Cyuta Maharani terdiam. Status berubah hanya dalam hitungan jam. Mimpi apa dia selama ini, untuk jadi yang kedua saja Cyuta tidak mau, dan kini dia harus menjadi yang kelima. Ironis sekali.
Empat wanita di depannya dapat dipastikan adalah istri King Arthur juga. Bahkan sorot mata kebencian terlihat jelas dari ketiga wanita yang berdiri di belakang sang Nyonya Besar.
“Saya Cyuta Maharani. Salam kenal Nyonya Besar.”
Hanya itu yang teringat di kepala Cyuta. Sejujurnya gadis tersebut merasa tubuhnya yang hanya setinggi 162 cm dengan berat badan 45 kilogram, tidak mempunyai tulang kokoh untuk menopang dirinya sekarang ini. Lemas rasanya.
Ketakutan, kecemasan serta bayangan hitam dalam babak baru hidupnya mulai menyapa. Ibarat keluar dari mulut buaya masuk dalam mulut harimau. Lebih menakutkan berhadapan dengan para wanita yang cemburu, itu yang pernah di abaca di berita.
“Ya aku sudah tahu.” Nyonya Besar masuk dan duduk di sofa yang ada di dalam kamar pribadi Cyuta.
“Dan kini sebagai Nyonya dalam keluarga King Arthur, kamu wajib mengenali masing-masing dan kedudukannya.”
Aura Nyonya Besar terkesan sangat menonjol dibanding ketiga wanita lainnya.
“Disini, Nyonya sah utama adalah aku, Mahalini, tidak ada yang lain. Mereka adalah,” ucapan Nyonya Besar terhenti ketika pandangannya beralih pada tiga wanita lainnya.
“Indira, Istri kedua. Jenny, istri ketiga dan Alma, istri keempat.” Mahalini memberi jeda setiap mengenalkan para wanita itu satu per satu. Sementara mereka, mengangkat wajahnya tinggi seakan memberi tanda ketika namanya disebut oleh Mahalini.
Cyuta memperhatikan ketiganya dan mengingatnya.
“Kalian pergilah,” ucap Mahalini kemudian mengusir ketiganya setelah perkenalan singkat tersebut. Dan Cyuta dapat melihat raut wajah jengkel pada ketiga madu Mahalini.
Tinggalah kini Mahalini, sang istri sah bersama Cyuta Maharani dalam kamar pribadi. Wanita cantik berusia dua puluh delapan tahun, terlihat sangat anggun dengan balutan dress brokat putih gading dan menggunakan aksesoris sederhana namun berkelas, menatap wanita yang seharusnya merupakan madu kelimanya.
Sorot tatapan yang tidak bisa diartikan memindai dari atas ke bawah seluruh tubuh Cyuta Mahrani yang terkesan mungil jika dibanding dengan Mahalini. Mahalini seorang model dengan tinggi badan 170 cm dan berat 55 kilogram.
Hanya ada satu kesamaan dari mereka berdua. Keduanya mempunyai aura kecantikan yang alami jika dibandingkan dengan ketiga istri King Arthur lainnya.
“Ada aturan yang harus dipatuhi dalam rumah ini,” tutur Mahalini membuka topik pembicaraan mereka.
“Yang pertama, semua atas kendaliku dalam segala hal. Jadi pembagian interaksi antara suami istri, aku yang akan mengatur jadwalnya.”
Glek. Dada Cyuta mulai terasa sesak, tidak tahu perasaan apa yang tiba-tiba menjalar dalam dirinya.
“Kedua, tugasmu adalah melahirkan keturunan dari King Arthur. Laki-laki atau perempuan bukan menjadi masalah utama, yang terpenting adalah darah daging dari King Arthur.”
Mendengar hal itu, wajah Cyuta memanas. Haruskah dia kehilangan mahkota kegadisannya secepat itu.
“Ketiga, ruang gerakmu sebagai istri King Arthur terbatas dalam rumah ini saja, jika keluar akan ada pengawal dan pelayan yang mengikutimu. Bisa dimengerti?”
Mahalini mengakhiri penjelasannya. Cyuta menganggukkan kepala spontan. Tidak ada kebebasan untuknya, itu yang tertanam dalam pikirannya.
Hidup mewah namun dalam sangkar, terkekang oleh satu tujuan, melahirkan pewaris King Arthur.
“Satu lagi. Saat berhubungan intim, matamu harus ditutup dengan kain hitam, dan ruangan dalam keadaan remang-remang tanpa berkomunikasi apapun. Apabila berani melanggar, aku tidak segan menghukummu.”
“Hah?” Cyuta tanpa sadar memekik heran. Ketika matanya bertatapan dengan mata Mahalini, gadis itupun segera menundukkan kepalanya.
“Kenapa?”
“Maaf, Nyonya.”
“Bersiaplah, malam ini adalah tugas pertamamu mendapatkan pewaris.”
Mahalini kemudian memanggil Rara – pelayan pribadi Cyuta. Sedikit perintah diberikan pada gadis muda yang segera mengerti maksud sang nyonya besarnya.
Cyuta hanya bisa termenung saat Mahalini keluar meninggalkannya. Dia pun terduduk lemas seraya melamun.
Tidak pernah ada yang ingin mengalami nasib seperti ini, Cyuta merenungi perjalanan hidupnya. Kebahagiannya hanya sampai dititik kedua orang tua angkatnya hidup. Kecelakaan yang merenggut Papa dan Mamanya, menjadi alasan untuk perundungan dirinya.
“Anak pungut pembawa sial. Dulu diadopsi oleh Prana karena satu-satunya korban selamat, sekarang justru jadi sebab kematian Prana dan Kintan.”
Kalimat yang selalu di alamatkan pada Cyuta oleh semua anggota keluarga Prana dan Kintan kecuali adik-adiknya –anak kandung papa dan mama angkatnya.
Kini hidupnya menjadi alat untuk menghasilkan keturunan dari pengusaha kaya raya. Cyuta menebak, sang nyonya besar tidak ingin mengandung karena fisiknya yang tinggi langsing bagai model papan atas menjadi rusak.
“Mungkin aku memang pembawa sial,” keluhnya bermonolog. Napasnya dilepaskan kasar, mencoba membuang beban dalam dirinya.
“Nyonya, ada apa?” tanya Rara heran.
Tiba-tiba Rara sudah membawa satu baju khusus dan segera diberikan pada Cyuta. Cyuta diam menatap kosong.
“Anda harus menggunakan pakaian ini, Nyonya,” ujar Rara selanjutnya karena tidak ada jawaban dari nyonyanya.
Cyuta melihat baju yang terlihat menerawang berwarna hitam. Bentuknya menyerupai jaring dan renda.
‘Orang kaya, kenapa bajunya aneh-aneh,’ pikir Cyuta acuh.
“Mari saya bantu Anda berganti pakaian,” ucap Rara sambil membimbing Cyuta.
Suasana terasa kaku, tidak ada perlawanan sedikit pun dari Cyuta. Sosok wanita istri kelima tuannya ini seperti mati rasa. Ekspresinya kosong, diam dan datar.
“Nyonya, sudah selesai. Anda duduk di sini. Saya akan bantu menutup mata Anda.”
Tugas terakhir Rara pun selesai. Nyonya mudanya yang terlihat cantik dan menggoda dalam balutan lingerie hitam serta berpenutup mata, terkesan semakin ‘liar’.
‘Nyonya besar pintar sekali menyiapkan ibu sang pewaris,’ gumam Rara dalam hati seraya tersenyum puas.
“Tuan akan segera datang, Nyonya. Selamat menikmati malam pertama Anda,” pamit Rara. Perlahan pelayan itu keluar dari kamar.
Setelah merasa seorang diri dalam kamar, Cyuta menangis dalam diam. Hatinya hancur, dirinya tak ubah seperti wanita yang dijebak untuk melayani lelaki hidung belang.
Bedanya, dirinya dinikahi secara agama. Tapi tanpa rasa di antara mereka.
Ceklek.
Seketika tubuh Cyuta menegang saat mendengar pintu terbuka, keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Langkah kaki mendekat, tak lama tangan kekar laki-laki menyentuh bahu yang tidak tertutup kain baju.
‘Tamat sudah aku,’ batin Cyuta semakin ketakutan.
Perlahan tubuh Cyuta dibaringkan di atas ranjang busa nan lembut, dan perlahan juga gadis itu merasa sentuhan lembut di bibirnya.
Aliran darah yang mengaliri tubuhnya terasa berhenti, berganti dengan ketegangan, namun sentuhan laki-laki yang sudah sah sebagai suaminya mampu menghipnotisnya.
Tidak ada kata-kata terjalin antara keduanya. Hanya deru napas gairah terdengar dari keduanya. Cyuta terpancing mengikuti naluri dalam dirinya saat lelaki itu melakukan pemanasan. Interaksi intim kedua insan anak cucu Adam Hawa, semakin lama semakin panas. Mereka bergumul hingga pelepasan dilakukan untuk yang pertama kali.
Cyuta menahan kesakitan tetapi tidak bisa berteriak, ancaman dari Mahalini menghantuinya. Setelah yang pertama, gadis yang sudah tidak perawan lagi mengira tugasnya sudah selesai sebagai pengantin kelima.
Dugaan yang salah.
Ternyata sang pria mengulanginya lagi hingga tiga kali melakukan pelepasan pada rahim Cyuta. Akhirya Cyuta pun tertidur lelap kelelahan, tanpa mengetahui kapan sang pria pergi meninggalkannya sendiri.
Hingga suara pintu diketuk membangunkan Cyuta keesokan harinya.
“Nyonya. Apakah saya sudah boleh masuk?” suara Rara terdengar dari balik pintu.
“Tunggu, jangan masuk!”
***
Pukul tujuh Cyuta diantar Rara menuju ruang makan bersama. Dengan langkah yang masih tertatih karena sakit di bagian intimnya, Cyuta perlahan duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.Di meja tersebut sudah ada Indira, Jenny dan Alma. Tidak terlihat Mahalini maupun King Arthur.“Duduklah, tidak perlu mencari Nyonya Besar ataupun King Arthur, mereka sudah terbang ke luar negeri,” ujar Indira dengan senyum sinis.“Kenapa kecewa? Tidak bisa melihat suamimu?” Jenny menimpali dengan tawa yang juga sama mengandung cibiran.“Kasihan, pengantin baru dicuekin. Emang enak,” bentak Alma tak mau kalah sengit dari kedua madu lainnya.Cyuta hanya diam tidak menjawab. Rara menyendokkan makanan ke piring nyonya mudanya.“Hentikan Rara! Biar dia ambil sendiri. Selama Mahalini tidak ada, aku yang berkuasa di sini!” bentak Indira seraya melotot memarahi Rara.Cyuta segera menahan tangan Rara, kemudian dia sendiri yang melakukannya.“Hai! Siapa yang menyuruhmu mengambil makanan. Kamu tid
Senyum mengembang dari wajah Cyuta yang mulai masuk dalam air. Perlahan matanya mulai tertutup seiring dengan tubuhnya semakin turun menuju dasar kolam sedalam 4 meter.Kolam renang milik King Arthur memiliki kedalaman mulai dari 1 meter hingga 4 meter. Sementara kolam berukuran persegi panjang itu memiliki ukuran 100 x 20 meter, memang sering di gunakan untuk latihan berenang maupun tehnik menyelam dasar.Cyuta tepat berada disisi kedalaman 4 meter. Wanita itu sama sekali tidak bisa berenang, dan menganggap semesta sedang memberinya jalan untuk bertemu dengan kedua orang tua kandung serta kedua orang tua angkatnya.‘Mama.., Papa.., aku datang,’ itulah kalimat terakhir yang diucapkan saat tubuhnya tenggelam.Seperti kata perpisahan terhadap alam semesta yang sudah tidak adil padanya, Cyuta siap melepas penderitaannya.Byur!Tiba-tiba, sosok lain masuk dalam kolam dengan cekatan, memeluk tubuh Cyuta yang nyaris menyentuh dasar kolam kemudian membawa wanita itu naik keatas.Tubuh Cy
Seminggu kemudian.King Athur kembali bersama istrinya, Mahalini setelah mengunjungi proyek terbaru mereka di London. Indira, Jenny dan Alma tentu merasa senang sebab mereka sudah menyiapkan skenario licik untuk mengusir Cyuta dan Haidar.“Selamat datang, suamiku-“Haikal adalah King Arthur – pengusaha ternama di Asia- tidak menghiraukan sapaan manis dari Indira. Wajahnya sama sekali tidak memandang barisan para istrinya yang selalu menyambut seperti biasa setiap dirinya pulang dari urusan bisnis di luar daerah.Cyuta pun ada di antara barisan tersebut. Haikal berhenti sejenak ketika melewati wanita muda itu. Wajah pucat Cyuta menjadi perhatiannya.“Ada apa denganmu? Apakah ada sesuatu yang kamu rasakan?” tanya pria itu.Cyuta yang baru pertama kali melihat Haikal seketika melebarkan matanya spontan.‘Aku seperti mengenalnya, tapi di mana?’ tanyanya dalam hati saja. Pandangan matanya segera beralih pada Mahalini yang kini menatapnya lekat.“Apa kamu sakit?” tanya wanita cant
Haidar tanpa menghiraukan yang lain segera memeluk tubuh Cyuta yang terjatuh. Wanita dengan status sebagai Nyonya Kelima itu berdiri saat ingin menjawab pertanyaan Mahalini, namun siapa sangka tubuhnya limbung menyisakan seribu pertanyaan. “Aku sangat mencintainya, Nyonya –“ Penggalan kalimat yang mengejutkan semua orang. Termasuk King Arthur Haikal. Seluruh mata kini tertuju pada Haidar yang memeluk, dan mengangkat tubuh Cyuta dengan raut wajah khawatir. Indira dan Jenny tersenyum sinis, tidak menyangka semudah ini membuat Cyuta dan Haidar masuk dalam perangkap besar. Impian mendepak wanita itu ternyata didukung oleh semesta. “Panggil dokter!” seru Mahalini yang segera direspon oleh Rara, sang pelayan pribadi Cyuta. Haidar membaringkan Cyuta di sofa panjang, kemudian berusaha memberikan aroma minyak kayu putih di hidung wanita muda itu. Usaha yang dilakukan oleh Haidar menjadi tontonan banyak orang. Mahalini dan Haikal saling berpandangan penuh arti. Sementara ketiga mad
“Siapa yang hamil?”King Arthur Haikal tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, semua seketika menoleh kecuali Cyuta yang masih terpaku memandangi perutnya.“Suamiku, adik kelima hamil, entah dia anak siapa?” Indira yang tidak pernah putus asa menarik perhatian Haikal mencoba mendekati pria tersebut tanpa mempedulikan tatapan Mahalini.“Aku sudah menyuruhmu pergi dari sini, jangan sampai kamu pun aku usir keluar dari rumah ini.”Langkah Indira terhenti mendadak. Sekilas nampak kilatan amarah di matanya sebelum kemudian merubah mimik wajahnya seperti wanita tak berdosa.“Kalian bertiga pergi dari ruangan ini, tidak ada gunanya juga kalian di sini,” usir Mahalini kejam.Indira, Alma dan Jenny sedikit tercekat melihat pada Nyonya Besar dengan tatapan tidak sukanya, tetaoi tidak bisa berbuat apa-apa.“Apa benar dia hamil?” ulang Haikal.“Aku akan membawanya periksa ke dokter,” ujar Haidar seraya menarik tangan Cyuta, mengajak wanita itu pergi.Sungguh pemadangan yang semakin membuat te
Cyuta terbelalak dengan ucapan Haidar. Dalam hati wanita ini bertanya semudah itukah lelaki yang telah berjanji untuk melindunginya berkata bahwa dirinya adalah pembawa sial. Kata yang sangat menyakitinya selama ini.Cyuta terluka, masih terluka dan tetap menyimpan luka dalam hatinya. Sekali lagi Cyuta melirik pada lelaki yang ada di sebelahnya, penasaran dengan arti kalimat mantan pengawalnya.Mantan? Entahlah, yang dia tahu lelaki itu mungkin saja benar ayah dari janin yang dia kandung.“Huhh,” keluh Cyuta pada akhirnya. Haidar menoleh, menatap penuh selidik pada wanitanya.“Ada apa? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya lelaki itu.Kendaraan terus melaju tanpa Cyuta tahu arah tujuannya saat ini. Tempat yang akan disebut sebagai rumah benarkan akan berupa rumah untuk berlindung atau hanya tempat singgah sementara saja.“Tidak.”“Tidak? Benarkah?”Tidak ada jawaban dari Cyuta. Mata wanita itu beralih ke luar jendela menikmati setiap ruas jalan yang bergerak cepat. Rasanya ing
Degh.Ucapan yang langsung terasa menyakitkan dalam batin Cyuta, tetapi sedapat mungkin dia tersenyum dan mengacuhkan wanita yang mengaku sebagai tante bocah kecil perempuan ini.“Tante, aku boleh main di sini kan?” ucap gadis bermata bulat itu dengan tatapan memohonnya.“Tentu saja, kan ini rumah Om mu. Dia hanya numpang, Sayang.”Lili bingung tidak mengerti arti perkataan tantenya, matanya kembali terarah pada Cyuta. Sungguh senyum gadis kecil itu mampu menyejukkan hati Cyuta.“Tidak apa-apa, tante senang kalau Lili mau main sama tante Cyuta,” ujar Cyuta tanpa menghiraukan sekitarnya.“Tapi tante belum punya mainan, tunggu ya nanti kalau tante sudah beli banyak-““Hei! Kamu tidak punya sopan santun ya! Tinggal dengan calon suami orang, kumpul kebo ini namanya!”Cyuta terkejut dengan suara bentakan untuknya. Haidar sudah membawanya keluar dari lingkungan yang membuatnya tidak nyaman, kini harus berhadapan dengan manusia dengan temperamen yang sama. Cyuta hanya bisa menahan per
“Untuk apa minta maaf, toh ini bukan anakmu,” ucap Cyuta ketus. Hatinya merasa bersalah, saat dinyatakan hamil dia pernah menolak kehadiran calon anak ini, dan kini saat benar-benar hilang Cyuta baru merasakan berdosa karena tidak mampu menjaga keselamatan bakal bayinya.Dunia terasa tidak adil semakin tidak adil. Cyuta kembali terpuruk bahkan lebih parah kehancurannya.“Siapa bilang bukan anakku. Aku bisa jamin seratus persen, janin itu adalah keturunanku, Sayang.”Haidar mendekati Cyuta, perlahan menyentuh tangan yang terpasang selang infus.“Sudahlah, semua sudah hilang. Sekarang kamu, aku bebaskan untuk menikahi kekasihmu itu. Supaya tidak menjadi gila dan selalu mencelakaiku. Aku tidak bisa jamin, setelah ini apa aku masih wanita yang sama.”“Tante, tante jangan sedih. Ada Lili di sini.” Tiba-tiba sentuhan tangan kecil Lili memberikan suatu kehangatan bagi Cyuta.Perlahan dirinya menoleh dan melihat gadis kecil itu tersenyum polos padanya. Mengapa senyum gadis kecil ini b
Cyuta kemudian melihat pada Haidar sebab memangnya dalam hatinya ada kebingungan. Kalau boleh jujur ada perasaan senang ketika orang lain mengakui dirinya sebagai istri dari lelaki yang dia cintai. Hal yang wajar dan sangat didambakan oleh semua wanita, namun apakah ini bukan mimpi di siang hari.Cyuta takut terbangun dari mimpinya.“Bagaimana Tuan, apakah Anda sudah menemukan pendonor untuk Nyonya?” seorang Suster mendekati Haikal dan kemudian memandang pada Cyuta.“Sebenarnya sakit apa, kenapa harus tranfusi darah?” tanya Haidar bingung.“Mahalini keracunan dan diduga sudah lama sehingga menyebabkan infeksi lambung serta anemia parah. Sementara golongan darah Mahalini termasuk susah dicari,” ujar Haikal lirih.Sejak lama Mahalini menderita anemia hemolitik dan saat ditemukan pingsan, Haikal baru mengetahui bahwa keadaan istrinya tidak sesederhana yang dilihat.“Jika aku boleh meminta, ijinkan istrimu-““Aku akan lakukan, Tuan. Suster ayo secepatnya lakukan, jika itu untuk kep
“Untuk apa minta maaf, toh ini bukan anakmu,” ucap Cyuta ketus. Hatinya merasa bersalah, saat dinyatakan hamil dia pernah menolak kehadiran calon anak ini, dan kini saat benar-benar hilang Cyuta baru merasakan berdosa karena tidak mampu menjaga keselamatan bakal bayinya.Dunia terasa tidak adil semakin tidak adil. Cyuta kembali terpuruk bahkan lebih parah kehancurannya.“Siapa bilang bukan anakku. Aku bisa jamin seratus persen, janin itu adalah keturunanku, Sayang.”Haidar mendekati Cyuta, perlahan menyentuh tangan yang terpasang selang infus.“Sudahlah, semua sudah hilang. Sekarang kamu, aku bebaskan untuk menikahi kekasihmu itu. Supaya tidak menjadi gila dan selalu mencelakaiku. Aku tidak bisa jamin, setelah ini apa aku masih wanita yang sama.”“Tante, tante jangan sedih. Ada Lili di sini.” Tiba-tiba sentuhan tangan kecil Lili memberikan suatu kehangatan bagi Cyuta.Perlahan dirinya menoleh dan melihat gadis kecil itu tersenyum polos padanya. Mengapa senyum gadis kecil ini b
Degh.Ucapan yang langsung terasa menyakitkan dalam batin Cyuta, tetapi sedapat mungkin dia tersenyum dan mengacuhkan wanita yang mengaku sebagai tante bocah kecil perempuan ini.“Tante, aku boleh main di sini kan?” ucap gadis bermata bulat itu dengan tatapan memohonnya.“Tentu saja, kan ini rumah Om mu. Dia hanya numpang, Sayang.”Lili bingung tidak mengerti arti perkataan tantenya, matanya kembali terarah pada Cyuta. Sungguh senyum gadis kecil itu mampu menyejukkan hati Cyuta.“Tidak apa-apa, tante senang kalau Lili mau main sama tante Cyuta,” ujar Cyuta tanpa menghiraukan sekitarnya.“Tapi tante belum punya mainan, tunggu ya nanti kalau tante sudah beli banyak-““Hei! Kamu tidak punya sopan santun ya! Tinggal dengan calon suami orang, kumpul kebo ini namanya!”Cyuta terkejut dengan suara bentakan untuknya. Haidar sudah membawanya keluar dari lingkungan yang membuatnya tidak nyaman, kini harus berhadapan dengan manusia dengan temperamen yang sama. Cyuta hanya bisa menahan per
Cyuta terbelalak dengan ucapan Haidar. Dalam hati wanita ini bertanya semudah itukah lelaki yang telah berjanji untuk melindunginya berkata bahwa dirinya adalah pembawa sial. Kata yang sangat menyakitinya selama ini.Cyuta terluka, masih terluka dan tetap menyimpan luka dalam hatinya. Sekali lagi Cyuta melirik pada lelaki yang ada di sebelahnya, penasaran dengan arti kalimat mantan pengawalnya.Mantan? Entahlah, yang dia tahu lelaki itu mungkin saja benar ayah dari janin yang dia kandung.“Huhh,” keluh Cyuta pada akhirnya. Haidar menoleh, menatap penuh selidik pada wanitanya.“Ada apa? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya lelaki itu.Kendaraan terus melaju tanpa Cyuta tahu arah tujuannya saat ini. Tempat yang akan disebut sebagai rumah benarkan akan berupa rumah untuk berlindung atau hanya tempat singgah sementara saja.“Tidak.”“Tidak? Benarkah?”Tidak ada jawaban dari Cyuta. Mata wanita itu beralih ke luar jendela menikmati setiap ruas jalan yang bergerak cepat. Rasanya ing
“Siapa yang hamil?”King Arthur Haikal tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, semua seketika menoleh kecuali Cyuta yang masih terpaku memandangi perutnya.“Suamiku, adik kelima hamil, entah dia anak siapa?” Indira yang tidak pernah putus asa menarik perhatian Haikal mencoba mendekati pria tersebut tanpa mempedulikan tatapan Mahalini.“Aku sudah menyuruhmu pergi dari sini, jangan sampai kamu pun aku usir keluar dari rumah ini.”Langkah Indira terhenti mendadak. Sekilas nampak kilatan amarah di matanya sebelum kemudian merubah mimik wajahnya seperti wanita tak berdosa.“Kalian bertiga pergi dari ruangan ini, tidak ada gunanya juga kalian di sini,” usir Mahalini kejam.Indira, Alma dan Jenny sedikit tercekat melihat pada Nyonya Besar dengan tatapan tidak sukanya, tetaoi tidak bisa berbuat apa-apa.“Apa benar dia hamil?” ulang Haikal.“Aku akan membawanya periksa ke dokter,” ujar Haidar seraya menarik tangan Cyuta, mengajak wanita itu pergi.Sungguh pemadangan yang semakin membuat te
Haidar tanpa menghiraukan yang lain segera memeluk tubuh Cyuta yang terjatuh. Wanita dengan status sebagai Nyonya Kelima itu berdiri saat ingin menjawab pertanyaan Mahalini, namun siapa sangka tubuhnya limbung menyisakan seribu pertanyaan. “Aku sangat mencintainya, Nyonya –“ Penggalan kalimat yang mengejutkan semua orang. Termasuk King Arthur Haikal. Seluruh mata kini tertuju pada Haidar yang memeluk, dan mengangkat tubuh Cyuta dengan raut wajah khawatir. Indira dan Jenny tersenyum sinis, tidak menyangka semudah ini membuat Cyuta dan Haidar masuk dalam perangkap besar. Impian mendepak wanita itu ternyata didukung oleh semesta. “Panggil dokter!” seru Mahalini yang segera direspon oleh Rara, sang pelayan pribadi Cyuta. Haidar membaringkan Cyuta di sofa panjang, kemudian berusaha memberikan aroma minyak kayu putih di hidung wanita muda itu. Usaha yang dilakukan oleh Haidar menjadi tontonan banyak orang. Mahalini dan Haikal saling berpandangan penuh arti. Sementara ketiga mad
Seminggu kemudian.King Athur kembali bersama istrinya, Mahalini setelah mengunjungi proyek terbaru mereka di London. Indira, Jenny dan Alma tentu merasa senang sebab mereka sudah menyiapkan skenario licik untuk mengusir Cyuta dan Haidar.“Selamat datang, suamiku-“Haikal adalah King Arthur – pengusaha ternama di Asia- tidak menghiraukan sapaan manis dari Indira. Wajahnya sama sekali tidak memandang barisan para istrinya yang selalu menyambut seperti biasa setiap dirinya pulang dari urusan bisnis di luar daerah.Cyuta pun ada di antara barisan tersebut. Haikal berhenti sejenak ketika melewati wanita muda itu. Wajah pucat Cyuta menjadi perhatiannya.“Ada apa denganmu? Apakah ada sesuatu yang kamu rasakan?” tanya pria itu.Cyuta yang baru pertama kali melihat Haikal seketika melebarkan matanya spontan.‘Aku seperti mengenalnya, tapi di mana?’ tanyanya dalam hati saja. Pandangan matanya segera beralih pada Mahalini yang kini menatapnya lekat.“Apa kamu sakit?” tanya wanita cant
Senyum mengembang dari wajah Cyuta yang mulai masuk dalam air. Perlahan matanya mulai tertutup seiring dengan tubuhnya semakin turun menuju dasar kolam sedalam 4 meter.Kolam renang milik King Arthur memiliki kedalaman mulai dari 1 meter hingga 4 meter. Sementara kolam berukuran persegi panjang itu memiliki ukuran 100 x 20 meter, memang sering di gunakan untuk latihan berenang maupun tehnik menyelam dasar.Cyuta tepat berada disisi kedalaman 4 meter. Wanita itu sama sekali tidak bisa berenang, dan menganggap semesta sedang memberinya jalan untuk bertemu dengan kedua orang tua kandung serta kedua orang tua angkatnya.‘Mama.., Papa.., aku datang,’ itulah kalimat terakhir yang diucapkan saat tubuhnya tenggelam.Seperti kata perpisahan terhadap alam semesta yang sudah tidak adil padanya, Cyuta siap melepas penderitaannya.Byur!Tiba-tiba, sosok lain masuk dalam kolam dengan cekatan, memeluk tubuh Cyuta yang nyaris menyentuh dasar kolam kemudian membawa wanita itu naik keatas.Tubuh Cy
Pukul tujuh Cyuta diantar Rara menuju ruang makan bersama. Dengan langkah yang masih tertatih karena sakit di bagian intimnya, Cyuta perlahan duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.Di meja tersebut sudah ada Indira, Jenny dan Alma. Tidak terlihat Mahalini maupun King Arthur.“Duduklah, tidak perlu mencari Nyonya Besar ataupun King Arthur, mereka sudah terbang ke luar negeri,” ujar Indira dengan senyum sinis.“Kenapa kecewa? Tidak bisa melihat suamimu?” Jenny menimpali dengan tawa yang juga sama mengandung cibiran.“Kasihan, pengantin baru dicuekin. Emang enak,” bentak Alma tak mau kalah sengit dari kedua madu lainnya.Cyuta hanya diam tidak menjawab. Rara menyendokkan makanan ke piring nyonya mudanya.“Hentikan Rara! Biar dia ambil sendiri. Selama Mahalini tidak ada, aku yang berkuasa di sini!” bentak Indira seraya melotot memarahi Rara.Cyuta segera menahan tangan Rara, kemudian dia sendiri yang melakukannya.“Hai! Siapa yang menyuruhmu mengambil makanan. Kamu tid