Christian masih bergeming di tempatnya, menatap Claudia yang sama sekali tak berhenti menangis. Sesuatu hal menggelitik menyentuh ke relung hati paling dalam, di kala melihat Claudia menangis pilu seperti ini. Tangis Claudia seakan menunjukkan bahwa gadis itu berada di posisi yang tersakiti. Christian bukanlah orang bodoh. Pria itu bisa melihat bahwa Claudia terluka.Claudia tak menghiraukan pertanyaan Christian yang bertanya kenapa dirinya menangis. Isi hatinya sudah tak lagi bisa teratasi. Tak bisa terkendali. Sudah sejak tadi Claudia menahan perasaannya, dan kali ini dia sudah tak bisa mengendalikan diri. “Kenapa kau menangis, Claudia?” Christian kembali bertanya, meminta Claudia untuk menjawab pertanyaannya. Pria itu melangkah mendekat, mengikis jarak di antara dirinya dan gadis itu. Meski sudah bisa menduga, tapi dia ingin mendengar langsung dari Claudia.Claudia terisak pelan. “Kau jahat, Christian. Kenapa kau tega berselingkuh di belakang kakakku?” lirihnya pilu, dan amat meny
Christian melucuti dress yang dipakai Claudia, melempar ke sembarangan arah. Bra dan celana dalam berenda yang membalut tubuh Claudia, membuat mata Christian begitu menatap lapar menatap tubuh indah gadis itu.Christian melangkah mundur dua langkah ke belakang, lalu dia mulai membuka kancing kemejanya, melempar kemejanya itu sembarangan. Tampak pipi Claudia merona malu melihat tubuh gagah dan bidang Christian.Lengan kekar. Otot perut tercetak begitu sempurna. Tubuh Christian layaknya pahatan patung yang mamang telah terbentuk indah. Mata Claudia tak berkedip sedikit pun melihat keindahan yang ada di depan matanya.Christian mulai mendekat, membawa tangannya menanggalkan pengait bra gadis itu.“C-Christian.” Claudia menutupi kedua payudaranya menggunakan tangannya. Wajahnya merona malu ketika tubuh bagian atasnya sudah polos tanpa helaian benang apa pun. Meski, Christian sudah pernah melihat tubuhnya, tetap saja Claudia masih merasakan malu.“Jangan ditutup. Aku ingin melihatnya.” Chr
Claudia rasanya ingin berlari sekencang mungkin, menjauh dari sosok pria yang ada di hadapannya, namun semua itu rasanya benar-benar tidaklah mungkin. Menghindar ke mana pun akan tetaplah percuma.Claudia tahu bahwa dirinya telah berada di dalam lingkaran api. Gadis itu tidak bisa keluar ke mana pun. Sejatinya, dia telah terjebak dalam bara api yang dirinya sendiri ciptakan.Menghindar dari bara api tersebut adalah sesuatu hal yang sama sekali tidak mungkin bisa terjadi. Kesalahan besar, tapi bodohnya dia terpedaya akan kesalahan yang dirinya sendiri buat.Claudia membeku diam di tempatnya dengan wajah yang nampak memancarkan perasaan yang campur aduk. Dia mundur ke belakang membentur punggung ke kepala ranjang, dan meremas selimut menutupi tubuh telanjangnya.Claudia tak tahu harus mengatakan apa. Lidahnya seakan kelu. Tak mampu berkata-kata. Ditambah posisinya melihat pria itu hanya memakai handuk yang melilit pinggangnya. Demi Tuhan, jantung Claudia seakan ingin berhenti berdetak.
Suara Claudia berseru keras dengan nada bergetar penuh emosi. Matanya memerah, akibat tangisnya. Gadis itu sama sekali tak mengira akan tindakan Christian yang menolak panggilan telepon Ella.Tadi, Claudia sama sekali tak memiliki niat untuk menolak panggilan kakaknya. Hanya saja untuk menjawab dirinya belum sanggup. Dia dilingkupi rasa bersalah yang mendalam pada kakaknya itu.Tindakan Christian sekarang, membuatnya sangat kesal luar biasa. Sekalipun, Claudia telah dilingkupi perasaan bersalah, tapi dia tidak pernah bermaksud untuk menolak panggilan kakaknya. Kalau sudah seperti ini, bisa saja kakaknya akan berpikiran yang tidak-tidak padanya. Christian semakin membuat Claudia masuk ke dalam lubang masalah semakin dalam.“Tidak usah pikirkan keluargamu. Kita sekarang berada di Seoul. Fokus pada apa yang ada di sini. Jangan pikirkan apa yang ada di New York. Lanjutkan makanmu. Aku tidak mau kau sakit,” balas Christian menegaskan dan menekankan.Claudia masih tetap diam menatap kesal C
Sudah lebih dari dua minggu Claudia dan Christian berada di Seoul. Pekerjaan mereka satu demi satu sudah terselesaikan. Claudia juga telah menemukan ide paling cocok untuk co-working space yang diinginkan oleh Shawn. Bukan hanya Claudia yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, tapi Christian pun telah menyelesaikan pekerjaannya.Selama di Seoul, Claudia dan Christian tetap bersikap professional menyelesaikan pekerjaannya, meskipun mereka terlibat dalam suatu hubungan yang rumit. Mereka tak saling banyak bicara. Kondisi lengan Christian sudah membaik, membuat Claudia tak perlu lagi untuk tetap tinggal di kamar hotel yang sama dengan Christian.Sejak kejadian waktu itu, Claudia memang lebih banyak diam. Bahkan bicara dengan Christian saja hanya seperlunya, namun setiap kali Christian ingin mencium ataupun memeluknya tetap Claudia tidak akan menolak. Bukan tanpa alasan, tentu Claudia tahu bahwa melakukan penolakan hanya berujung percuma. Selain penolakan sia-sia, Claudia tidak menampik ba
Kalimat yang lolos di bibir Christian, begitu mudah, dan tanpa sama sekali merasakan bersalah sedikit pun. Pria itu seolah tak sama sekali memiliki beban untuk melepas istrinya. Padahal mereka telah menjalin hubungan lama.Perkataan Christian itu membuat Claudia melebarkan mata tak percaya. Sungguh, gadis itu sama sekali tak mengira kalau Christian akan mengatakan ingin menceraikan kakaknya. Begitu mudah Christian mengatakan kalimat itu.Claudia tak merasa bahagia sama sekali. Yang ada malah gadis itu merasa sesak dan sakit hati luar biasa. Bagaimanapun dirinya sangat tahu bahwa kakaknya sangat mencintai Christian. Dia yakin kakaknya akan sangat terluka jika benar sampai bercerai dengan Christian.“Kau sudah gila, Christian! Kau tidak boleh menceraikan kakakku,” seru Claudia berapi-api. Emosinya menyulut mendengar Christian akan menceraikan kakaknya. Claudia memang bukanlah perempuan baik. Gadis itu menyadari dosa kesalahan yang telah dia lakukan. Meski dia tahu kesalahannya tidak ak
New York, USA. Hiruk pikuk padatnya kota New York begitu menyambut. Banyak orang yang berlalu lalang berjalan di trotoar. Mereka nampak sibuk seperti tengah mengejar waktu. Yang pasti orang-orang yang berlalu lalang itu memakai pakaian formal yang mana menandakan bahwa mereka adalah para pekerja kantoran.Saat ini, Claudia dan Christian tengah berada di dalam mobil. Mereka sudah tiba di New York, dan sopir pun telah menjemput mereka. Awalnya, Claudia ingin tak satu mobil dengan Christian, namun sayangnya niat Claudia harus terkubur jauh-jauh. Tentu saja Christian tak mungkin membiarkan gadis itu tak satu mobil dengannya. “Tadi Shawn mengirimkanku email,” ucap Christian memulai percakapan.Claudia melirik Christian. “Apa Shawn membahas tentang design co-working space?”Christian menganggukan kepalanya. “Hasil design-mu sudah dilihat Shawn. Seperti biasa, dia mengagumi design-mu.” Nada bicara Christian begitu dingin, seakan menekan ego dalam dirinya. Ego akan kecemburuan buta tak je
Claudia menatap cermin dengan pandangan kosong ke depan, menyimpan sesuatu hal yang mengusik pikirannya. Kepulangannya ke rumah, membuat rasa bersalahnya semakin menelusup ke dalam dirinya.Claudia tidak sanggup melihat kakak dan kedua orang tuanya. Ya, setiap kali dirinya melihat kedua orang tuanya, malah yang ada dirinya semakin merasa bersalah atas dosa besar yang telah dilakukannya.Jika saja bisa, Claudia ingin sekali pergi sejauh mungkin, berlari dari masalah ini, namun kenyataan yang ada dirinya terjebak dan tak bisa pergi ke mana pun. Ada hati yang akan hancur terluka kalau dirinya pergi dari kenyataan ini.Tatapan Claudia teralih pada foto keluarganya yang ada di atas meja rias. Tampak mata gadis itu berkaca-kaca menahan air mata agar tak tumpah. Sekarang, dirinya amat menyadari bahwa dirinya sangatlah bersalah. Claudia telah terjebak semakin dalam, dan tak bisa untuk keluar dari jebakan itu.Suara ketukan pintu terdengar sontak membuat Claudia membuyarkan lamunannya. Gadis i