Langit telah gelap. Awan terang tertutupi oleh awan gelap. Tak ada bintang ataupun bulan, akibat langit yang mendung, namun hujan tak kunjung turun, menandakan bahwa memang sepertinya langit tak mendukung agar air turun ke bumi. Namun, meski tak ada air hujan yang tergenang, tapi ternyata ada air mata yang tertumpah. Claudia melangkahkan kaki gontai menelusuri jalanan dengan wajah yang penuh dengan kerapuhan. Tak ada lagi kecerian atau kebahagiaan di wajah gadis itu. Yang ada hanyalah perasaan hancur berkeping-keping. Otaknya mencoba mencerna semua ini, berharap bahwa ini semua adalah mimpi, bukan nyata. Akan tetapi, sayangnya yang harus di hadapi Claudia adalah kenyataan. Haruskah dia bahagia menemukan ayah kandungnya sendiri? Yang menjadi kerumitan adalah ayah kandungnya merupakan ayah kandung dari pria yang cintai. “Kenapa harus seperti ini?” isak Claudia pilu. Hatinya terasa begitu sesak dan sakit seperti terhujani ribuan batu yang tajam. Claudia membawa tangannya menyentuh pe
“Tidakkk!” Napas Claudia memburu di kala dia terbangun dari mimpi buruknya. Peluh membanjiri seluruh tubuhnya. Tampak wajah Claudia memucat. Perasaan takut, cemas, khawatir semuanya telah melebur menjadi satu. “Claudia?” Christian melangkah masuk, duduk di tepi ranjang, meraih bahu Claudia, menatap hangat gadis itu. “Ada apa?” tanyanya lembut, seraya menyeka keringat yang keluar di keningnya. Claudia memeluk Christian, menangis dalam pelukan pria itu. Tangis pilu yang benar-benar amat menghancurkannya. “Aku bermimpi ada orang yang ingin memisahkan kita,” isaknya sesegukan. Christian tersenyum samar mendengar apa yang Claudia katakan. Pria itu membalas pelukan Claudia, dan memberikan kecupan di puncak kepala gadis itu. “Tidak akan ada yang bisa memisahkan kita, Claudia. Mimpi hanya bunga tidur, tidak menjadi kenyataan. Percayalah, mimpi hanya mimpi, tidak akan pernah menjadi sebuah kenyataan.” Claudia mengurai pelukannya, menatap Christian dengan tatapan yang rapuh. “Bagaimana kalau
“Christian, kau mau ke mana?” Claudia menatap Christian yang nampak sibuk, dan sudah rapi. Hanya saja Christian tak memakai pakaian formal, jika saja dia memakai pakaian formal, maka sudah pasti Claudia mengira pria itu bergegas ingin pergi ke kantor.“Ada urusan yang aku kerjakan. Kau di rumah saja. Jangan pergi ke mana-mana,” ucap Christian sambil membelai pipi Claudia. Manik matanya memancarkan jelas seperti ada yang disembunyikan. Namun, Christian tak bisa mengatakan pada Claudia apa yang ada dipikirannya.“Apa kau ingin bertemu dengan client di luar?” tanya Claudia penasaran ingin tahu.“Ya, aku ingin bertemu dengan client di luar,” ucap Christian berdusta. Jauh dari dalam lubuk hati Christian terdalam, dia tak ingin berbohong pada Claudia, dia tak mungkin menceritakan yang telah dicurigakannya. Ini belum saatnya. Tunggu sampai dia memiliki bukti yang kuat. Claudia mengangguk berusaha mengerti. “Jangan pulang malam, yaa?”Christian menangkup kedua pipi Claudia, mencium dan melu
“Grania, kenapa Claudia tidak juga turun?” Benny melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, pria paruh baya itu sudah cukup lama menunggu Claudia, namun sayangnya Claudia tak kunjung turun. Padahal selama ini Claudia tak pernah berias lama. Yang terkenal lama berias adalah Ella. Sangat berbeda dengan Claudia, jauh lebih sederhana daripada Ella.Grania mendesah panjang. “Tunggu sebentar, aku akan menghubungi Claudia. Tadi dia bilang hanya mengganti bajunya, lalu akan turun.” Wanita paruh baya itu memutuskan untuk menghubungi nomor Claudia, namun sayangnya Claudia tak menjawab teleponnya.“Grania kenapa? Apa nomor Claudia tidak aktif?” tanya Benny seraya menatap sang istri dengan tatapan lekat. “Ponsel Claudia aktif, tapi Claudia tidak menjawab teleponku,” jawab Grania berusaha untuk bersabar.“Apa Claudia marah pada kita?” Benny mulai khawatir kalau Claudia akan marah padanya dan Grania. Tak menampik, pria paruh baya itu merasa bersalah, karena baru bisa mengunjungi Claud
Christian dan Elan terkejut melihat kehadiran Ella. Jika Christian terkejut, namun keterkejutan Christian hanya sebentar, berbeda dengan Elan yang nampak panik. Ya, kepanikan begitu terlihat di wajah Elan. Bahkan tak bisa tertutupi rasa takut serta cemas melingkupinya.“Ella? Kau—” Elan ingin merangkai sebuah kata untuk Ella, tapi rupanya kata-kata yang ada di otaknya seakan blank dan tak mampu berpikir jernih. Elan seolah disudutkan. Apalagi dia melihat tatapan Ella menatapnya dengan tatapan kecewa.Christian tersenyum samar melihat Ella ada di hadapannya. Pria itu tak perlu susah payah menjelaskan apa yang terjadi antaranya dan Elan, karena Ella sekarang sudah tahu akan fakta yang telah terjadi.“Ella, kebetulan kau ada di sini, aku minta maaf karena kau harus terlibat dalam balas dendam Elan, dan kau dengar sendiri, kan? Elan menjadi dalang aku dan Claudia terjebak. Kalau kau marah pada Claudia, sepertinya kau keterlaluan. Semua yang terjadi, bahkan termasuk aku dan Claudia saling
Grania mondar-mandir tidak jelas karena tak kunjung mendapatkan kabar keberadaan Claudia. Bukan hanya Grania yang cemas, tapi Benny juga sangat cemas. Bahkan Benny sudah meminta salah satu asisten pribadinya mencari keberadaan Shania, tetap tak menuaikan hasil apa pun.Rekaman CCTV di area penthouse Christian, hanya bisa diakses Christian, karena harus menggunakan kata sandi serta sidik jari beberapa orang yang sudah terdaftarkan. Sedangkan CCTV di area pintu belakang apartemen, tak menuaikan hasil apa-apa. Sepertinya ada yang sengaja menghapus CCTV di area pintu belakang.Saat ini Grania dan Benny hanya menunggu Christian tiba. Yang paling cemas adalah Grania. Wanita paruh baya itu memang bukan ibu yang melahirkan Claudia, tapi selama ini Claudia sudah Grania anggap seperti anak kandungnya sendiri.Benny tentunya cemas, tapi pria paruh baya itu berusaha untuk lebih tenang, agar sang istri bisa tenang. Karena jika keduanya dalam keadaan panik, yang ada malah keadaan semakin memanas.“
Mobil Christian melaju dengan kecepatan penuh, membelah kota London. Raut wajah pria itu nampak menunjukkan kemarahan yang berkobar. Napasnya memburu. Tangannya mencengkram kuat stir mobilnya.Dalam hati, dia tidak tenang memikirkan ke mana ayahnya membawa Claudia. Sampai detik ini, anak buahnya belum berhasil melacak keberadaan ayahnya yang membawa Claudia. Christian yakin bahwa ayahnya bermaksud ingin memisahkannya dengan Claudia. Tapi, tidak akan semudah itu. Sampai kapan pun, Christian tidak akan mau berpisah dengan Claudia. Bahkan meski kenyataan dirinya adalah kakak kandung Claudia, tetap saja dia tidak akan pernah melepas Claudia.“Shit!” umpat Christian seraya memukul keras stir mobilnya. Otaknya benar-benar sangat kacau, tak bisa berpikir jernih. Pria itu takut kalau terlambat menyelamatkan Claudia. Hal yang membuat Christian marah, emosi, serta dendam adalah Elan menukar hasil test DNA sampai membuat ayahnya berpikir bahwa Claudia adalah anak ayahnya. Sungguh, ingin sekali
“Jika anak buahmu berani menyentuh Christian, lebih baik kau membunuhku.”Nada bicara Claudia terdengar begitu rapuh dan putus asa. Gadis itu sudah lelah dengan semua yang ada di hidupnya. Bagi Claudia, hanya Christian yang merupakan pusat hidupnya. Entah apa pun hubungannya dengan Christian, dia hanya ingin terus berada di sisi Christian. Sekalipun dunia menolak, dia tetap akan bersama Christian. Christian menarik tangan Claudia, menjauh dari hadapannya, berdiri tepat di sampingnya. “Aku yang harus melindungimu, bukan kau yang melindungiku.” Pria itu berucap dengan penuh ketegasan dan menekankan. Perkataan Christian tak dibantah Claudia. Gadis itu hanya patuh akan apa yang Christian katakan. Yang pasti dia tahu Christian akan selalu memerjuangkannya.Tadeo mengembuskan napas kasar, berusaha untuk meredam segala kemarahan dalam dirinya. “Christian, Claudia. Kalian tidak bisa bersama! Kalian ini kakak beradik. Jangan lakukan hal gila!” Mati-matian pria paruh baya itu berusaha untuk
Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam
Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau
*Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu
“Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka
Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?
“Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja
Lima tahun berlalu … “Caleb, kenapa kau bertengkar dengan Oscar? Ya Tuhan, Nak. Oscar itu anak Bibi Nicole—kakak ipar Mommy.” Claudia menatap kesal Caleb yang baru saja turun dari mobil. Tampak jelas raut wajah wanita itu sangat lelah.Bagaimana tidak? Hari ini Claudia baru saja mengadakan meeting dengan asisten pribadi Shawn. Ada project baru Geovan Group yang sedang ditangani Claudia. Tapi di tengah-tengah meeting berlangsung—Claudia mendapatkan kabar Caleb dan Oscar bertengkar. Pun kebetulan Oscar sedang berada di New York. Caleb dan Oscar bertengkar di taman bermain. Claudia dan Nicole langsung datang ke taman itu. Perkelahian berhasil terhenti karena pengawal Caleb dan pengawal Oscar sama-sama merelai perkelahian.“Oscar yang salah. Dia mendekati gadis yang aku suka, Mom.” Caleb berjalan menuju kamar, namun buru-buru Claudia menghalangi putranya itu.Claudia merasa ini belum selesai. Dia membutuhkan penjelasan sejelas-jelasnya. Dia tidak mau sembarangan apalagi asal-asalan dal
Usia Caleb memasuki enam bulan. Tubuh bayi laki-laki itu sangat gemuk dan sehat. Kulit putih. Pipi tembam. Mata bulat. Membuat Caleb benar-benar seperti boneka laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan.Bayi laki-laki tampan itu kerap menjadi pusat perhatian. Tidak heran kalau banyak sekali tawaran Caleb menjadi model bayi. Tapi sayang Christian dan Claudia tidak mengizinkan anak mereka menjadi seorang model.Segala bentuk penawaran menjadi model, pastinya ditolak oleh Christian ataupun Claudia. Alasannya tentu mereka tidak ingin kehidupan anak mereka terlalu menjadi sorotan di media.Selain itu, kisah masa lalu Christian dan Claudia, pastinya akan membuat Caleb menjadi pusat perhatian dari segi kehidupan. Itu yang membuat Caleb tidak akan nyaman di masa depan nanti.Suara tangis Caleb begitu keras di kala sudah selesai menyusu. Claudia yang tengah menimang putranya itu, nampak terkejut dan panik melihat putranya menangis. Dia pikir putranya ingin minum susu lain, tapi ternyata ti
Christian seperti orang gila marah-marah pada dokter. Pria itu menuntut dokter untuk membuat sang istri tidak lagi merintih kesakitan. Dia tidak tega melihat istrinya terbaring di ranjang seraya meringis kesakitan.“Kau ini dokter kandungan benar atau bohongan?! Kenapa kau tidak mampu menghilangkan rasa sakit istriku?” Christian marah-marah pada sang dokter yang malah membiarkan istrinya berteriak kesakitan.Sang dokter tersenyum memaklumi rasa takut Christian. “Tuan, Anda tidak perlu khawatir. Rasa sakit istri Anda adalah wajar. Setiap ibu yang melahirkan anak pasti akan merasakan sakit.”Christian mengusap wajahnya kasar. Kecemasan dan rasa panik melingkupi pria itu. “Jadi, istriku akan melahirkan sambil berteriak kesakitan?”Sang dokter menyentuh bahu Christian. “Tuan Hastings, itu adalah tugas seorang ibu. Proses melahirkan akan segera dimulai. Temani istri Anda, Tuan.” Christian bingung dengan perasaan campur aduk. Dia mendengar suara istrinya itu yang terus menjerit. Dia memutu