Senyum mengembang dari wajah Cyuta yang mulai masuk dalam air. Perlahan matanya mulai tertutup seiring dengan tubuhnya semakin turun menuju dasar kolam sedalam 4 meter.
Kolam renang milik King Arthur memiliki kedalaman mulai dari 1 meter hingga 4 meter. Sementara kolam berukuran persegi panjang itu memiliki ukuran 100 x 20 meter, memang sering di gunakan untuk latihan berenang maupun tehnik menyelam dasar.
Cyuta tepat berada disisi kedalaman 4 meter. Wanita itu sama sekali tidak bisa berenang, dan menganggap semesta sedang memberinya jalan untuk bertemu dengan kedua orang tua kandung serta kedua orang tua angkatnya.
‘Mama.., Papa.., aku datang,’ itulah kalimat terakhir yang diucapkan saat tubuhnya tenggelam.
Seperti kata perpisahan terhadap alam semesta yang sudah tidak adil padanya, Cyuta siap melepas penderitaannya.
Byur!
Tiba-tiba, sosok lain masuk dalam kolam dengan cekatan, memeluk tubuh Cyuta yang nyaris menyentuh dasar kolam kemudian membawa wanita itu naik keatas.
Tubuh Cyuta yang mulai lemas kehabisan oksigen segera mendapatkan pertolongan pertama dari sosok penolongnya yang tidak lain adalah seorang pria muda nan gagah.
Tindakan pertolongan pertama pun dilakukan pria itu, dengan menekan dada Cyuta awalnya, hingga akhirnya memberikan napas dari mulut ke mulut sebanyak 2 kali.
Cyuta tersedak dan memuntahkan air dari dalam mulutnya.
“Uhuk.., uhuk!”
Cyuta dibantu duduk oleh sang penolong. Mata wanita itu memperhatikan sekelilingnya, dan kemudian tertuju pada pria di depannya yang sedang mengawasinya.
“Apa aku masih hidup?” tanya Cyuta lirih.
“Tentu saja. Apa kamu ingin mati?” balas pria itu cepat.
“Kenapa kamu menolongku! Biarkan aku mati saja! Aku ingin menyusul mama papaku,” pekik Cyuta kecewa.
Dia pun mendorong tubuh lelaki itu, dan kemudian hendak menerjunkan dirinya kembali. Tentu saja tidak semudah yang dipikirkan, lelaki sang penolongnya segera mengangkat tubuh Cyuta, menggendongnya serta membawanya pergi menjauh dari kolam renang.
Belum juga sampai pintu masuk, Alma sudah berdiri dengan raut wajah marah. Dia sudah memperhatikan sejak Cyuta jatuh ke kolam.
“Siapa kamu! Turunkan dia, belum selesai -“
“Diam kamu! Beri jalan!” bentakan kasar si pria membungkam Alma seketika.
Dengan bahunya yang lebar, sosok pria tersebut menabrakkan bahu kanannya hingga tubuh Alma terdorong kebelakang.
Pria tersebut memiliki postur tegap dengan tinggi menjulang proposional, 185 cm dengan berat 75 kilogram cukup kuat mendorong tubuh Alma yang hanya setinggi 150 dengan berat 65 kilogram.
“Hei! Kamu akan menyesal, sebentar lagi Nyonya Indira datang kamu akan terima akibatnya,” ancam Alma seraya berteriak marah.
Tidak ada yang peduli.
Sesampainya di dalam kamar, pria tersebut segera membaringkan Cyuta di atas sofa. Alih-alih pergi setelah menurunkan Cyuta, ternyata pria itu menatap wanita tersebut dengan tatapan tajam sedikit marah.
“Katakan, sejak kapan mereka menyiksamu, Nyonya?” tanyanya sambil berkacak pinggang.
Cyuta tidak menjawab, dia hanya merasa kedinginan. Bibirnya bergetar. Pria itupun tersadar, dan segera mengambilkan handuk kimono dan meminta Cyuta untuk mengganti pakaian basahnya.
“Jangan coba-coba lakukan hal konyol lagi, Nyonya. Aku akan tetap dalam ruangan ini, mengawasimu.”
Cyuta terdiam terpaku dalam kamar mandi. Air mata menetes dari ujung matanya. Kesedihan sepertinya enggan berlalu dari hidupnya. Ada kemarahan dalam dirinya sebab terselamatkan.
Lima belas menit berada dalam kamar mandi, Cyuta terkejut ketika pintu kamar mandi dibuka.
“Agghh!” Cyuta menjerit saat menyadari dia belum menggunakan pakaian ganti secara sempurna.
Sama terkejutnya, pria itu segera memalingkan wajahnya.
“Maaf! Cepatlah keluar, Nyonya. Anda jangan membuat khawatir,” tuturnya setelah membalikkan badannya.
“Namaku Haidar, pengawal pribadi Anda.”
Sosok pria itu kemudian memperkenalkan dirinya. Cyuta seketika melebarkan matanya.
‘Pengawal pribadi?’ ulangnya dalam hati.
“Maafkan aku, Nyonya. Baru sekarang datang melindungimu, karena ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan. Beruntung sekali, aku belum terlambat menolong Anda.”
Cyuta merasa ada nada amarah dan juga penyesalan dari pria tersebut.
“Tidak apa-apa, maaf.”
Haidar membalikkan badannya kembali. Menatap Cyuta yang sudah berganti pakaian. Wajah manis Cyuta dengan keadaan rambut basah justru memancing getaran lain dalam diri Haidar. Haidar tercekat.
“Nyonya, mari kita bicara.”
Sekuat tenaga Haidar menahan diri, hanya mampu menelan saliva.
Dan kini Cyuta duduk di atas ranjang, menatap Haidar dengan tatapan polosnya. Cyuta tidak bisa berpikir apapun.
Wajah tampan Haidar yang berbulu halus mengitari rahang keras, serta sorot mata tajam menatapnya menjadi fokus utama penglihatan Cyuta.
Pun sebaliknya, Haidar memperhatikan sepasang mata indah dengan bingkai bulu mata lentik alami mengerjap memandang dirinya. Sungguh menggemaskan. Tidak munafik, hasrat Haidar bergelora.
Mereka saling bertatapan hingga beberapa lama, sebelum akhirnya Haidar tersadar lebih dahulu.
“Apa yang membuat Nyonya ingin bunuh diri?” tanya Haidar demi menutupi rasa malu karena tertangkap basah menganggumi wanita muda dihadapannya.
“Aku, aku –“ Cyuta tidak melanjutkan kalimatnya. Matanya menunduk melihat tangannya yang sedang memilin ujung kaosnya.
Haidar melihat itu semua. Hatinya miris bak teriris pisau.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Tetapi mulai sekarang aku akan melindungi dan memastikan kehidupanmu baik-baik saja.”
Cyuta mengangkat kepalanya. Pandangan kosongnya menatap manik mata Haidar mencoba mencari tahu arti kalimat pria di depannya.
“Apa maksudnya?”
“Selama aku hidup, tidak ada yang bisa meyakitimu, Nyonya. Percayalah padaku. Aku akan menjadi perisai untukmu dan juga aku menjadi gada pemukul di tanganmu. Lupakan niat bunuh dirimu, Nyonya.”
Deg. Nyess, hati Cyuta terasa sejuk.
Setelah sekian lama kering kerontang dan hanya berisi makian serta hinaan saja, baru kali ini orang lain mengatakan janji manis untuknya.
“Apakah perkataanmu sungguh-sungguh?”
“Tentu saja, aku mengatakan tulus dari dalam hatiku. Percayalah padaku. Apapun yang terjadi aku tidak akan meninggalkanmu sendirian menghadapi mereka.”
Tiba-tiba Haidar telah mensejajarkan dirinya tepat dihadapan Cyuta.
Keheningan dalam kamar, yang hanya mereka berdua membuat mereka lama-kelamaan merasa panas. Entah apa yang membuat keduanya mengeluarkan napas yang terdengar berat.
Mata mereka saling berpandangan tanpa ada yang menyadari untuk melepaskan diri. Perlahan namun pasti wajah Haidar mendekati wajah Cyuta.
Seperti membenarkan sebuah pepatah yang mengatakan jika ada satu pria dan wanita dalam suatu ruangan maka pihak ketiga adalah setan.
Tidak ada penolakan dari Cyuta. Wanita ini justru merasakan sensasi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Perlahan bibir Haidar mengecup pelan bibir Cyuta. Manis terasa. Cyuta tertegun sejenak, namun otaknya sudah tidak dapat berpikir jernih. Sentuhan itu berubah menjadi lumatan sangat lembut membuai Cyuta. Napas keduanya kini menderu dikuasai hasrat.
Haidar kemudian mendorong tubuh Cyuta hingga berbaring di atas ranjang berukuran king size. Lelaki yang kini semakin terbakar, mencumbui wanita itu dengan sejuta sentuhan surgawi. Kupu-kupu pun berterbangan membuai Cyuta yang sudah terbawa ke langit ketujuh.
Bagi Cyuta hal ini adalah pertama kalinya dia merasakan keindahan dalam suatu hubungan intim, walau sebelumnya pernah dia rasakan, namun wanita itu menikmati kegiatan panas mereka yang memabukkannya kali ini.
Mendapati wanita yang menjadi tanggungannya merespon setiap rangsangan yang dia berikan, Haidar semakin bersemangat. Pikirannya saat ini adalah menjadikan Cyuta sebagai miliknya seutuhnya.
Desahan kenikmatkan meluncur dari bibir Cyuta, terdengar merdu di telinga Haidar. Lelaki itu pun melepaskan semua penghalang hingga mereka berdua dalam keadaan polos.
Entah mengapa Cyuta sedikitpun tidak menolak, tubuhnya merespon balik saat lelaki tersebut melakukan penyatuan dengannya. Hentakkan saat pelepasan pun terasa menyenangkan.
Keduanya pun berbaring bersisian setelah Haidar memberikan benihnya pada rahim sang nyonya kelima.
“Maafk aku tidak mampu menahan diri. Apakah Anda menyesal, Nyonya?”
Cyuta menoleh menatap wajah Haidar.
“Jika ada yang disalahkan, itu adalah aku. Aku wanita yang tidak mampu menjaga diri –“
“Sstt!” Haidar segera menutup bibir Cyuta dengan jarinya. Kepalanya menggeleng seraya menatap lembut wanita di hadapannya.
“Tidak ada wanita yang salah. Aku yang salah. Aku akan bertanggung jawab. Percayalah padaku, bisa kan?”
Sejenak Cyuta membalas tatapan mata Haidar. Darahnya berdesir, dan tidak mampu berbuat apapun. Naluri dalam hati menuntunnya berkata,
“Aku percaya padamu, tolong jangan kecewakan aku.”
***
Alma tersenyum girang ketika melihat Indira dan Jenny turun dari kendaraan. Wanita itu segera menghampiri dua sekutunya.
“Kak. Kalian harus bertindak cepat. King Arthur mengirimkan pengawal pribadi untuk wanita kampungan itu.”
Laporan Alma sontak membuat mata kedua orang yang baru datang itu terbelalak. Indira segera bergegas masuk.
“Dimana dia?”
“Aku lihat masuk dalam kamar wanita itu!”
“Apa?” pekik Jenny kegirangan.
“Akhirnya kita punya cara menyingkirkan mereka berdua sekaligus.”
Seminggu kemudian.King Athur kembali bersama istrinya, Mahalini setelah mengunjungi proyek terbaru mereka di London. Indira, Jenny dan Alma tentu merasa senang sebab mereka sudah menyiapkan skenario licik untuk mengusir Cyuta dan Haidar.“Selamat datang, suamiku-“Haikal adalah King Arthur – pengusaha ternama di Asia- tidak menghiraukan sapaan manis dari Indira. Wajahnya sama sekali tidak memandang barisan para istrinya yang selalu menyambut seperti biasa setiap dirinya pulang dari urusan bisnis di luar daerah.Cyuta pun ada di antara barisan tersebut. Haikal berhenti sejenak ketika melewati wanita muda itu. Wajah pucat Cyuta menjadi perhatiannya.“Ada apa denganmu? Apakah ada sesuatu yang kamu rasakan?” tanya pria itu.Cyuta yang baru pertama kali melihat Haikal seketika melebarkan matanya spontan.‘Aku seperti mengenalnya, tapi di mana?’ tanyanya dalam hati saja. Pandangan matanya segera beralih pada Mahalini yang kini menatapnya lekat.“Apa kamu sakit?” tanya wanita cant
Haidar tanpa menghiraukan yang lain segera memeluk tubuh Cyuta yang terjatuh. Wanita dengan status sebagai Nyonya Kelima itu berdiri saat ingin menjawab pertanyaan Mahalini, namun siapa sangka tubuhnya limbung menyisakan seribu pertanyaan. “Aku sangat mencintainya, Nyonya –“ Penggalan kalimat yang mengejutkan semua orang. Termasuk King Arthur Haikal. Seluruh mata kini tertuju pada Haidar yang memeluk, dan mengangkat tubuh Cyuta dengan raut wajah khawatir. Indira dan Jenny tersenyum sinis, tidak menyangka semudah ini membuat Cyuta dan Haidar masuk dalam perangkap besar. Impian mendepak wanita itu ternyata didukung oleh semesta. “Panggil dokter!” seru Mahalini yang segera direspon oleh Rara, sang pelayan pribadi Cyuta. Haidar membaringkan Cyuta di sofa panjang, kemudian berusaha memberikan aroma minyak kayu putih di hidung wanita muda itu. Usaha yang dilakukan oleh Haidar menjadi tontonan banyak orang. Mahalini dan Haikal saling berpandangan penuh arti. Sementara ketiga mad
“Siapa yang hamil?”King Arthur Haikal tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, semua seketika menoleh kecuali Cyuta yang masih terpaku memandangi perutnya.“Suamiku, adik kelima hamil, entah dia anak siapa?” Indira yang tidak pernah putus asa menarik perhatian Haikal mencoba mendekati pria tersebut tanpa mempedulikan tatapan Mahalini.“Aku sudah menyuruhmu pergi dari sini, jangan sampai kamu pun aku usir keluar dari rumah ini.”Langkah Indira terhenti mendadak. Sekilas nampak kilatan amarah di matanya sebelum kemudian merubah mimik wajahnya seperti wanita tak berdosa.“Kalian bertiga pergi dari ruangan ini, tidak ada gunanya juga kalian di sini,” usir Mahalini kejam.Indira, Alma dan Jenny sedikit tercekat melihat pada Nyonya Besar dengan tatapan tidak sukanya, tetaoi tidak bisa berbuat apa-apa.“Apa benar dia hamil?” ulang Haikal.“Aku akan membawanya periksa ke dokter,” ujar Haidar seraya menarik tangan Cyuta, mengajak wanita itu pergi.Sungguh pemadangan yang semakin membuat te
Cyuta terbelalak dengan ucapan Haidar. Dalam hati wanita ini bertanya semudah itukah lelaki yang telah berjanji untuk melindunginya berkata bahwa dirinya adalah pembawa sial. Kata yang sangat menyakitinya selama ini.Cyuta terluka, masih terluka dan tetap menyimpan luka dalam hatinya. Sekali lagi Cyuta melirik pada lelaki yang ada di sebelahnya, penasaran dengan arti kalimat mantan pengawalnya.Mantan? Entahlah, yang dia tahu lelaki itu mungkin saja benar ayah dari janin yang dia kandung.“Huhh,” keluh Cyuta pada akhirnya. Haidar menoleh, menatap penuh selidik pada wanitanya.“Ada apa? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya lelaki itu.Kendaraan terus melaju tanpa Cyuta tahu arah tujuannya saat ini. Tempat yang akan disebut sebagai rumah benarkan akan berupa rumah untuk berlindung atau hanya tempat singgah sementara saja.“Tidak.”“Tidak? Benarkah?”Tidak ada jawaban dari Cyuta. Mata wanita itu beralih ke luar jendela menikmati setiap ruas jalan yang bergerak cepat. Rasanya ing
Degh.Ucapan yang langsung terasa menyakitkan dalam batin Cyuta, tetapi sedapat mungkin dia tersenyum dan mengacuhkan wanita yang mengaku sebagai tante bocah kecil perempuan ini.“Tante, aku boleh main di sini kan?” ucap gadis bermata bulat itu dengan tatapan memohonnya.“Tentu saja, kan ini rumah Om mu. Dia hanya numpang, Sayang.”Lili bingung tidak mengerti arti perkataan tantenya, matanya kembali terarah pada Cyuta. Sungguh senyum gadis kecil itu mampu menyejukkan hati Cyuta.“Tidak apa-apa, tante senang kalau Lili mau main sama tante Cyuta,” ujar Cyuta tanpa menghiraukan sekitarnya.“Tapi tante belum punya mainan, tunggu ya nanti kalau tante sudah beli banyak-““Hei! Kamu tidak punya sopan santun ya! Tinggal dengan calon suami orang, kumpul kebo ini namanya!”Cyuta terkejut dengan suara bentakan untuknya. Haidar sudah membawanya keluar dari lingkungan yang membuatnya tidak nyaman, kini harus berhadapan dengan manusia dengan temperamen yang sama. Cyuta hanya bisa menahan per
“Untuk apa minta maaf, toh ini bukan anakmu,” ucap Cyuta ketus. Hatinya merasa bersalah, saat dinyatakan hamil dia pernah menolak kehadiran calon anak ini, dan kini saat benar-benar hilang Cyuta baru merasakan berdosa karena tidak mampu menjaga keselamatan bakal bayinya.Dunia terasa tidak adil semakin tidak adil. Cyuta kembali terpuruk bahkan lebih parah kehancurannya.“Siapa bilang bukan anakku. Aku bisa jamin seratus persen, janin itu adalah keturunanku, Sayang.”Haidar mendekati Cyuta, perlahan menyentuh tangan yang terpasang selang infus.“Sudahlah, semua sudah hilang. Sekarang kamu, aku bebaskan untuk menikahi kekasihmu itu. Supaya tidak menjadi gila dan selalu mencelakaiku. Aku tidak bisa jamin, setelah ini apa aku masih wanita yang sama.”“Tante, tante jangan sedih. Ada Lili di sini.” Tiba-tiba sentuhan tangan kecil Lili memberikan suatu kehangatan bagi Cyuta.Perlahan dirinya menoleh dan melihat gadis kecil itu tersenyum polos padanya. Mengapa senyum gadis kecil ini b
Cyuta kemudian melihat pada Haidar sebab memangnya dalam hatinya ada kebingungan. Kalau boleh jujur ada perasaan senang ketika orang lain mengakui dirinya sebagai istri dari lelaki yang dia cintai. Hal yang wajar dan sangat didambakan oleh semua wanita, namun apakah ini bukan mimpi di siang hari.Cyuta takut terbangun dari mimpinya.“Bagaimana Tuan, apakah Anda sudah menemukan pendonor untuk Nyonya?” seorang Suster mendekati Haikal dan kemudian memandang pada Cyuta.“Sebenarnya sakit apa, kenapa harus tranfusi darah?” tanya Haidar bingung.“Mahalini keracunan dan diduga sudah lama sehingga menyebabkan infeksi lambung serta anemia parah. Sementara golongan darah Mahalini termasuk susah dicari,” ujar Haikal lirih.Sejak lama Mahalini menderita anemia hemolitik dan saat ditemukan pingsan, Haikal baru mengetahui bahwa keadaan istrinya tidak sesederhana yang dilihat.“Jika aku boleh meminta, ijinkan istrimu-““Aku akan lakukan, Tuan. Suster ayo secepatnya lakukan, jika itu untuk kep
“Kak, ada apa ini?”Cyuta Maharani, gadis manis berusia 20 tahun terkejut ketika tiba di rumah melihat dua koper besar miliknya sudah berada di teras depan rumah.Matanya yang indah terbungkus bulu mata lentik alami, terbelalak menatap dua orang gadis seumuran dengannya, berdiri di depan pintu masuk seraya berkacak pinggang.Sementara yang ditatap tanpa sedikit pun tersenyum atau basa-basi, justru terlihat sinis menantang balik Cyuta. Mereka adalah kakak beradik, keponakan dari Prana Atmadja –Papa angkat Cyuta Maharani.“Kamu sudah dijual. Jadi cepat angkat kaki dari rumah ini!”“Ya benar! Dasar anak pungut tidak tahu malu. Hanya bisa jadi parasit dalam keluarga ini,” timpal sang adik tidak mau kalah merundung Cyuta.Jantung Cyuta terhenti sejenak mendengar mereka, dalam hati tertegun dengan kalimat ‘dijual’.“Kak, apa maksudnya dijual. Aku ini manusia bukan barang.”“Kamu tidak punya status untuk bisa protes! Kamu kira berapa banyak uang yang digunakan untuk menyekolahkanmu!”
Cyuta kemudian melihat pada Haidar sebab memangnya dalam hatinya ada kebingungan. Kalau boleh jujur ada perasaan senang ketika orang lain mengakui dirinya sebagai istri dari lelaki yang dia cintai. Hal yang wajar dan sangat didambakan oleh semua wanita, namun apakah ini bukan mimpi di siang hari.Cyuta takut terbangun dari mimpinya.“Bagaimana Tuan, apakah Anda sudah menemukan pendonor untuk Nyonya?” seorang Suster mendekati Haikal dan kemudian memandang pada Cyuta.“Sebenarnya sakit apa, kenapa harus tranfusi darah?” tanya Haidar bingung.“Mahalini keracunan dan diduga sudah lama sehingga menyebabkan infeksi lambung serta anemia parah. Sementara golongan darah Mahalini termasuk susah dicari,” ujar Haikal lirih.Sejak lama Mahalini menderita anemia hemolitik dan saat ditemukan pingsan, Haikal baru mengetahui bahwa keadaan istrinya tidak sesederhana yang dilihat.“Jika aku boleh meminta, ijinkan istrimu-““Aku akan lakukan, Tuan. Suster ayo secepatnya lakukan, jika itu untuk kep
“Untuk apa minta maaf, toh ini bukan anakmu,” ucap Cyuta ketus. Hatinya merasa bersalah, saat dinyatakan hamil dia pernah menolak kehadiran calon anak ini, dan kini saat benar-benar hilang Cyuta baru merasakan berdosa karena tidak mampu menjaga keselamatan bakal bayinya.Dunia terasa tidak adil semakin tidak adil. Cyuta kembali terpuruk bahkan lebih parah kehancurannya.“Siapa bilang bukan anakku. Aku bisa jamin seratus persen, janin itu adalah keturunanku, Sayang.”Haidar mendekati Cyuta, perlahan menyentuh tangan yang terpasang selang infus.“Sudahlah, semua sudah hilang. Sekarang kamu, aku bebaskan untuk menikahi kekasihmu itu. Supaya tidak menjadi gila dan selalu mencelakaiku. Aku tidak bisa jamin, setelah ini apa aku masih wanita yang sama.”“Tante, tante jangan sedih. Ada Lili di sini.” Tiba-tiba sentuhan tangan kecil Lili memberikan suatu kehangatan bagi Cyuta.Perlahan dirinya menoleh dan melihat gadis kecil itu tersenyum polos padanya. Mengapa senyum gadis kecil ini b
Degh.Ucapan yang langsung terasa menyakitkan dalam batin Cyuta, tetapi sedapat mungkin dia tersenyum dan mengacuhkan wanita yang mengaku sebagai tante bocah kecil perempuan ini.“Tante, aku boleh main di sini kan?” ucap gadis bermata bulat itu dengan tatapan memohonnya.“Tentu saja, kan ini rumah Om mu. Dia hanya numpang, Sayang.”Lili bingung tidak mengerti arti perkataan tantenya, matanya kembali terarah pada Cyuta. Sungguh senyum gadis kecil itu mampu menyejukkan hati Cyuta.“Tidak apa-apa, tante senang kalau Lili mau main sama tante Cyuta,” ujar Cyuta tanpa menghiraukan sekitarnya.“Tapi tante belum punya mainan, tunggu ya nanti kalau tante sudah beli banyak-““Hei! Kamu tidak punya sopan santun ya! Tinggal dengan calon suami orang, kumpul kebo ini namanya!”Cyuta terkejut dengan suara bentakan untuknya. Haidar sudah membawanya keluar dari lingkungan yang membuatnya tidak nyaman, kini harus berhadapan dengan manusia dengan temperamen yang sama. Cyuta hanya bisa menahan per
Cyuta terbelalak dengan ucapan Haidar. Dalam hati wanita ini bertanya semudah itukah lelaki yang telah berjanji untuk melindunginya berkata bahwa dirinya adalah pembawa sial. Kata yang sangat menyakitinya selama ini.Cyuta terluka, masih terluka dan tetap menyimpan luka dalam hatinya. Sekali lagi Cyuta melirik pada lelaki yang ada di sebelahnya, penasaran dengan arti kalimat mantan pengawalnya.Mantan? Entahlah, yang dia tahu lelaki itu mungkin saja benar ayah dari janin yang dia kandung.“Huhh,” keluh Cyuta pada akhirnya. Haidar menoleh, menatap penuh selidik pada wanitanya.“Ada apa? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya lelaki itu.Kendaraan terus melaju tanpa Cyuta tahu arah tujuannya saat ini. Tempat yang akan disebut sebagai rumah benarkan akan berupa rumah untuk berlindung atau hanya tempat singgah sementara saja.“Tidak.”“Tidak? Benarkah?”Tidak ada jawaban dari Cyuta. Mata wanita itu beralih ke luar jendela menikmati setiap ruas jalan yang bergerak cepat. Rasanya ing
“Siapa yang hamil?”King Arthur Haikal tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, semua seketika menoleh kecuali Cyuta yang masih terpaku memandangi perutnya.“Suamiku, adik kelima hamil, entah dia anak siapa?” Indira yang tidak pernah putus asa menarik perhatian Haikal mencoba mendekati pria tersebut tanpa mempedulikan tatapan Mahalini.“Aku sudah menyuruhmu pergi dari sini, jangan sampai kamu pun aku usir keluar dari rumah ini.”Langkah Indira terhenti mendadak. Sekilas nampak kilatan amarah di matanya sebelum kemudian merubah mimik wajahnya seperti wanita tak berdosa.“Kalian bertiga pergi dari ruangan ini, tidak ada gunanya juga kalian di sini,” usir Mahalini kejam.Indira, Alma dan Jenny sedikit tercekat melihat pada Nyonya Besar dengan tatapan tidak sukanya, tetaoi tidak bisa berbuat apa-apa.“Apa benar dia hamil?” ulang Haikal.“Aku akan membawanya periksa ke dokter,” ujar Haidar seraya menarik tangan Cyuta, mengajak wanita itu pergi.Sungguh pemadangan yang semakin membuat te
Haidar tanpa menghiraukan yang lain segera memeluk tubuh Cyuta yang terjatuh. Wanita dengan status sebagai Nyonya Kelima itu berdiri saat ingin menjawab pertanyaan Mahalini, namun siapa sangka tubuhnya limbung menyisakan seribu pertanyaan. “Aku sangat mencintainya, Nyonya –“ Penggalan kalimat yang mengejutkan semua orang. Termasuk King Arthur Haikal. Seluruh mata kini tertuju pada Haidar yang memeluk, dan mengangkat tubuh Cyuta dengan raut wajah khawatir. Indira dan Jenny tersenyum sinis, tidak menyangka semudah ini membuat Cyuta dan Haidar masuk dalam perangkap besar. Impian mendepak wanita itu ternyata didukung oleh semesta. “Panggil dokter!” seru Mahalini yang segera direspon oleh Rara, sang pelayan pribadi Cyuta. Haidar membaringkan Cyuta di sofa panjang, kemudian berusaha memberikan aroma minyak kayu putih di hidung wanita muda itu. Usaha yang dilakukan oleh Haidar menjadi tontonan banyak orang. Mahalini dan Haikal saling berpandangan penuh arti. Sementara ketiga mad
Seminggu kemudian.King Athur kembali bersama istrinya, Mahalini setelah mengunjungi proyek terbaru mereka di London. Indira, Jenny dan Alma tentu merasa senang sebab mereka sudah menyiapkan skenario licik untuk mengusir Cyuta dan Haidar.“Selamat datang, suamiku-“Haikal adalah King Arthur – pengusaha ternama di Asia- tidak menghiraukan sapaan manis dari Indira. Wajahnya sama sekali tidak memandang barisan para istrinya yang selalu menyambut seperti biasa setiap dirinya pulang dari urusan bisnis di luar daerah.Cyuta pun ada di antara barisan tersebut. Haikal berhenti sejenak ketika melewati wanita muda itu. Wajah pucat Cyuta menjadi perhatiannya.“Ada apa denganmu? Apakah ada sesuatu yang kamu rasakan?” tanya pria itu.Cyuta yang baru pertama kali melihat Haikal seketika melebarkan matanya spontan.‘Aku seperti mengenalnya, tapi di mana?’ tanyanya dalam hati saja. Pandangan matanya segera beralih pada Mahalini yang kini menatapnya lekat.“Apa kamu sakit?” tanya wanita cant
Senyum mengembang dari wajah Cyuta yang mulai masuk dalam air. Perlahan matanya mulai tertutup seiring dengan tubuhnya semakin turun menuju dasar kolam sedalam 4 meter.Kolam renang milik King Arthur memiliki kedalaman mulai dari 1 meter hingga 4 meter. Sementara kolam berukuran persegi panjang itu memiliki ukuran 100 x 20 meter, memang sering di gunakan untuk latihan berenang maupun tehnik menyelam dasar.Cyuta tepat berada disisi kedalaman 4 meter. Wanita itu sama sekali tidak bisa berenang, dan menganggap semesta sedang memberinya jalan untuk bertemu dengan kedua orang tua kandung serta kedua orang tua angkatnya.‘Mama.., Papa.., aku datang,’ itulah kalimat terakhir yang diucapkan saat tubuhnya tenggelam.Seperti kata perpisahan terhadap alam semesta yang sudah tidak adil padanya, Cyuta siap melepas penderitaannya.Byur!Tiba-tiba, sosok lain masuk dalam kolam dengan cekatan, memeluk tubuh Cyuta yang nyaris menyentuh dasar kolam kemudian membawa wanita itu naik keatas.Tubuh Cy
Pukul tujuh Cyuta diantar Rara menuju ruang makan bersama. Dengan langkah yang masih tertatih karena sakit di bagian intimnya, Cyuta perlahan duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.Di meja tersebut sudah ada Indira, Jenny dan Alma. Tidak terlihat Mahalini maupun King Arthur.“Duduklah, tidak perlu mencari Nyonya Besar ataupun King Arthur, mereka sudah terbang ke luar negeri,” ujar Indira dengan senyum sinis.“Kenapa kecewa? Tidak bisa melihat suamimu?” Jenny menimpali dengan tawa yang juga sama mengandung cibiran.“Kasihan, pengantin baru dicuekin. Emang enak,” bentak Alma tak mau kalah sengit dari kedua madu lainnya.Cyuta hanya diam tidak menjawab. Rara menyendokkan makanan ke piring nyonya mudanya.“Hentikan Rara! Biar dia ambil sendiri. Selama Mahalini tidak ada, aku yang berkuasa di sini!” bentak Indira seraya melotot memarahi Rara.Cyuta segera menahan tangan Rara, kemudian dia sendiri yang melakukannya.“Hai! Siapa yang menyuruhmu mengambil makanan. Kamu tid