Claudia menatap cermin dengan pandangan kosong ke depan, menyimpan sesuatu hal yang mengusik pikirannya. Kepulangannya ke rumah, membuat rasa bersalahnya semakin menelusup ke dalam dirinya.Claudia tidak sanggup melihat kakak dan kedua orang tuanya. Ya, setiap kali dirinya melihat kedua orang tuanya, malah yang ada dirinya semakin merasa bersalah atas dosa besar yang telah dilakukannya.Jika saja bisa, Claudia ingin sekali pergi sejauh mungkin, berlari dari masalah ini, namun kenyataan yang ada dirinya terjebak dan tak bisa pergi ke mana pun. Ada hati yang akan hancur terluka kalau dirinya pergi dari kenyataan ini.Tatapan Claudia teralih pada foto keluarganya yang ada di atas meja rias. Tampak mata gadis itu berkaca-kaca menahan air mata agar tak tumpah. Sekarang, dirinya amat menyadari bahwa dirinya sangatlah bersalah. Claudia telah terjebak semakin dalam, dan tak bisa untuk keluar dari jebakan itu.Suara ketukan pintu terdengar sontak membuat Claudia membuyarkan lamunannya. Gadis i
“E-Elan?”Nama itu tercetus di bibir Ella pelan. Raut wajah wanita itu menunjukkan jelas kepanikan serta rasa takut luar biasa. Debar jantung tak karuan membuatnya ingin melarikan diri dari tempatnya berada, namun semua itu adalah hal yang tak mungkin. Ella membisu terpaku tak bisa berkutik sedikit pun.Napas Ella sudah tercekat bahkan seolah ingin berhenti bernapas. Segala hal muncul di dalam benaknya. Otaknya berpikir bagaimana dirinya harus bertindak. Menghindar pergi bukan juga solusi. Yang ada malah nanti dirinya pasti akan dicurigai oleh keluarganya.Ya, beberapa saat pria bernama Elan itu menatap Ella dengan tatapan yang memiliki jutaan arti luas. Tatapan yang bermakna bahwa ada sesuatu terjadi di antara mereka. Sesuatu hal yang selama ini begitu banyak tertutupi, dan tak pernah terungkap.“Elan, akhirnya kau datang.” Grania bangkit berdiri, memberikan pelukan pada pria bernama Elan.“Elan, duduklah,” ujar Benny meminta Elan untuk duduk.Grania melepaskan pelukannya. “Ayo, dudu
“Mom, di mana Kak Ella?” tanya Claudia seraya menatap Grania. Gadis itu mencari keberadaan kakaknya, namun malah kakaknya itu tidak ada. Tidak biasanya kakaknya pergi menghilang di tengah acara makan malam seperti ini.“Kakakmu sedang di toilet,” jawab Grania sambil meminum orange juice yang baru saja diantar oleh sang pelayan.Mereka semua kini berada di ruang bersantai. Setelah makan malam, waktunya mereka untuk berbincang-bincang. Namun, tak ada Ella karena kebetulana tadi Ella memang pergi ke toilet. Tepat ketika Ella pergi ke toilet, Elan juga berpamitan ke depan sebentar karena ingin menjawab panggilan telepon.Claudia terdiam sebentar. “Ke toilet lama sekali. Apa Kak Ella sakit perut, Mom?”Grania menurunkan gelasnya. “Ya, mungkin kakakmu sakit perut, Sayang.” Claudia mengangguk-anggukan kepalanya, merespon ucapan ibunya.“Sayang, tolong bantu aku carikan dokumenku yang kemarin. Aku ingin menunjukkan pada Elan nanti,” ujar Benny meminta tolong pada sang istri, yang posisinya
“Christian, di mana Claudia dan Ella?” Benny bertanya pada sang menantu di kala melihat menantunya itu hanya seorang diri. Tak ada kedua putrinya di sana.“Ella masih di toilet. Claudia menyusul Ella,” jawab Christian seraya menyesap wine di tangannya. Sejak tadi memang dia sendiri, tak ada siapa pun. Pria itu membiarkan Claudia menyusul Ella.Benny mengangguk-anggukan kepalanya merespon ucapan Christian.Tak selang lama, Claudia dan Ella muncul …“Itu, Claudia dan Ella,” seru Grania dengan senyuman di wajahnya, melihat dua putri cantiknya sudah tiba. “Maaf, aku lama. Tadi aku terpeleset di toilet,” ucap Ella berdusta. Tentu dia tak mungkin menceritakan apa yang terjadi. Berbohong adalah jalan paling terbaik.“Kau terpeleset di toilet, Sayang? Bagaimana bisa? Apa lantai toilet licin?” seru Benny mencemaskan putri sulungnya.“Sayang, apa kau terluka? Katakan pada Mommy, mana yang sakit.” Grania merengkuh bahu Ella, memeriksa keadaan putri sulungnya. “Kita ke dokter, ya? Mungkin kau m
Keesokan hari, Claudia sudah bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Hari ini Claudia bisa kembali ke kantor, setelah sempat bersitirahat di rumah. Gadis itu memang sudah tak sabar untuk mendatangi kantor untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Terus berada di rumah, begitu membuatnya merasakan kejenuhan.Ya, istirahat setelah kembali dari Seoul adalah ide Christian. Gadis itu sempat menolak, tapi sayangnya Christian tak memberikan izin padanya. Mau tak mau, Claudia harus menuruti perkataan Christian. Dia tak bisa membantah, karena dia sudah mengenal sifat Christian Hastings.“Morning, Sayang.” Grania tersenyum hangat melihat Claudia begitu cantik.“Morning, Sweetheart,” sambung Benny sambil mengecup kening Claudia. “Kau selalu cantik.” Lanjutnya memuji. Pagi itu, Claudia memakai dress berwarna kuning cerah, yang membuatnya tampil segar dan sangat cantik. Meskipun bukan dress seksi, tapi tetap gadis itu tampil sangatlah indah dan menawan.“Hi, morning, Mom, Dad.” Claudia tersenyum
“Thanks, Claudia.” Hansen tersenyum mendapatkan oleh-oleh dari Claudia. Bukan hanya Hansen saja, tapi banyak karyawan terutama yang berada di satu departemen dengan Claudia yang diberikan oleh-oleh dari Seoul. Memang, Claudia terkenal sangat baik dan rendah hati. Dia akan tetap membalas kebaikan, sekalipun banyak orang yang tak suka padanya.“Sama-sama, Hansen.” Claudia menjawab ucapan terima kasih Hansen.“Oh, ya, Claudia. Bagaimana project Geovan Group yang ada di Seoul?” tanya Hansen ingin tahu tentang perkembangan project Geovan Group yang tengah ditangani oleh Claudia.“Semua lancar. Aku sudah menemukan desain paling tepat untuk co-working space.”“Really?” Mata Hansen melebar.Claudia mengangguk antusias dan riang. “Iya, aku sudah menemukan desain yang paling tepat, Hansen.”“Boleh kau tunjukkan padaku?” pinta Hansen tak sabar ingin melihat desain Claudia.“Wait.” Claudia mengambil iPad yang ada di atas meja kerjanya, dan menunjukkan pada Hansen, desain yang telah dirinya rancan
*Nice design. Kau sangat hebat, Claudia.* Sebuah pesan singkat dari Shawn membuat Claudia tersenyum-senyum sendiri. Gadis itu senang karena Shawn begitu mengagumi design yang sudah dia buat. Setidaknya, kerja kerasnya membuahkan hasil, dan tidaklah sia-sia.“Ehm! Kenapa kau senyum-senyum sendiri Claudia?” Hansen menegur Claudia di kala temannya itu tersenyum.Claudia menatap Hansen. “Aku mendapatkan pesan dari Shawn Geovan. Dia bilang dia menyukai design-ku. Aku senang sekali, Hansen.”“Well, aku sudah menduga itu. Anyway, apa kau menyukai Tuan Shawn Geovan?” ujar Hansen bertanya ingin tahu.Sebelah alis Claudia terangkat. “Menyukai seperti apa yang kau maksud, Hansen?”“Menyukai seperti seorang wanita tertarik pada seorang laki-laki,” ujar Hansen sambil tersenyum.“Oh, astaga.” Claudia mendesah panjang. “Tidak, Hansen. Aku memang kagum pada Tuan Shawn Geovan, tapi hanya sebatas kagum saja. Tidak lebih dari itu.” Lanjutnya meyakinkan. Kata-kata Hansen itu benar-benar sangat konyol.“
Pelupuk mata Ella bergerak-gerak hendak ingin membuka mata. Lalu, di kala matanya sudah terbuka sempurna—tatapannya mengendar ke sekitar—menatap dirinya berada di dalam kamar asing yang sama sekali tak dia kenali.Ella memijat pelipisnya ketika kepalanya merasakan pusing luar biasa. Sejenak, dia berpikir kenapa dirinya bisa berada di kamar asing ini. Tunggu! Tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam ingatan Ella.Ella mengingat dirinya baru saja keluar dari kantor, dan ada seseorang pria yang membekapnya hingga jatuh pingsan. Satu demi satu kepingan memorinya mulai terkumpul—dan menimbulkan rasa panik dan ketakutan.“Ya Tuhan, aku di mana?” seru Ella cemas luar biasa. Buru-buru, dia segera melihat ke tubuhnya sendiri—lalu embusan napas lega terdengar. Ella berpikir dirinya telah diperkosa. Tapi untungnya dress yang dia pakai masih lengkap. Setidaknya, rasa takut sedikit berkurang.“Sunshine, aku tidak suka menyentuhmu dalam keadaan kau tidak sadar.” Suara berat yang begitu Ella kenali. Sonta