Axel terkejut. Dia melepas pelukannya dari Lily sambil menggeleng. Dia juga memberikan senyuman tak percaya pada Lily sambil terus mengerakkan kepalanya.“Tidak percaya?” Lily mengangkat alis. “Sudah ku bilang, kalian berdua akan selalu menjadi objek tipu dayanya,” sungut Lily, melempar jaket Axel kembali padanya.“Hei, bukan begitu.” Axel menangkap tangan Lily saat gadis itu hendak berjalan kaki lagi. Dia membalut tubuh Lily dengan jaketnya, memperbaiki rambut Lily yang berantakan karena angin dan tersenyum. “Aku bukan tidak percaya. Hanya sedikit shock.”“Cih!” Lily mencibir. “Akui saja kamu tidak percaya padaku,” sungutnya.Wajah Lily sangat menggemaskan menurut Axel. Tingkahnya saat merengut seperti ini membuat Axel ingin menggigit pipi merah Lily. Dia terlalu cantik dan manis, pikir Axel. Dan dia sangat lucu.“Aku percaya padamu,” gumam Axel, mengelus rambut Lily lalu tangannya turun untuk mengusap pipi gadis itu yang membeku dingin. Menyadari kalau kulit Lily terasa sangat dingi
“Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian tadi,” gumam Liz.Dia melihat Emmy yang tidur memunggunginya, sementara dia masih duduk menyandarkan tubuh di tempat tidur. Emmy berguling, kelopak matanya mengerjap pada langit-langit kamar.“Pembicaraan yang mana?”“Tentang keputusanmu ingin pergi dari kota ini.”Emmy mengangguk. “Ya. Sudah ku putuskan.”“Karena nenekku?”“Tidak juga.” Emmy bangkit, memilih duduk seperti Liz. “Aku merasa semua hal yang terjadi di kota ini sangat buruk dan aku tidak bisa menerimanya. Aku berpikir untuk mencari kehidupan baru, bersama ibuku dan nenekku.”“Kamu mau menyerah begitu saja?”Emmy menelengkan kepala menghadap arah sumber suara Liz. “Menyerah?”“Ya. Kamu memilih menyerah dan pergi sementara saudara tirimu akan menikmati semua rasa sakitmu dengan kehidupan yang penuh kebahagiaan. Kamu ikhlas?”“Memangnya aku berhak tidak ikhlas?” Emmy memaksa diri tersenyum. “Sudah ku bilang Keenan akan selalu percaya pada Isa. Di matanya, Isa adalah sosok yang
Leo dengan cepat mengumpulkan data daftar klinik di seluruh kota yang jumlahnya ada ribuan. Dia menyeleksi klinik-klinik tersebut dan hanya menyisakan klinik khusus dokter bedah. Leo juga memeriksa apakah ada kemungkinan klinik umum bekerja sama dengan salah satu dokter bedah di kota ini.Data yang tersisa menunjukkan setidaknya ada ratusan klinik yang dikepalai oleh dokter bedah. Leo menyeleksi lagi, mencoret klinik yang berada jauh dari kotanya berada. Kejadian ketika Emmy kehilangan kornea hanya semalam, jadi kemungkinan besar Emmy dibawa ke klinik yang dekat dengan lokasi mereka.Dan kini tersisa setidaknya lima buah klinik.Leo mengetuk jarinya ke meja. Dia meneguk alkoholnya, matanya terarah pada layar laptopnya. Jarum jam sudah menunjukkan angka tiga pagi namun Leo masih tidak merasa mengantuk sama sekali. Sebaliknya, dia terlalu bersemangat untuk segera menyelesaikan kasus ini.“Bagaimana?”Leo melirik Josiah yang juga tidak tidur seperti dirinya. Leo menyandarkan tubuhnya di
Keenan mabuk lagi, untuk kesekian kalinya. Dokter secara terang-terangan mengatakan padanya untuk menghindari alkohol sementara waktu demi mempercepat penyembuhan luka di kakinya. Tapi entah kenapa, tanpa alkohol, hidup Keenan akan terasa hampa.Keputusan Emmy untuk pergi membuat seluruh harapan Keenan hancur. Dia tahu betapa dirinya sudah jatuh ke dalam genggaman Emmy sekarang. Dia mencintai Emmy jauh lebih besar dari yang dia bayangkan selama ini, lebih dalam dan tak mampu tanpanya.Keenan pikir kemarahannya akan membuat semuanya membaik. Dia akan membenci Emmy dan bertahan hidup dengan semua rasa sakit yang diberikan Emmy. Namun Keenan bahkan tidak bisa melakukannya. Dia selalu menggadang-gadang kalau dia akan melupakan gadis itu, tapi kenyataannya adalah, selalu ada Emmy dalam setiap detik kehidupannya.“Hentikan, Keenan!”Cecilia merampas paksa gelas berisi vodca yang masih terisa setengah. Dia berdecak, menatap Keenan sungguh-sungguh. “Kenapa kamu melakukan ini? Kamu tidak menya
“Selidiki semua tentang dokter Richard dan apa yang dia lakukan malam ketika Emmy menghilang,” kata Josiah lewat sambungan telepon pada Leo. “Emmy bilang dialah sosok yang mengoperasinya.”“Sungguh? Dia ingat?”“Ya. Aku memperdengarkan suara dokter Ae Ri dan juga dokter Richard dan Emmy memilih dokter Richard sebagai pelaku. Sebisa mungkin, kumpulkan data dan bukti sebanyak-banyaknya tentang pria itu.”“Well, aku akan melakukannya,” kata Leo.“Bagaimana dengan Keenan?” tanya Josiah lagi.“Dia cukup baik. Kondisinya bagus, kesehatannya makin membaik. Dia sempat marah besar padaku setelah beberapa malam lalu aku memutus sambungan telepon kami secara sepihak.”“Kenapa?” Josiah mengernyit.“Dia berusaha bertanya-tanya soal dirimu dan aku. Dia mempertanyakan hubungan kita dan Emmy, bahkan sempat bertanya apakah aku menyukai Emmy atau tidak.”“Dia benar-benar sakit,” sungut Josiah jengkel. “Tapi pastikan dia baik-baik saja, oke?”“Kamu sangat perhatian padanya, ya?” ejek Leo. “Kenapa tidak
Memangnya kamu siapa? pikir Isa. Kamu hanya pelayan. Kamu hanya suruhan Keenan dan tanpa Keenan kamu bukanlah siapa-siapa. Jangan terlalu meninggikan hati, bodoh. Kamu akan menerima akibat dari kecerobohanmu ini.“Kenapa? Takut?” ejek Leo.Tiba-tiba pintu ruangan Keenan terbuka. Axel berdiri bersisian dengan Keenan yang duduk di kursi roda. Karena tak mau rencananya terganggu dan Keenan curiga, terpaksa Leo mengotori tangannya dengan membantu Isa berdiri.“Maafkan aku, Tuan Keenan. Aku tidak sengaja menabrak Nona Isa. Aku berjalan sambil memeriksa dokumen di tanganku dan aku berpikir Nona Isa akan menghindar. Tapi entah kenapa dia malah menabrakku,” sahut Leo dengan tenang.“Leo.” Keenan menatapnya. “Mulai sekarang, tolong lebih peka terhadap Isa. Dia sekarang buta dan tidak bisa melihat.”“Sungguh?” Leo pura-pura terkejut, membuat Axel mengernyit oleh lakonnya. “Maaf Tuan, maaf Nona Isa. Aku tidak tahu kalau Anda buta. Maafkan aku.”Leo menundukkan badannya pada Isa, namun di balik s
Sepulang dari perusahaan Keenan, Isa berjalan hilir mudik di kamarnya. Semua rasa marah dan kesal yang membubung di kepalanya nyaris tak tertahan. Axel secara terang-terangan mulai mencurigainya, bahkan tadi dia dengan sengaja menggantikan Keenan untuk merawat lukanya.Leo juga! Pria sialan itu pun dengan sengaja membuatnya tersandung hanya untuk menguji apakah dia memang buta atau tidak. Sialan! Para pria itu membuat darah Isa mendidih.Tak lama, ponselnya bergetar. Isa buru-buru mengambilnya dari atas tempat tidur lalu berkata, “Bagaimana, sudah kamu lakukan?”“Aku sudah mengirimnya ke ponselmu. Percayalah, berita ini sangat luar biasa!”Isa menengok layar ponselnya segera setelah panggilan terputus. Begitu membaca ‘kabar’ yang diberikan pria itu, mata Isa membelalak. Dia bahkan harus membaca judulnya sebanyak dua kali agar dia yakin jika dia tidak salah.“Axel bukan anak kandung David Michell dan juga Amy Achilles?"Isa menganga, tersenyum, lalu tertawa keras-keras. Sungguh, ini ad
“Aku tidak melakukannya.”Lily mencegat Axel saat dia malah memilih meninggalkan Lily sewaktu panggilannya dengan ayahnya selesai. Leo melintas di hadapan mereka, menatap keduanya bergantian. “Aku akan masuk duluan,” katanya.Lily masih memegang tangan Axel ketika Leo sudah masuk ke dalam rumah. Dia mengamati wajah Axel yang memerah dan pundaknya yang naik turun. Lily tahu seharusnya Axel sangat marah dan malu sekarang. Tapi sungguh, bukan dia yang melakukan ini semua.“Percayalah padaku, Axel. Aku tidak melakukannya. Bukan aku yang menyebarkan berita ini.”Axel juga tahu itu. Tapi saat ini, dia sedang tidak ingin bicara. Dia dan Leo berjanji untuk berkumpul di rumah Liz untuk membahas kelanjutan rencana mereka, tapi sepertinya dia tidak bisa melakukannya sekarang. Masalah yang menimpanya terlalu rumit dan membuat mentalnya terganggu.Rasa percaya diri Axel menguap seketika. Komentar-komentar yang dibacanya terus bergerak di otaknya, membangkitkan kembali sensasi sakit oleh berita itu