sekarang kembali seperti sebelumnya? Sungguh, dia benar-benar tak mengerti.Christian menangkup kedua pipi Claudia, memberikan kecupan lembut di bibir gadis itu. “Hari ini banyak sekali ma