Christian melucuti dress yang dipakai Claudia, melempar ke sembarangan arah. Bra dan celana dalam berenda yang membalut tubuh Claudia, membuat mata Christian begitu menatap lapar menatap tubuh indah gadis itu.Christian melangkah mundur dua langkah ke belakang, lalu dia mulai membuka kancing kemejanya, melempar kemejanya itu sembarangan. Tampak pipi Claudia merona malu melihat tubuh gagah dan bidang Christian.Lengan kekar. Otot perut tercetak begitu sempurna. Tubuh Christian layaknya pahatan patung yang mamang telah terbentuk indah. Mata Claudia tak berkedip sedikit pun melihat keindahan yang ada di depan matanya.Christian mulai mendekat, membawa tangannya menanggalkan pengait bra gadis itu.“C-Christian.” Claudia menutupi kedua payudaranya menggunakan tangannya. Wajahnya merona malu ketika tubuh bagian atasnya sudah polos tanpa helaian benang apa pun. Meski, Christian sudah pernah melihat tubuhnya, tetap saja Claudia masih merasakan malu.“Jangan ditutup. Aku ingin melihatnya.” Chr
Claudia rasanya ingin berlari sekencang mungkin, menjauh dari sosok pria yang ada di hadapannya, namun semua itu rasanya benar-benar tidaklah mungkin. Menghindar ke mana pun akan tetaplah percuma.Claudia tahu bahwa dirinya telah berada di dalam lingkaran api. Gadis itu tidak bisa keluar ke mana pun. Sejatinya, dia telah terjebak dalam bara api yang dirinya sendiri ciptakan.Menghindar dari bara api tersebut adalah sesuatu hal yang sama sekali tidak mungkin bisa terjadi. Kesalahan besar, tapi bodohnya dia terpedaya akan kesalahan yang dirinya sendiri buat.Claudia membeku diam di tempatnya dengan wajah yang nampak memancarkan perasaan yang campur aduk. Dia mundur ke belakang membentur punggung ke kepala ranjang, dan meremas selimut menutupi tubuh telanjangnya.Claudia tak tahu harus mengatakan apa. Lidahnya seakan kelu. Tak mampu berkata-kata. Ditambah posisinya melihat pria itu hanya memakai handuk yang melilit pinggangnya. Demi Tuhan, jantung Claudia seakan ingin berhenti berdetak.
Suara Claudia berseru keras dengan nada bergetar penuh emosi. Matanya memerah, akibat tangisnya. Gadis itu sama sekali tak mengira akan tindakan Christian yang menolak panggilan telepon Ella.Tadi, Claudia sama sekali tak memiliki niat untuk menolak panggilan kakaknya. Hanya saja untuk menjawab dirinya belum sanggup. Dia dilingkupi rasa bersalah yang mendalam pada kakaknya itu.Tindakan Christian sekarang, membuatnya sangat kesal luar biasa. Sekalipun, Claudia telah dilingkupi perasaan bersalah, tapi dia tidak pernah bermaksud untuk menolak panggilan kakaknya. Kalau sudah seperti ini, bisa saja kakaknya akan berpikiran yang tidak-tidak padanya. Christian semakin membuat Claudia masuk ke dalam lubang masalah semakin dalam.“Tidak usah pikirkan keluargamu. Kita sekarang berada di Seoul. Fokus pada apa yang ada di sini. Jangan pikirkan apa yang ada di New York. Lanjutkan makanmu. Aku tidak mau kau sakit,” balas Christian menegaskan dan menekankan.Claudia masih tetap diam menatap kesal C
Sudah lebih dari dua minggu Claudia dan Christian berada di Seoul. Pekerjaan mereka satu demi satu sudah terselesaikan. Claudia juga telah menemukan ide paling cocok untuk co-working space yang diinginkan oleh Shawn. Bukan hanya Claudia yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, tapi Christian pun telah menyelesaikan pekerjaannya.Selama di Seoul, Claudia dan Christian tetap bersikap professional menyelesaikan pekerjaannya, meskipun mereka terlibat dalam suatu hubungan yang rumit. Mereka tak saling banyak bicara. Kondisi lengan Christian sudah membaik, membuat Claudia tak perlu lagi untuk tetap tinggal di kamar hotel yang sama dengan Christian.Sejak kejadian waktu itu, Claudia memang lebih banyak diam. Bahkan bicara dengan Christian saja hanya seperlunya, namun setiap kali Christian ingin mencium ataupun memeluknya tetap Claudia tidak akan menolak. Bukan tanpa alasan, tentu Claudia tahu bahwa melakukan penolakan hanya berujung percuma. Selain penolakan sia-sia, Claudia tidak menampik ba
Kalimat yang lolos di bibir Christian, begitu mudah, dan tanpa sama sekali merasakan bersalah sedikit pun. Pria itu seolah tak sama sekali memiliki beban untuk melepas istrinya. Padahal mereka telah menjalin hubungan lama.Perkataan Christian itu membuat Claudia melebarkan mata tak percaya. Sungguh, gadis itu sama sekali tak mengira kalau Christian akan mengatakan ingin menceraikan kakaknya. Begitu mudah Christian mengatakan kalimat itu.Claudia tak merasa bahagia sama sekali. Yang ada malah gadis itu merasa sesak dan sakit hati luar biasa. Bagaimanapun dirinya sangat tahu bahwa kakaknya sangat mencintai Christian. Dia yakin kakaknya akan sangat terluka jika benar sampai bercerai dengan Christian.“Kau sudah gila, Christian! Kau tidak boleh menceraikan kakakku,” seru Claudia berapi-api. Emosinya menyulut mendengar Christian akan menceraikan kakaknya. Claudia memang bukanlah perempuan baik. Gadis itu menyadari dosa kesalahan yang telah dia lakukan. Meski dia tahu kesalahannya tidak ak
New York, USA. Hiruk pikuk padatnya kota New York begitu menyambut. Banyak orang yang berlalu lalang berjalan di trotoar. Mereka nampak sibuk seperti tengah mengejar waktu. Yang pasti orang-orang yang berlalu lalang itu memakai pakaian formal yang mana menandakan bahwa mereka adalah para pekerja kantoran.Saat ini, Claudia dan Christian tengah berada di dalam mobil. Mereka sudah tiba di New York, dan sopir pun telah menjemput mereka. Awalnya, Claudia ingin tak satu mobil dengan Christian, namun sayangnya niat Claudia harus terkubur jauh-jauh. Tentu saja Christian tak mungkin membiarkan gadis itu tak satu mobil dengannya. “Tadi Shawn mengirimkanku email,” ucap Christian memulai percakapan.Claudia melirik Christian. “Apa Shawn membahas tentang design co-working space?”Christian menganggukan kepalanya. “Hasil design-mu sudah dilihat Shawn. Seperti biasa, dia mengagumi design-mu.” Nada bicara Christian begitu dingin, seakan menekan ego dalam dirinya. Ego akan kecemburuan buta tak je
Claudia menatap cermin dengan pandangan kosong ke depan, menyimpan sesuatu hal yang mengusik pikirannya. Kepulangannya ke rumah, membuat rasa bersalahnya semakin menelusup ke dalam dirinya.Claudia tidak sanggup melihat kakak dan kedua orang tuanya. Ya, setiap kali dirinya melihat kedua orang tuanya, malah yang ada dirinya semakin merasa bersalah atas dosa besar yang telah dilakukannya.Jika saja bisa, Claudia ingin sekali pergi sejauh mungkin, berlari dari masalah ini, namun kenyataan yang ada dirinya terjebak dan tak bisa pergi ke mana pun. Ada hati yang akan hancur terluka kalau dirinya pergi dari kenyataan ini.Tatapan Claudia teralih pada foto keluarganya yang ada di atas meja rias. Tampak mata gadis itu berkaca-kaca menahan air mata agar tak tumpah. Sekarang, dirinya amat menyadari bahwa dirinya sangatlah bersalah. Claudia telah terjebak semakin dalam, dan tak bisa untuk keluar dari jebakan itu.Suara ketukan pintu terdengar sontak membuat Claudia membuyarkan lamunannya. Gadis i
“E-Elan?”Nama itu tercetus di bibir Ella pelan. Raut wajah wanita itu menunjukkan jelas kepanikan serta rasa takut luar biasa. Debar jantung tak karuan membuatnya ingin melarikan diri dari tempatnya berada, namun semua itu adalah hal yang tak mungkin. Ella membisu terpaku tak bisa berkutik sedikit pun.Napas Ella sudah tercekat bahkan seolah ingin berhenti bernapas. Segala hal muncul di dalam benaknya. Otaknya berpikir bagaimana dirinya harus bertindak. Menghindar pergi bukan juga solusi. Yang ada malah nanti dirinya pasti akan dicurigai oleh keluarganya.Ya, beberapa saat pria bernama Elan itu menatap Ella dengan tatapan yang memiliki jutaan arti luas. Tatapan yang bermakna bahwa ada sesuatu terjadi di antara mereka. Sesuatu hal yang selama ini begitu banyak tertutupi, dan tak pernah terungkap.“Elan, akhirnya kau datang.” Grania bangkit berdiri, memberikan pelukan pada pria bernama Elan.“Elan, duduklah,” ujar Benny meminta Elan untuk duduk.Grania melepaskan pelukannya. “Ayo, dudu
Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam
Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau
*Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu
“Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka
Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?
“Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja
Lima tahun berlalu … “Caleb, kenapa kau bertengkar dengan Oscar? Ya Tuhan, Nak. Oscar itu anak Bibi Nicole—kakak ipar Mommy.” Claudia menatap kesal Caleb yang baru saja turun dari mobil. Tampak jelas raut wajah wanita itu sangat lelah.Bagaimana tidak? Hari ini Claudia baru saja mengadakan meeting dengan asisten pribadi Shawn. Ada project baru Geovan Group yang sedang ditangani Claudia. Tapi di tengah-tengah meeting berlangsung—Claudia mendapatkan kabar Caleb dan Oscar bertengkar. Pun kebetulan Oscar sedang berada di New York. Caleb dan Oscar bertengkar di taman bermain. Claudia dan Nicole langsung datang ke taman itu. Perkelahian berhasil terhenti karena pengawal Caleb dan pengawal Oscar sama-sama merelai perkelahian.“Oscar yang salah. Dia mendekati gadis yang aku suka, Mom.” Caleb berjalan menuju kamar, namun buru-buru Claudia menghalangi putranya itu.Claudia merasa ini belum selesai. Dia membutuhkan penjelasan sejelas-jelasnya. Dia tidak mau sembarangan apalagi asal-asalan dal
Usia Caleb memasuki enam bulan. Tubuh bayi laki-laki itu sangat gemuk dan sehat. Kulit putih. Pipi tembam. Mata bulat. Membuat Caleb benar-benar seperti boneka laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan.Bayi laki-laki tampan itu kerap menjadi pusat perhatian. Tidak heran kalau banyak sekali tawaran Caleb menjadi model bayi. Tapi sayang Christian dan Claudia tidak mengizinkan anak mereka menjadi seorang model.Segala bentuk penawaran menjadi model, pastinya ditolak oleh Christian ataupun Claudia. Alasannya tentu mereka tidak ingin kehidupan anak mereka terlalu menjadi sorotan di media.Selain itu, kisah masa lalu Christian dan Claudia, pastinya akan membuat Caleb menjadi pusat perhatian dari segi kehidupan. Itu yang membuat Caleb tidak akan nyaman di masa depan nanti.Suara tangis Caleb begitu keras di kala sudah selesai menyusu. Claudia yang tengah menimang putranya itu, nampak terkejut dan panik melihat putranya menangis. Dia pikir putranya ingin minum susu lain, tapi ternyata ti
Christian seperti orang gila marah-marah pada dokter. Pria itu menuntut dokter untuk membuat sang istri tidak lagi merintih kesakitan. Dia tidak tega melihat istrinya terbaring di ranjang seraya meringis kesakitan.“Kau ini dokter kandungan benar atau bohongan?! Kenapa kau tidak mampu menghilangkan rasa sakit istriku?” Christian marah-marah pada sang dokter yang malah membiarkan istrinya berteriak kesakitan.Sang dokter tersenyum memaklumi rasa takut Christian. “Tuan, Anda tidak perlu khawatir. Rasa sakit istri Anda adalah wajar. Setiap ibu yang melahirkan anak pasti akan merasakan sakit.”Christian mengusap wajahnya kasar. Kecemasan dan rasa panik melingkupi pria itu. “Jadi, istriku akan melahirkan sambil berteriak kesakitan?”Sang dokter menyentuh bahu Christian. “Tuan Hastings, itu adalah tugas seorang ibu. Proses melahirkan akan segera dimulai. Temani istri Anda, Tuan.” Christian bingung dengan perasaan campur aduk. Dia mendengar suara istrinya itu yang terus menjerit. Dia memutu