Share

Laura Jauh Lebih Baik

Penulis: Senja Berpena
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 22:14:00

“Aku harus pergi menemui Rafael. Bisnis kerja sama kami untuk membangun hotel di dekat pantai akan segera direalisasi,” ucap Smith sembari menyantap sarapan paginya.

Suaranya terdengar ringan, namun setiap kata mengandung tekad yang mantap, seperti ombak yang tak kenal lelah menyapa tepi pantai.

Laura, yang duduk di seberangnya dengan secangkir teh hangat di tangannya, mengangkat pandangannya perlahan.

“Tapi, kau akan pulang?” tanyanya lembut, namun matanya menyimpan harapan yang terselubung.

“Tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu tidur sendiri, Sayang.”

Panggilan itu—Sayang—membuat pipi Laura memanas. Hangatnya menjalar seperti mentari pagi yang menyentuh pipinya untuk pertama kali.

Hatinya berdebar lebih cepat dari biasanya, mengingat ia tak pernah mendengar panggilan itu sebelumnya dari Smith.

“Ada apa? Kenapa diam, hm?” Smith menatapnya dengan senyum tipis, menyadari perubahan ekspresi di wajah Laura. “Kau tidak percaya kalau aku akan pulang?”

Laura cepat-cepat menggelengkan kep
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Istri Paling Beruntung di Dunia ini

    “Aku membawakan sesuatu untukmu,” ucap Smith dengan suara rendah, duduk santai di samping Laura di sofa ruang tengah yang hangat diterangi cahaya lampu temaram.“Apa itu?” tanya Laura, suaranya lembut, hampir seperti bisikan yang dipenuhi rasa ingin tahu.Smith, yang baru saja pulang dari pertemuannya dengan Rafael, mengeluarkan sebuah kotak besar yang dihiasi pita emas berkilauan.Ia menyerahkan kotak itu kepada Laura, yang langsung memandanginya dengan mata berbinar seperti seorang anak kecil yang menerima hadiah di hari ulang tahun.“Woah! Cokelat!” seru Laura penuh semangat, jemarinya yang mungil segera meraba pita di kotak itu.Matanya menatap Smith dengan kebahagiaan yang begitu tulus hingga membuat senyum kecil menghiasi wajah lelaki itu.Smith mengamati reaksi Laura, senyuman di bibirnya berubah menjadi lebih lembut.“Terima kasih, Smith. Aku tidak menyangka kau akan membawakan cokelat untukku,” kata Laura, menoleh untuk menatap suaminya dengan tatapan penuh rasa terima kasih.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   I Love You, Laura

    “Dan aku berharap kau akan selalu mencintaiku, Laura,” ujar Smith, suaranya lembut namun mengandung kesungguhan yang tak terbantahkan.Tatapannya dalam, seperti menyelami lautan jiwa Laura, seolah tak ingin melewatkan satu pun emosi yang melintas di matanya.Laura tersenyum mendengarnya, sebuah senyum yang sederhana namun sarat dengan kehangatan, membuat Smith merasa seolah seluruh dunia telah menyatu dalam satu momen itu.“Aku hanya ingin kau, Laura. Aku hanya menginginkanmu,” lanjut Smith, suaranya sedikit bergetar oleh emosi.“Wanita lembut, penyabar, dan sangat cantik. Aku sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari hidup seorang wanita tangguh sepertimu.”Kata-katanya menghujani hati Laura seperti gerimis hangat yang turun di sore hari—lembut namun menembus hingga ke inti jiwa.Laura tidak bisa berkata apa-apa, hanya menatap Smith, yang kini menatapnya dengan kekaguman yang tulus.Ada kejujuran yang terpancar dari setiap kata dan setiap gerakan kecil Smith, membuatnya yakin bahwa p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Berjuanglah Sekali lagi

    “Kau sudah memutuskan, Smith?” tanya Vincent, matanya menatap lekat, seolah mencoba menggali hingga ke dasar hati putranya.Suaranya tenang, namun ada ketegasan yang tersembunyi di balik nada itu, seperti ombak yang mengancam di tengah lautan yang tampak damai.Smith menganggukkan kepalanya dengan mantap. “Ya. Aku sudah memutuskan. Aku akan memilih Laura. Laura juga sudah memaafkanku,” jawabnya, suaranya tegas, namun ada kelembutan yang samar, seperti daun yang jatuh perlahan dari pohon di musim gugur.Vincent mengamati wajah putranya, membaca setiap lekuk ketegasan yang tergambar di sana.Sorot matanya menyelidik, mencoba memastikan bahwa keputusan itu bukan sekadar kata-kata kosong.“Aku tidak ingin kau menyakitinya lagi, Smith. Sudah cukup apa yang terjadi di awal pernikahan kalian,” ujar Vincent, suaranya terdengar seperti doa yang dipanjatkan dalam keheningan malam.Smith mengangguk, menatap pria yang selalu menjadi pilar teguh dalam hidupnya. Ada sesuatu di mata Vincent yang mem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Debat Ayah vs Anak

    Louis memasuki ruangan Vincent tanpa mengetuk lebih dulu, pintu kayu besar itu berderit perlahan, seolah menegaskan ketidaksabarannya.Dengan langkah cepat yang penuh determinasi, ia berdiri di hadapan ayahnya, sorot matanya tajam seperti pedang yang siap menusuk.“Apa kau yakin mau memberi Smith kesempatan?” tanyanya tanpa basa-basi, nadanya seperti badai yang baru saja menghantam ketenangan.Vincent, yang sedang sibuk memeriksa dokumen di mejanya, mendongak perlahan. Ia menaikkan satu alis, ekspresinya tetap tenang seperti danau di tengah malam.“Apa maksudmu, Louis? Semua orang layak mendapatkan kesempatan kedua, apalagi jika dia bersedia berubah,” ucapnya santai, namun dengan nada yang mengandung otoritas tak terbantahkan.Louis mengepalkan tangan, jemarinya menggenggam erat seolah menahan sesuatu yang hampir meledak.“Bagaimana jika dia menyakiti Laura lagi? Bahkan hingga kini, Smith belum menyelesaikan hubungannya dengan Stella!” serunya, suaranya meninggi seperti api yang berko

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Harus Bicara Secara Baik-baik

    “Smith tidak akan melepaskan Laura.” Bayangan kegelapan menyelimuti wajah Stella, setajam pisau yang siap menusuk jantungnya.Ia menoleh cepat ke arah Louis, mata bak bara api yang membara. “What? Kau yakin, huh? Kenapa bisa? Apakah ini karena ayah kalian?” tanyanya, suara bergetar menahan amarah yang membuncah bagai lautan tak bertepi.“Ya. Bisa jadi karena ayahku dan Laura tampaknya sudah mencintai Smith.” Louis menyunggingkan senyum tipis, sebuah senyum yang terasa dingin dan menusuk seperti embun pagi di musim gugur. Senyum yang menyimpan rahasia kelam di baliknya.“Kau tidak akan bisa mengambil hati Smith lagi jika Smith sudah mencintai Laura.” Louis memutar-mutar gelas berisi wine itu, cahaya lilin menari-nari di permukaan anggur merah yang pekat, seperti darah yang mengalir deras.Stella mengepalkan tangannya dengan erat, urat-urat nadi membengkak di bawah kulit pucatnya.“Tidak! Smith sudah berjanji padaku akan menceraikan wanita itu, bukan malah mencintainya! Menyebalkan, arg

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Louis tidak Terima

    “Laura?” suara Louis pecah seperti melodi penuh harap di ruang yang sunyi.Sebuah senyum lebar merekah di wajahnya, matanya berbinar seperti menemukan oase di tengah gurun ketika melihat Laura memasuki ruang kerjanya.Ia segera berdiri dari kursinya dan menghampiri wanita itu dengan langkah penuh semangat.“Hi, Louis. Apa kabar?” tanya Laura, suaranya selembut embusan angin pagi, membawa kesejukan yang menenangkan namun menyimpan ketegangan tersembunyi.“Kabarku baik. Tapi, ada apa, Laura? Tumben sekali kau datang kemari tanpa mengabariku terlebih dahulu. Smith tahu kau datang ke sini?”Rentetan pertanyaan meluncur dari bibir Louis, nadanya mencerminkan rasa senang yang nyaris tak terkendali.Laura mengangguk pelan, gerakan kecil yang membawa arti besar. “Ya, Smith tahu aku datang. Bisa kita bicara, Louis?”Pria itu hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa lagi, lalu mempersilakan Laura untuk duduk di sofa empuk di ruangannya.Louis sendiri mengambil tempat duduk di hadapan wanita itu,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Permintaan Maaf Laura

    “Lepaskan tangan Laura!” desis Smith, suaranya rendah namun menyiratkan ancaman tersembunyi.Ia menarik tangan Laura dengan gerakan tegas, matanya yang gelap seperti jurang tanpa dasar menatap wajah Louis yang memerah oleh amarah.“Aku tidak pernah memaksa Laura untuk bertahan denganku,” ujarnya, suaranya dingin bak angin malam yang menyelinap menusuk tulang.“Namun, aku selalu berupaya menjadi lebih baik agar Laura tidak pergi dariku.” Tatapan tajamnya, seolah pedang berkilauan dalam kegelapan, tidak lepas dari Louis yang menahan gemuruh di dadanya.“Sudah, Smith. Kau tidak perlu menjelaskan apa pun pada Louis,” suara Laura meluncur lembut seperti angin sepoi yang mencoba meredam api yang berkobar.Namun, Smith masih memancarkan aura kaku, tanda bahwa hatinya belum benar-benar tenang.“Kau ingin aku mati sejak lama, huh? Sebaiknya kau saja yang mati duluan, Louis!” Nada suaranya menggema penuh kemarahan yang dingin, seperti pecahan es yang menghujam dasar laut.Ia mencengkeram tangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Mengakhiri Semuanya

    "Smith? Ke mana saja kau, Smith? Kenapa baru menemuiku?" suara Stella meluncur seperti desisan ular berbisa, bergetar di udara yang mendadak terasa menyesakkan.Dengan mata yang berkaca-kaca, ia melangkah mendekat, hendak merengkuh pria itu dalam pelukannya.Namun, Smith menghentikannya dengan gerakan kecil yang lebih tajam dari sebilah pisau. "Aku tidak bisa berlama-lama di sini," suaranya rendah, nyaris tenggelam dalam bayang-bayang malam. "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu."Kening Stella mengerut, matanya yang bagaikan dua batu safir yang disiram cahaya lilin, menatapnya lekat-lekat. "Ada apa, Smith? Kau sudah menceraikan wanita itu, kan?"Smith menggeleng perlahan. Gerakannya seperti daun kering yang jatuh tanpa daya ke tanah. "Justru itu yang ingin aku katakan padamu, Stella. Aku … aku tidak bisa menceraikan Laura. Keputusanku adalah tetap mempertahankan pernikahanku dengannya."Udara di antara mereka mendadak membeku. Mata Stella membelalak, api yang berkobar di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29

Bab terbaru

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Tidak ada Kabar dari Louis

    "Smith?"Suara Vincent terdengar tenang namun mengandung nada kewaspadaan, menyelinap di antara tumpukan berkas dan dentingan samar jam meja yang menghitung waktu dengan kesabaran tanpa batas.Ia melangkah mendekati putranya, yang masih tenggelam dalam lautan dokumen dan angka-angka yang tak berujung.Smith mendongak, sorot matanya menangkap wajah sang ayah yang dipenuhi garis-garis kebijaksanaan."Ada apa, Dad?" tanyanya, suaranya terdengar datar, namun ada sedikit ketegangan yang bersembunyi di balik nada itu.Vincent menghela napas, lalu duduk di sofa dengan gerakan yang tertata, seakan tengah menimbang-nimbang setiap kata yang akan diucapkannya.Pandangannya tak lepas dari Smith, yang masih setia di balik meja kerjanya, seakan tembok kayu mahoni itu menjadi benteng terakhirnya."Kau mendapat kabar dari Louis? Sudah satu minggu ini dia menghilang dari kantor. Bahkan, dia sudah menyerahkan semua pekerjaannya pada Reiner."Alis Smith terangkat, tatapannya mencerminkan keterkejutan ya

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Ajakan Babymoon

    “Kondisi kedua janinnya sangat sehat dan baik. Dan untuk jenis kelaminnya adalah … satu laki-laki dan satu lagi perempuan.”Kata-kata itu bergema di ruangan, berpendar di udara seperti denting kristal yang menari di angin. Laura menganga, matanya membulat penuh keterkejutan.Ia tahu hari ini mereka akan mengetahui jenis kelamin buah hati mereka, tetapi mendengar langsung kabar itu dari mulut sang dokter terasa seperti keajaiban yang melampaui impian.“Berpasangan,” gumam Smith, seolah membiarkan kata itu mengendap di relung hatinya.Ia menoleh ke arah Laura, senyum melengkung di bibirnya—senyum yang penuh dengan harapan, kebahagiaan, dan cinta yang begitu dalam.Dokter kandungan mereka mengangguk penuh keramahan. “Selalu dijaga kondisi kesehatannya ya, Nyonya, Tuan,” ucapnya lembut, mengingatkan dengan penuh perhatian.Smith menoleh kembali ke arah dokter, nada suaranya penuh antusiasme yang tak dapat disembunyikan.“Tentu saja, Dokter. Kami bahkan sudah tak sabar ingin segera melihat

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Deep Talk

    “Kau sudah pulang, Smith?” Laura menghampiri Smith yang baru tiba di rumah.Langit senja menyisakan warna keemasan di cakrawala, menyusup lembut melalui jendela kaca apartemen mereka.Lampu-lampu kota mulai berkelip bagai bintang-bintang kecil yang jatuh ke bumi.Smith membuka pintu dengan langkah berat, kelelahan selepas hari panjang di kantor.Namun, semua rasa letih itu menguap begitu saja saat pandangannya jatuh pada sosok yang menunggunya di ambang ruang tamu.“Sambutan yang sungguh hangat dan meriah,” gumam Smith sembari menatap penuh takjub istrinya yang begitu cantik dan seksi.Laura berdiri di sana, siluetnya disaput cahaya remang. Pakaian yang ia kenakan—sehelai lingerie hitam yang menerawang—membingkai tubuhnya dengan sempurna, seakan mengundang dan menantang dalam satu tarikan napas.Rambutnya yang tergerai jatuh membingkai wajahnya, sementara bibirnya melengkung membentuk senyum yang hanya dimiliki seorang istri untuk suaminya.“Aku selalu menyambutmu dengan penuh kehanga

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Mengakhiri Semuanya

    "Smith? Ke mana saja kau, Smith? Kenapa baru menemuiku?" suara Stella meluncur seperti desisan ular berbisa, bergetar di udara yang mendadak terasa menyesakkan.Dengan mata yang berkaca-kaca, ia melangkah mendekat, hendak merengkuh pria itu dalam pelukannya.Namun, Smith menghentikannya dengan gerakan kecil yang lebih tajam dari sebilah pisau. "Aku tidak bisa berlama-lama di sini," suaranya rendah, nyaris tenggelam dalam bayang-bayang malam. "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu."Kening Stella mengerut, matanya yang bagaikan dua batu safir yang disiram cahaya lilin, menatapnya lekat-lekat. "Ada apa, Smith? Kau sudah menceraikan wanita itu, kan?"Smith menggeleng perlahan. Gerakannya seperti daun kering yang jatuh tanpa daya ke tanah. "Justru itu yang ingin aku katakan padamu, Stella. Aku … aku tidak bisa menceraikan Laura. Keputusanku adalah tetap mempertahankan pernikahanku dengannya."Udara di antara mereka mendadak membeku. Mata Stella membelalak, api yang berkobar di dalam

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Permintaan Maaf Laura

    “Lepaskan tangan Laura!” desis Smith, suaranya rendah namun menyiratkan ancaman tersembunyi.Ia menarik tangan Laura dengan gerakan tegas, matanya yang gelap seperti jurang tanpa dasar menatap wajah Louis yang memerah oleh amarah.“Aku tidak pernah memaksa Laura untuk bertahan denganku,” ujarnya, suaranya dingin bak angin malam yang menyelinap menusuk tulang.“Namun, aku selalu berupaya menjadi lebih baik agar Laura tidak pergi dariku.” Tatapan tajamnya, seolah pedang berkilauan dalam kegelapan, tidak lepas dari Louis yang menahan gemuruh di dadanya.“Sudah, Smith. Kau tidak perlu menjelaskan apa pun pada Louis,” suara Laura meluncur lembut seperti angin sepoi yang mencoba meredam api yang berkobar.Namun, Smith masih memancarkan aura kaku, tanda bahwa hatinya belum benar-benar tenang.“Kau ingin aku mati sejak lama, huh? Sebaiknya kau saja yang mati duluan, Louis!” Nada suaranya menggema penuh kemarahan yang dingin, seperti pecahan es yang menghujam dasar laut.Ia mencengkeram tangan

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Louis tidak Terima

    “Laura?” suara Louis pecah seperti melodi penuh harap di ruang yang sunyi.Sebuah senyum lebar merekah di wajahnya, matanya berbinar seperti menemukan oase di tengah gurun ketika melihat Laura memasuki ruang kerjanya.Ia segera berdiri dari kursinya dan menghampiri wanita itu dengan langkah penuh semangat.“Hi, Louis. Apa kabar?” tanya Laura, suaranya selembut embusan angin pagi, membawa kesejukan yang menenangkan namun menyimpan ketegangan tersembunyi.“Kabarku baik. Tapi, ada apa, Laura? Tumben sekali kau datang kemari tanpa mengabariku terlebih dahulu. Smith tahu kau datang ke sini?”Rentetan pertanyaan meluncur dari bibir Louis, nadanya mencerminkan rasa senang yang nyaris tak terkendali.Laura mengangguk pelan, gerakan kecil yang membawa arti besar. “Ya, Smith tahu aku datang. Bisa kita bicara, Louis?”Pria itu hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa lagi, lalu mempersilakan Laura untuk duduk di sofa empuk di ruangannya.Louis sendiri mengambil tempat duduk di hadapan wanita itu,

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Harus Bicara Secara Baik-baik

    “Smith tidak akan melepaskan Laura.” Bayangan kegelapan menyelimuti wajah Stella, setajam pisau yang siap menusuk jantungnya.Ia menoleh cepat ke arah Louis, mata bak bara api yang membara. “What? Kau yakin, huh? Kenapa bisa? Apakah ini karena ayah kalian?” tanyanya, suara bergetar menahan amarah yang membuncah bagai lautan tak bertepi.“Ya. Bisa jadi karena ayahku dan Laura tampaknya sudah mencintai Smith.” Louis menyunggingkan senyum tipis, sebuah senyum yang terasa dingin dan menusuk seperti embun pagi di musim gugur. Senyum yang menyimpan rahasia kelam di baliknya.“Kau tidak akan bisa mengambil hati Smith lagi jika Smith sudah mencintai Laura.” Louis memutar-mutar gelas berisi wine itu, cahaya lilin menari-nari di permukaan anggur merah yang pekat, seperti darah yang mengalir deras.Stella mengepalkan tangannya dengan erat, urat-urat nadi membengkak di bawah kulit pucatnya.“Tidak! Smith sudah berjanji padaku akan menceraikan wanita itu, bukan malah mencintainya! Menyebalkan, arg

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Debat Ayah vs Anak

    Louis memasuki ruangan Vincent tanpa mengetuk lebih dulu, pintu kayu besar itu berderit perlahan, seolah menegaskan ketidaksabarannya.Dengan langkah cepat yang penuh determinasi, ia berdiri di hadapan ayahnya, sorot matanya tajam seperti pedang yang siap menusuk.“Apa kau yakin mau memberi Smith kesempatan?” tanyanya tanpa basa-basi, nadanya seperti badai yang baru saja menghantam ketenangan.Vincent, yang sedang sibuk memeriksa dokumen di mejanya, mendongak perlahan. Ia menaikkan satu alis, ekspresinya tetap tenang seperti danau di tengah malam.“Apa maksudmu, Louis? Semua orang layak mendapatkan kesempatan kedua, apalagi jika dia bersedia berubah,” ucapnya santai, namun dengan nada yang mengandung otoritas tak terbantahkan.Louis mengepalkan tangan, jemarinya menggenggam erat seolah menahan sesuatu yang hampir meledak.“Bagaimana jika dia menyakiti Laura lagi? Bahkan hingga kini, Smith belum menyelesaikan hubungannya dengan Stella!” serunya, suaranya meninggi seperti api yang berko

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Berjuanglah Sekali lagi

    “Kau sudah memutuskan, Smith?” tanya Vincent, matanya menatap lekat, seolah mencoba menggali hingga ke dasar hati putranya.Suaranya tenang, namun ada ketegasan yang tersembunyi di balik nada itu, seperti ombak yang mengancam di tengah lautan yang tampak damai.Smith menganggukkan kepalanya dengan mantap. “Ya. Aku sudah memutuskan. Aku akan memilih Laura. Laura juga sudah memaafkanku,” jawabnya, suaranya tegas, namun ada kelembutan yang samar, seperti daun yang jatuh perlahan dari pohon di musim gugur.Vincent mengamati wajah putranya, membaca setiap lekuk ketegasan yang tergambar di sana.Sorot matanya menyelidik, mencoba memastikan bahwa keputusan itu bukan sekadar kata-kata kosong.“Aku tidak ingin kau menyakitinya lagi, Smith. Sudah cukup apa yang terjadi di awal pernikahan kalian,” ujar Vincent, suaranya terdengar seperti doa yang dipanjatkan dalam keheningan malam.Smith mengangguk, menatap pria yang selalu menjadi pilar teguh dalam hidupnya. Ada sesuatu di mata Vincent yang mem

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status