“Christian, di mana Claudia dan Ella?” Benny bertanya pada sang menantu di kala melihat menantunya itu hanya seorang diri. Tak ada kedua putrinya di sana.“Ella masih di toilet. Claudia menyusul Ella,” jawab Christian seraya menyesap wine di tangannya. Sejak tadi memang dia sendiri, tak ada siapa pun. Pria itu membiarkan Claudia menyusul Ella.Benny mengangguk-anggukan kepalanya merespon ucapan Christian.Tak selang lama, Claudia dan Ella muncul …“Itu, Claudia dan Ella,” seru Grania dengan senyuman di wajahnya, melihat dua putri cantiknya sudah tiba. “Maaf, aku lama. Tadi aku terpeleset di toilet,” ucap Ella berdusta. Tentu dia tak mungkin menceritakan apa yang terjadi. Berbohong adalah jalan paling terbaik.“Kau terpeleset di toilet, Sayang? Bagaimana bisa? Apa lantai toilet licin?” seru Benny mencemaskan putri sulungnya.“Sayang, apa kau terluka? Katakan pada Mommy, mana yang sakit.” Grania merengkuh bahu Ella, memeriksa keadaan putri sulungnya. “Kita ke dokter, ya? Mungkin kau m
Keesokan hari, Claudia sudah bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Hari ini Claudia bisa kembali ke kantor, setelah sempat bersitirahat di rumah. Gadis itu memang sudah tak sabar untuk mendatangi kantor untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Terus berada di rumah, begitu membuatnya merasakan kejenuhan.Ya, istirahat setelah kembali dari Seoul adalah ide Christian. Gadis itu sempat menolak, tapi sayangnya Christian tak memberikan izin padanya. Mau tak mau, Claudia harus menuruti perkataan Christian. Dia tak bisa membantah, karena dia sudah mengenal sifat Christian Hastings.“Morning, Sayang.” Grania tersenyum hangat melihat Claudia begitu cantik.“Morning, Sweetheart,” sambung Benny sambil mengecup kening Claudia. “Kau selalu cantik.” Lanjutnya memuji. Pagi itu, Claudia memakai dress berwarna kuning cerah, yang membuatnya tampil segar dan sangat cantik. Meskipun bukan dress seksi, tapi tetap gadis itu tampil sangatlah indah dan menawan.“Hi, morning, Mom, Dad.” Claudia tersenyum
“Thanks, Claudia.” Hansen tersenyum mendapatkan oleh-oleh dari Claudia. Bukan hanya Hansen saja, tapi banyak karyawan terutama yang berada di satu departemen dengan Claudia yang diberikan oleh-oleh dari Seoul. Memang, Claudia terkenal sangat baik dan rendah hati. Dia akan tetap membalas kebaikan, sekalipun banyak orang yang tak suka padanya.“Sama-sama, Hansen.” Claudia menjawab ucapan terima kasih Hansen.“Oh, ya, Claudia. Bagaimana project Geovan Group yang ada di Seoul?” tanya Hansen ingin tahu tentang perkembangan project Geovan Group yang tengah ditangani oleh Claudia.“Semua lancar. Aku sudah menemukan desain paling tepat untuk co-working space.”“Really?” Mata Hansen melebar.Claudia mengangguk antusias dan riang. “Iya, aku sudah menemukan desain yang paling tepat, Hansen.”“Boleh kau tunjukkan padaku?” pinta Hansen tak sabar ingin melihat desain Claudia.“Wait.” Claudia mengambil iPad yang ada di atas meja kerjanya, dan menunjukkan pada Hansen, desain yang telah dirinya rancan
*Nice design. Kau sangat hebat, Claudia.* Sebuah pesan singkat dari Shawn membuat Claudia tersenyum-senyum sendiri. Gadis itu senang karena Shawn begitu mengagumi design yang sudah dia buat. Setidaknya, kerja kerasnya membuahkan hasil, dan tidaklah sia-sia.“Ehm! Kenapa kau senyum-senyum sendiri Claudia?” Hansen menegur Claudia di kala temannya itu tersenyum.Claudia menatap Hansen. “Aku mendapatkan pesan dari Shawn Geovan. Dia bilang dia menyukai design-ku. Aku senang sekali, Hansen.”“Well, aku sudah menduga itu. Anyway, apa kau menyukai Tuan Shawn Geovan?” ujar Hansen bertanya ingin tahu.Sebelah alis Claudia terangkat. “Menyukai seperti apa yang kau maksud, Hansen?”“Menyukai seperti seorang wanita tertarik pada seorang laki-laki,” ujar Hansen sambil tersenyum.“Oh, astaga.” Claudia mendesah panjang. “Tidak, Hansen. Aku memang kagum pada Tuan Shawn Geovan, tapi hanya sebatas kagum saja. Tidak lebih dari itu.” Lanjutnya meyakinkan. Kata-kata Hansen itu benar-benar sangat konyol.“
Pelupuk mata Ella bergerak-gerak hendak ingin membuka mata. Lalu, di kala matanya sudah terbuka sempurna—tatapannya mengendar ke sekitar—menatap dirinya berada di dalam kamar asing yang sama sekali tak dia kenali.Ella memijat pelipisnya ketika kepalanya merasakan pusing luar biasa. Sejenak, dia berpikir kenapa dirinya bisa berada di kamar asing ini. Tunggu! Tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam ingatan Ella.Ella mengingat dirinya baru saja keluar dari kantor, dan ada seseorang pria yang membekapnya hingga jatuh pingsan. Satu demi satu kepingan memorinya mulai terkumpul—dan menimbulkan rasa panik dan ketakutan.“Ya Tuhan, aku di mana?” seru Ella cemas luar biasa. Buru-buru, dia segera melihat ke tubuhnya sendiri—lalu embusan napas lega terdengar. Ella berpikir dirinya telah diperkosa. Tapi untungnya dress yang dia pakai masih lengkap. Setidaknya, rasa takut sedikit berkurang.“Sunshine, aku tidak suka menyentuhmu dalam keadaan kau tidak sadar.” Suara berat yang begitu Ella kenali. Sonta
Ella tak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus terngiang-ngiang akan apa yang dikatakan Elan terbukti benar adanya. Christian memiliki belas luka jahitan di lengan kanan. Sebuah kebetulan yang tak mungkin disengaja.Ella bingung luar biasa. Tak tahu harus bagaimana. Hatinya sudah tidak tenang. Rasa takut, gelisah, panik, semuanya melebur menjadi satu. Ella sangat takut kalau apa yang Elan katakan adalah benar.Tidak! Buru-buru, Ella menepis pikirannya. Dia meyakinkan bahwa apa yang ada di dalam pikirannya salah besar. Tidak mungkin Christian mengkhianatinya. Memang, dulu Christian pernah berselingkuh, tapi itu adalah masa lalu. Dia sangat percaya bahwa sang suami telah berubah.Ella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Semua perasaan yang dia rasakan memang begitu amat campur aduk tak menentu. Lingkar matanya sedikit gelap akibat begadang. Bukan bermaksud begadang, tapi pikiran dan hatinya tidak bisa tenang sama sekali.“Ella, aku berangkat lebih awal hari ini. Aku tid
*Temui aku besok, di penthouse-ku. Tidak ada penolakan. Jika kau menolak, maka aku akan menjemput paksa dirimu.* Sebuah pesan dari Elan, membuat tubuh Ella menegang dengan raut wajah yang terkejut. Tangan Ella meremas ponselnya dengan penuh kegelisahan dan rasa takut yang menyelimutinya.Ya, Ella baru saja mendapatkan pesan masuk dari Elan. Namun, sungguh, wanita itu sama sekali tak mengira kalau Elan akan mencoba memberikan ancaman rendahan seperti ini padanya.Ella mulai gelisah. Mondar-mandir tak menentu. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Beruntung, Christian belum pulang. Kalau saja, Christian sudah pulang, pasti Ella akan dicurigai oleh Christian.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Tangan kiri Ella mulai meremas-remas rambutnya penuh kegelisahan.Ella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Berkali-kali dia berusaha untuk mencari solusi, tapi ternyata malah nihil. Ella tak mampu berpikir jernih.“Tidak, tidak. Aku tidak akan menemuinya,” gumam Ella
Matahari sudah tinggi, cahayanya menembus sela-sela jendala. Terlihat Ella sudah bergegas ingin pergi. Padahal ini adalah sabtu, bukan waktunya dia untuk ke kantor. Akan tetapi, nampaknya Ella seperti tengah diburu oleh sesuatu yang tak bisa ditunda-tunda.Bahkan raut wajah wanita itu tersirat menunjukkan rasa cemas yang berusaha keras wanita itu tutupi. Dia tidak ingin sampai ada yang tahu tentang perasaan yang dirasakan saat ini.Setelah siap, Ella segera melangkah keluar kamar terburu-buru, namun tiba-tiba langkah Ella terhenti di kala melihat Christian baru saja keluar dari walk-in closet. Raut wajah Ella memucat panik terkejut. Pancarannya begitu amat takut melihat Christian.“C-Christian?” Ella bersusah payah mengulas senyuman di hadapan suaminya itu. Dia berusaha untuk tenang, walaupun itu sangatlah susah.Christian menatap Ella yang terlihat panik. “Kau ingin ke mana, Ella?” tanyanya penuh interogasi. Bukan bermaksud possessive, tapi Christian mulai mencurigai ada sesuatu hal