Haidar tanpa menghiraukan yang lain segera memeluk tubuh Cyuta yang terjatuh. Wanita dengan status sebagai Nyonya Kelima itu berdiri saat ingin menjawab pertanyaan Mahalini, namun siapa sangka tubuhnya limbung menyisakan seribu pertanyaan.
“Aku sangat mencintainya, Nyonya –“
Penggalan kalimat yang mengejutkan semua orang. Termasuk King Arthur Haikal.
Seluruh mata kini tertuju pada Haidar yang memeluk, dan mengangkat tubuh Cyuta dengan raut wajah khawatir.
Indira dan Jenny tersenyum sinis, tidak menyangka semudah ini membuat Cyuta dan Haidar masuk dalam perangkap besar. Impian mendepak wanita itu ternyata didukung oleh semesta.
“Panggil dokter!” seru Mahalini yang segera direspon oleh Rara, sang pelayan pribadi Cyuta.
Haidar membaringkan Cyuta di sofa panjang, kemudian berusaha memberikan aroma minyak kayu putih di hidung wanita muda itu.
Usaha yang dilakukan oleh Haidar menjadi tontonan banyak orang. Mahalini dan Haikal saling berpandangan penuh arti. Sementara ketiga madu Mahalini saling memberi kode, menatap sinis Haidar.
“Sepertinya terlalu berlebihan sekali untuk seorang pengawal peduli pada sang nyonya di hadapan suaminya,” sindir Indira memancing perdebatan.
“Diam!” bentak Mahalini seraya melirik tajam pada wanita madu keduanya.
Ketidaksukaannya memang terlihat jelas, dengan tidak mengijinkan Haikal memberi nafkah batin ketiga madunya itu. Kekuasaan sebagai istri sah dia pegang sebagai senjata untuk mengatur wanita-wanita di sekitar Haikal.
Termasuk Cyuta, semua dalam kendalinya.
“Haidar, ikut aku!” suara Haikal memecah ketegangan di ruang keluarga.
“Pergi!” bentak Mahalini pada lelaki yang duduk disebelah Cyuta.
Kemarahan jelas terpancar pada raut wajah Mahalini maupun Haikal. Semua yang ada disana termasuk pelayan keluarga besar tersebut dapat menjadi saksi akan adanya perang besar sebentar lagi.
“Wah, benar ternyata ya. Ada skandal,” bisik salah satu pelayan yang berdiri paling jauh dari para majikan pada rekan-rekannya.
“Hussh! Hati-hati, jangan ikut campur,” tegur salah satu pelayan yang lain.
“Aih. Terang aja kamu bilang begitu, kamu kan pelayan Nyonya Cyuta.”
“Ya benar! Jangan-jangan dia selama ini tahu, terus disogok oleh tuannya,” sindir yang lain.
Begitu seterusnya, sementara para nyonya menunggu kedatangan dokter pribadi mereka, para pelayan sibuk bergunjing dan berdebat kusir sendiri.
Mereka terdiam saat Haikal melangkah diikuti oleh Haidar melewati kelompok penggunjing. Tatapan tajam Haidar segera membunuh mereka hanya dengan satu tatapan saja. Seketika mereka semua membisu tidak berani berkomentar.
Siapa yang tidak tahu sepak terjang Haidar dalam melindungi nyonya kelima mereka, sejak kehadirannya bahkan lalat pun tidak diijinkan menyentuh nyonya termuda itu.
Haikal membawa Haidar masuk dalam ruang pribadinya.
Bughh! Hantaman pertama mendarat di rahang Haidar sesaat pintu tertutup.
“Kamu sadar apa akibat perbuatanmu?” Suara Haikal terdengar berat dan kejam. Mata sang raja dalam Klan keluarga pengusaha ternama hingga benua Asia itu menguliti sang pengawal pribadi kepercayaannya.
“Saya tahu,” jawab Haidar singkat.
“Dan kamu tahu risiko yang kamu terima!” bentak Haikal meninggi.
Kekecawaan penuh amarah tampak jelas di raut wajahnya.
“Saya terima semua risikonya, Tuan.”
Bughh.
“Luar biasa kamu! Beraninya berbuat dirumahku saat aku tidak ada!” satu pukulan mendarat di perut Haidar.
Keduanya saling menatap.
Plak! Seakan tidak puas dengan hantaman pertama, satu tamparan keras pun menyapa wajah Haidar, hingga ujung bibir lelaki tersebut berdarah.
“Kebodohanmu dan hasratmu membuatmu gelap mata!” Suara Haikal semakin menunjukkan kekecewaannya.
“Katakan padaku! Apa kamu melakukannya?”
Haidar mengepalkan tangannya. Matanya menyalang pada King Arthur seakan sengaja memberi sinyal siap bertarung dengan sang konglomerat demi Cyuta.
“Ya, karena aku menginginkannya!” jawab Haidar tegas.
Plak!
“Pergi kalian dari rumah ini!” usir Haikal seraya membalikkan badannya, enggan melihat pada orang kepercayaannya.
“Baik, akan kubawa dia pergi. Jaga diri Tuan dan Nyonya.”
Haidar segera keluar dari ruangan itu.
***
“Bagaimana dok?” tanya Mahalini setelah dokter pribadi keluarga selesai memeriksa Cyuta.
Wanita itu sudah tersadarkan saat dokter datang. Wajah Cyuta pucat. Kini matanya memandang sang dokter, menunggu jawaban.
Begitupun ketiga istri siri Haikal lainnya. Mereka menantikan jawaban dengan harap-harap cemas.
“Nyonya, kapan terakhir Anda datang bulan?” tanya sang dokter seraya tersenyum lembut.
Degh.
Dada Cyuta bergemuruh. Ingatannya kembali pada saat dirinya dijual, seingatnya dia baru saja mandi dan salat di hari itu.
“Dok, saya lupa. Yang saya ingat, di hari pernikahan itu adalah hari pertama saya bersih,” jawab Cyuta lirih dan wajahnya memerah malu.
“Apa ada kemungkinan dia hamil, dok?” tanya Mahalini menyimpulkan.
“Mana mungkin,” spontan Indira menyangkal tanpa sadar.
Mahalini, dokter dan yang ada di ruangan tersebut sontak melihat pada wanita bertubuh tambun tersebut.
“Kakak, dia selalu minum pil KB. Apa mungkin dia hamil? Kalau pun hamil anak siapa? Anak Haidar?”
Indira dengan yakin memutar perkataan menggiring opini, tanpa menyadari tatapan mata Mahalini penuh kecurigaan.
“Darimana dia dapat pil kb?” selidik Mahalini.
Tatapannya bergantian dari Indira kemudian ke Cyuta. Indira sejenak tampak bingung, tetapi bukan Indira namanya jika tidak bisa mengalihkan pembicaraan.
“Dia menyuruh salah satu pelayan membelinya, saat tahu kakak pergi,” jawab wanita itu cepat.
“Ya benar Kak, aku sendiri yang melihat dia memberi uang pada pelayan.”
Selalu seperti itu, Alma selalu ikut campur dengan menimpali perkataan Indira atau Jenny hanya untuk menguatkan argumen kedua sekutunya itu.
“Dan dari mana uangnya?” cecar Mahalini tajam.
Seketika ketiga perempuan itu diam tidak berkutik. Mata Indira melotot tajam pada Alma, saat Mahalini mengalihkan pembicaraan mereka.
“Jadi bagaimana dok?”
“Dugaan sementara Nyonya Cyuta hamil, mungkin pemeriksaan urine terlebih dahulu,” anjur dokter.
Rara pun mengantar Cyuta pergi ke kamar mandi, bersamaan dengan Haidar datang. Mahalini melihat keadaan sang pengawal yang sedikit lebam di ujung bibirnya, dia pun mengerti.
“Ada apa?” tanya lelaki itu.
“Heh! Pecundang masih punya nyali juga?” sindir Indira tajam.
“Diam! Lebih baik kalian bertiga pergi!” seru Mahalini. Pikirannya sudah penuh dengan kejadian demi kejadian yang membuatnya semakin lelah.
Tidak lama Cyuta masuk, Rara pun memberikan tabung kecil yang berisikan urine Cyuta pada sang dokter.
Suasana kembali tegang, menanti hasil. Dokter segera memeriksa melalui test pack dan hasilnya pun segera terlihat. Positif.
"Selamat Anda hamil, Nyonya."
Cyuta terbelalak seraya menutup mulutnya. Indira tertawa sinis.
“Hei, kau hamil anak siapa, hah!” serunya penuh cibiran menyerang mental Cyuta.
Cyuta mengerti apa maksud wanita itu. Dirinya pun tertunduk meraba perutnya yang masih rata, ketakutan.
“Ha – ha..mil?”
***
“Siapa yang hamil?”King Arthur Haikal tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, semua seketika menoleh kecuali Cyuta yang masih terpaku memandangi perutnya.“Suamiku, adik kelima hamil, entah dia anak siapa?” Indira yang tidak pernah putus asa menarik perhatian Haikal mencoba mendekati pria tersebut tanpa mempedulikan tatapan Mahalini.“Aku sudah menyuruhmu pergi dari sini, jangan sampai kamu pun aku usir keluar dari rumah ini.”Langkah Indira terhenti mendadak. Sekilas nampak kilatan amarah di matanya sebelum kemudian merubah mimik wajahnya seperti wanita tak berdosa.“Kalian bertiga pergi dari ruangan ini, tidak ada gunanya juga kalian di sini,” usir Mahalini kejam.Indira, Alma dan Jenny sedikit tercekat melihat pada Nyonya Besar dengan tatapan tidak sukanya, tetaoi tidak bisa berbuat apa-apa.“Apa benar dia hamil?” ulang Haikal.“Aku akan membawanya periksa ke dokter,” ujar Haidar seraya menarik tangan Cyuta, mengajak wanita itu pergi.Sungguh pemadangan yang semakin membuat te
Cyuta terbelalak dengan ucapan Haidar. Dalam hati wanita ini bertanya semudah itukah lelaki yang telah berjanji untuk melindunginya berkata bahwa dirinya adalah pembawa sial. Kata yang sangat menyakitinya selama ini.Cyuta terluka, masih terluka dan tetap menyimpan luka dalam hatinya. Sekali lagi Cyuta melirik pada lelaki yang ada di sebelahnya, penasaran dengan arti kalimat mantan pengawalnya.Mantan? Entahlah, yang dia tahu lelaki itu mungkin saja benar ayah dari janin yang dia kandung.“Huhh,” keluh Cyuta pada akhirnya. Haidar menoleh, menatap penuh selidik pada wanitanya.“Ada apa? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya lelaki itu.Kendaraan terus melaju tanpa Cyuta tahu arah tujuannya saat ini. Tempat yang akan disebut sebagai rumah benarkan akan berupa rumah untuk berlindung atau hanya tempat singgah sementara saja.“Tidak.”“Tidak? Benarkah?”Tidak ada jawaban dari Cyuta. Mata wanita itu beralih ke luar jendela menikmati setiap ruas jalan yang bergerak cepat. Rasanya ing
Degh.Ucapan yang langsung terasa menyakitkan dalam batin Cyuta, tetapi sedapat mungkin dia tersenyum dan mengacuhkan wanita yang mengaku sebagai tante bocah kecil perempuan ini.“Tante, aku boleh main di sini kan?” ucap gadis bermata bulat itu dengan tatapan memohonnya.“Tentu saja, kan ini rumah Om mu. Dia hanya numpang, Sayang.”Lili bingung tidak mengerti arti perkataan tantenya, matanya kembali terarah pada Cyuta. Sungguh senyum gadis kecil itu mampu menyejukkan hati Cyuta.“Tidak apa-apa, tante senang kalau Lili mau main sama tante Cyuta,” ujar Cyuta tanpa menghiraukan sekitarnya.“Tapi tante belum punya mainan, tunggu ya nanti kalau tante sudah beli banyak-““Hei! Kamu tidak punya sopan santun ya! Tinggal dengan calon suami orang, kumpul kebo ini namanya!”Cyuta terkejut dengan suara bentakan untuknya. Haidar sudah membawanya keluar dari lingkungan yang membuatnya tidak nyaman, kini harus berhadapan dengan manusia dengan temperamen yang sama. Cyuta hanya bisa menahan per
“Untuk apa minta maaf, toh ini bukan anakmu,” ucap Cyuta ketus. Hatinya merasa bersalah, saat dinyatakan hamil dia pernah menolak kehadiran calon anak ini, dan kini saat benar-benar hilang Cyuta baru merasakan berdosa karena tidak mampu menjaga keselamatan bakal bayinya.Dunia terasa tidak adil semakin tidak adil. Cyuta kembali terpuruk bahkan lebih parah kehancurannya.“Siapa bilang bukan anakku. Aku bisa jamin seratus persen, janin itu adalah keturunanku, Sayang.”Haidar mendekati Cyuta, perlahan menyentuh tangan yang terpasang selang infus.“Sudahlah, semua sudah hilang. Sekarang kamu, aku bebaskan untuk menikahi kekasihmu itu. Supaya tidak menjadi gila dan selalu mencelakaiku. Aku tidak bisa jamin, setelah ini apa aku masih wanita yang sama.”“Tante, tante jangan sedih. Ada Lili di sini.” Tiba-tiba sentuhan tangan kecil Lili memberikan suatu kehangatan bagi Cyuta.Perlahan dirinya menoleh dan melihat gadis kecil itu tersenyum polos padanya. Mengapa senyum gadis kecil ini b
Cyuta kemudian melihat pada Haidar sebab memangnya dalam hatinya ada kebingungan. Kalau boleh jujur ada perasaan senang ketika orang lain mengakui dirinya sebagai istri dari lelaki yang dia cintai. Hal yang wajar dan sangat didambakan oleh semua wanita, namun apakah ini bukan mimpi di siang hari.Cyuta takut terbangun dari mimpinya.“Bagaimana Tuan, apakah Anda sudah menemukan pendonor untuk Nyonya?” seorang Suster mendekati Haikal dan kemudian memandang pada Cyuta.“Sebenarnya sakit apa, kenapa harus tranfusi darah?” tanya Haidar bingung.“Mahalini keracunan dan diduga sudah lama sehingga menyebabkan infeksi lambung serta anemia parah. Sementara golongan darah Mahalini termasuk susah dicari,” ujar Haikal lirih.Sejak lama Mahalini menderita anemia hemolitik dan saat ditemukan pingsan, Haikal baru mengetahui bahwa keadaan istrinya tidak sesederhana yang dilihat.“Jika aku boleh meminta, ijinkan istrimu-““Aku akan lakukan, Tuan. Suster ayo secepatnya lakukan, jika itu untuk kep
“Kak, ada apa ini?”Cyuta Maharani, gadis manis berusia 20 tahun terkejut ketika tiba di rumah melihat dua koper besar miliknya sudah berada di teras depan rumah.Matanya yang indah terbungkus bulu mata lentik alami, terbelalak menatap dua orang gadis seumuran dengannya, berdiri di depan pintu masuk seraya berkacak pinggang.Sementara yang ditatap tanpa sedikit pun tersenyum atau basa-basi, justru terlihat sinis menantang balik Cyuta. Mereka adalah kakak beradik, keponakan dari Prana Atmadja –Papa angkat Cyuta Maharani.“Kamu sudah dijual. Jadi cepat angkat kaki dari rumah ini!”“Ya benar! Dasar anak pungut tidak tahu malu. Hanya bisa jadi parasit dalam keluarga ini,” timpal sang adik tidak mau kalah merundung Cyuta.Jantung Cyuta terhenti sejenak mendengar mereka, dalam hati tertegun dengan kalimat ‘dijual’.“Kak, apa maksudnya dijual. Aku ini manusia bukan barang.”“Kamu tidak punya status untuk bisa protes! Kamu kira berapa banyak uang yang digunakan untuk menyekolahkanmu!”
Cyuta Maharani terdiam. Status berubah hanya dalam hitungan jam. Mimpi apa dia selama ini, untuk jadi yang kedua saja Cyuta tidak mau, dan kini dia harus menjadi yang kelima. Ironis sekali.Empat wanita di depannya dapat dipastikan adalah istri King Arthur juga. Bahkan sorot mata kebencian terlihat jelas dari ketiga wanita yang berdiri di belakang sang Nyonya Besar.“Saya Cyuta Maharani. Salam kenal Nyonya Besar.”Hanya itu yang teringat di kepala Cyuta. Sejujurnya gadis tersebut merasa tubuhnya yang hanya setinggi 162 cm dengan berat badan 45 kilogram, tidak mempunyai tulang kokoh untuk menopang dirinya sekarang ini. Lemas rasanya.Ketakutan, kecemasan serta bayangan hitam dalam babak baru hidupnya mulai menyapa. Ibarat keluar dari mulut buaya masuk dalam mulut harimau. Lebih menakutkan berhadapan dengan para wanita yang cemburu, itu yang pernah di abaca di berita.“Ya aku sudah tahu.” Nyonya Besar masuk dan duduk di sofa yang ada di dalam kamar pribadi Cyuta.“Dan kini seb
Pukul tujuh Cyuta diantar Rara menuju ruang makan bersama. Dengan langkah yang masih tertatih karena sakit di bagian intimnya, Cyuta perlahan duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.Di meja tersebut sudah ada Indira, Jenny dan Alma. Tidak terlihat Mahalini maupun King Arthur.“Duduklah, tidak perlu mencari Nyonya Besar ataupun King Arthur, mereka sudah terbang ke luar negeri,” ujar Indira dengan senyum sinis.“Kenapa kecewa? Tidak bisa melihat suamimu?” Jenny menimpali dengan tawa yang juga sama mengandung cibiran.“Kasihan, pengantin baru dicuekin. Emang enak,” bentak Alma tak mau kalah sengit dari kedua madu lainnya.Cyuta hanya diam tidak menjawab. Rara menyendokkan makanan ke piring nyonya mudanya.“Hentikan Rara! Biar dia ambil sendiri. Selama Mahalini tidak ada, aku yang berkuasa di sini!” bentak Indira seraya melotot memarahi Rara.Cyuta segera menahan tangan Rara, kemudian dia sendiri yang melakukannya.“Hai! Siapa yang menyuruhmu mengambil makanan. Kamu tid
Cyuta kemudian melihat pada Haidar sebab memangnya dalam hatinya ada kebingungan. Kalau boleh jujur ada perasaan senang ketika orang lain mengakui dirinya sebagai istri dari lelaki yang dia cintai. Hal yang wajar dan sangat didambakan oleh semua wanita, namun apakah ini bukan mimpi di siang hari.Cyuta takut terbangun dari mimpinya.“Bagaimana Tuan, apakah Anda sudah menemukan pendonor untuk Nyonya?” seorang Suster mendekati Haikal dan kemudian memandang pada Cyuta.“Sebenarnya sakit apa, kenapa harus tranfusi darah?” tanya Haidar bingung.“Mahalini keracunan dan diduga sudah lama sehingga menyebabkan infeksi lambung serta anemia parah. Sementara golongan darah Mahalini termasuk susah dicari,” ujar Haikal lirih.Sejak lama Mahalini menderita anemia hemolitik dan saat ditemukan pingsan, Haikal baru mengetahui bahwa keadaan istrinya tidak sesederhana yang dilihat.“Jika aku boleh meminta, ijinkan istrimu-““Aku akan lakukan, Tuan. Suster ayo secepatnya lakukan, jika itu untuk kep
“Untuk apa minta maaf, toh ini bukan anakmu,” ucap Cyuta ketus. Hatinya merasa bersalah, saat dinyatakan hamil dia pernah menolak kehadiran calon anak ini, dan kini saat benar-benar hilang Cyuta baru merasakan berdosa karena tidak mampu menjaga keselamatan bakal bayinya.Dunia terasa tidak adil semakin tidak adil. Cyuta kembali terpuruk bahkan lebih parah kehancurannya.“Siapa bilang bukan anakku. Aku bisa jamin seratus persen, janin itu adalah keturunanku, Sayang.”Haidar mendekati Cyuta, perlahan menyentuh tangan yang terpasang selang infus.“Sudahlah, semua sudah hilang. Sekarang kamu, aku bebaskan untuk menikahi kekasihmu itu. Supaya tidak menjadi gila dan selalu mencelakaiku. Aku tidak bisa jamin, setelah ini apa aku masih wanita yang sama.”“Tante, tante jangan sedih. Ada Lili di sini.” Tiba-tiba sentuhan tangan kecil Lili memberikan suatu kehangatan bagi Cyuta.Perlahan dirinya menoleh dan melihat gadis kecil itu tersenyum polos padanya. Mengapa senyum gadis kecil ini b
Degh.Ucapan yang langsung terasa menyakitkan dalam batin Cyuta, tetapi sedapat mungkin dia tersenyum dan mengacuhkan wanita yang mengaku sebagai tante bocah kecil perempuan ini.“Tante, aku boleh main di sini kan?” ucap gadis bermata bulat itu dengan tatapan memohonnya.“Tentu saja, kan ini rumah Om mu. Dia hanya numpang, Sayang.”Lili bingung tidak mengerti arti perkataan tantenya, matanya kembali terarah pada Cyuta. Sungguh senyum gadis kecil itu mampu menyejukkan hati Cyuta.“Tidak apa-apa, tante senang kalau Lili mau main sama tante Cyuta,” ujar Cyuta tanpa menghiraukan sekitarnya.“Tapi tante belum punya mainan, tunggu ya nanti kalau tante sudah beli banyak-““Hei! Kamu tidak punya sopan santun ya! Tinggal dengan calon suami orang, kumpul kebo ini namanya!”Cyuta terkejut dengan suara bentakan untuknya. Haidar sudah membawanya keluar dari lingkungan yang membuatnya tidak nyaman, kini harus berhadapan dengan manusia dengan temperamen yang sama. Cyuta hanya bisa menahan per
Cyuta terbelalak dengan ucapan Haidar. Dalam hati wanita ini bertanya semudah itukah lelaki yang telah berjanji untuk melindunginya berkata bahwa dirinya adalah pembawa sial. Kata yang sangat menyakitinya selama ini.Cyuta terluka, masih terluka dan tetap menyimpan luka dalam hatinya. Sekali lagi Cyuta melirik pada lelaki yang ada di sebelahnya, penasaran dengan arti kalimat mantan pengawalnya.Mantan? Entahlah, yang dia tahu lelaki itu mungkin saja benar ayah dari janin yang dia kandung.“Huhh,” keluh Cyuta pada akhirnya. Haidar menoleh, menatap penuh selidik pada wanitanya.“Ada apa? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya lelaki itu.Kendaraan terus melaju tanpa Cyuta tahu arah tujuannya saat ini. Tempat yang akan disebut sebagai rumah benarkan akan berupa rumah untuk berlindung atau hanya tempat singgah sementara saja.“Tidak.”“Tidak? Benarkah?”Tidak ada jawaban dari Cyuta. Mata wanita itu beralih ke luar jendela menikmati setiap ruas jalan yang bergerak cepat. Rasanya ing
“Siapa yang hamil?”King Arthur Haikal tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, semua seketika menoleh kecuali Cyuta yang masih terpaku memandangi perutnya.“Suamiku, adik kelima hamil, entah dia anak siapa?” Indira yang tidak pernah putus asa menarik perhatian Haikal mencoba mendekati pria tersebut tanpa mempedulikan tatapan Mahalini.“Aku sudah menyuruhmu pergi dari sini, jangan sampai kamu pun aku usir keluar dari rumah ini.”Langkah Indira terhenti mendadak. Sekilas nampak kilatan amarah di matanya sebelum kemudian merubah mimik wajahnya seperti wanita tak berdosa.“Kalian bertiga pergi dari ruangan ini, tidak ada gunanya juga kalian di sini,” usir Mahalini kejam.Indira, Alma dan Jenny sedikit tercekat melihat pada Nyonya Besar dengan tatapan tidak sukanya, tetaoi tidak bisa berbuat apa-apa.“Apa benar dia hamil?” ulang Haikal.“Aku akan membawanya periksa ke dokter,” ujar Haidar seraya menarik tangan Cyuta, mengajak wanita itu pergi.Sungguh pemadangan yang semakin membuat te
Haidar tanpa menghiraukan yang lain segera memeluk tubuh Cyuta yang terjatuh. Wanita dengan status sebagai Nyonya Kelima itu berdiri saat ingin menjawab pertanyaan Mahalini, namun siapa sangka tubuhnya limbung menyisakan seribu pertanyaan. “Aku sangat mencintainya, Nyonya –“ Penggalan kalimat yang mengejutkan semua orang. Termasuk King Arthur Haikal. Seluruh mata kini tertuju pada Haidar yang memeluk, dan mengangkat tubuh Cyuta dengan raut wajah khawatir. Indira dan Jenny tersenyum sinis, tidak menyangka semudah ini membuat Cyuta dan Haidar masuk dalam perangkap besar. Impian mendepak wanita itu ternyata didukung oleh semesta. “Panggil dokter!” seru Mahalini yang segera direspon oleh Rara, sang pelayan pribadi Cyuta. Haidar membaringkan Cyuta di sofa panjang, kemudian berusaha memberikan aroma minyak kayu putih di hidung wanita muda itu. Usaha yang dilakukan oleh Haidar menjadi tontonan banyak orang. Mahalini dan Haikal saling berpandangan penuh arti. Sementara ketiga mad
Seminggu kemudian.King Athur kembali bersama istrinya, Mahalini setelah mengunjungi proyek terbaru mereka di London. Indira, Jenny dan Alma tentu merasa senang sebab mereka sudah menyiapkan skenario licik untuk mengusir Cyuta dan Haidar.“Selamat datang, suamiku-“Haikal adalah King Arthur – pengusaha ternama di Asia- tidak menghiraukan sapaan manis dari Indira. Wajahnya sama sekali tidak memandang barisan para istrinya yang selalu menyambut seperti biasa setiap dirinya pulang dari urusan bisnis di luar daerah.Cyuta pun ada di antara barisan tersebut. Haikal berhenti sejenak ketika melewati wanita muda itu. Wajah pucat Cyuta menjadi perhatiannya.“Ada apa denganmu? Apakah ada sesuatu yang kamu rasakan?” tanya pria itu.Cyuta yang baru pertama kali melihat Haikal seketika melebarkan matanya spontan.‘Aku seperti mengenalnya, tapi di mana?’ tanyanya dalam hati saja. Pandangan matanya segera beralih pada Mahalini yang kini menatapnya lekat.“Apa kamu sakit?” tanya wanita cant
Senyum mengembang dari wajah Cyuta yang mulai masuk dalam air. Perlahan matanya mulai tertutup seiring dengan tubuhnya semakin turun menuju dasar kolam sedalam 4 meter.Kolam renang milik King Arthur memiliki kedalaman mulai dari 1 meter hingga 4 meter. Sementara kolam berukuran persegi panjang itu memiliki ukuran 100 x 20 meter, memang sering di gunakan untuk latihan berenang maupun tehnik menyelam dasar.Cyuta tepat berada disisi kedalaman 4 meter. Wanita itu sama sekali tidak bisa berenang, dan menganggap semesta sedang memberinya jalan untuk bertemu dengan kedua orang tua kandung serta kedua orang tua angkatnya.‘Mama.., Papa.., aku datang,’ itulah kalimat terakhir yang diucapkan saat tubuhnya tenggelam.Seperti kata perpisahan terhadap alam semesta yang sudah tidak adil padanya, Cyuta siap melepas penderitaannya.Byur!Tiba-tiba, sosok lain masuk dalam kolam dengan cekatan, memeluk tubuh Cyuta yang nyaris menyentuh dasar kolam kemudian membawa wanita itu naik keatas.Tubuh Cy
Pukul tujuh Cyuta diantar Rara menuju ruang makan bersama. Dengan langkah yang masih tertatih karena sakit di bagian intimnya, Cyuta perlahan duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.Di meja tersebut sudah ada Indira, Jenny dan Alma. Tidak terlihat Mahalini maupun King Arthur.“Duduklah, tidak perlu mencari Nyonya Besar ataupun King Arthur, mereka sudah terbang ke luar negeri,” ujar Indira dengan senyum sinis.“Kenapa kecewa? Tidak bisa melihat suamimu?” Jenny menimpali dengan tawa yang juga sama mengandung cibiran.“Kasihan, pengantin baru dicuekin. Emang enak,” bentak Alma tak mau kalah sengit dari kedua madu lainnya.Cyuta hanya diam tidak menjawab. Rara menyendokkan makanan ke piring nyonya mudanya.“Hentikan Rara! Biar dia ambil sendiri. Selama Mahalini tidak ada, aku yang berkuasa di sini!” bentak Indira seraya melotot memarahi Rara.Cyuta segera menahan tangan Rara, kemudian dia sendiri yang melakukannya.“Hai! Siapa yang menyuruhmu mengambil makanan. Kamu tid