Walau dengan tubuh yang didera kelelahan yang luar biasa, Josiah tetap ngotot untuk melihat wanita yang dimaksud Liz. Begitu melihat pintu kamar terbuka, Josiah terkesiap namun wajahnya langsung berbinar. Dua langkah saja dia mendekat, Josiah merasakan kepalanya berputar-putar dan tubuhnya seperti ringan bak kapas. Tubuhnya terayun jatuh ke lantai, lalu dia tidak mengingat apa-apa lagi.Liz setengah berteriak, cukup kaget saat melihat Josiah jatuh pingsan. Sophia buru-buru datang dan berdecak kesal, merengut pada Liz. “Kamu sungguh-sungguh menyulitkanku,” desis Sophia.Untung saja lantai kamar Liz dilapisi dengan sebuah tikar bulu sehingga mereka memutuskan untuk membiarkan Josiah istirahat di sana. Sophia meminta Liz membawakan segelas air dan sendok, lalu menyendoknya sedikit-sedikit ke mulut Josiah.“Dia juga sama,” gumam Sophia. “Sama-sama dehidrasi dan kelaparan.”“Jadi sebenarnya dia mencari gadis ini?” kata Liz, mencoba menarik benang merah dari dua kejadian itu. “Tahu begitu,
Begitu bangun, hal pertama yang dilihat Josiah adalah langit-langit rumah yang terbuat dari kayu. Sebuah kipas angin baling-baling sedang berputar tepat di atasnya dan itu menyadarkan Josiah kalau dia sedang tidak berada di apartemennya.Kesadarannya kembali penuh dan Josiah ingat pembicaraan terakhirnya dengan gadis asing yang menolongnya. “Emmy,” desis Josiah, lalu dia berdiri tiba-tiba.Di atas tempat tidur, Emmy terbaring diselimuti selimut berwarna abu-abu. Josiah mendekat dengan tubuh gemetar dan kebingungan yang meronta-ronta. Dia melihat bebat perban yang menutupi mata Emmy tapi dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya. Emmy masih mengenakan pakaiannya sebelum mereka berpisah dan ada beberapa tanda memerah di kulitnya.“Em.” Josiah duduk di sisi tempat tidur, menggenggam tangan Emmy erat. “Apa yang terjadi denganmu? Kamu kenapa? Kenapa kamu bisa ada di sini?”Tidak ada jawaban, tidak ada respon. Josiah memaksa diri untuk membuka sendiri perban mata Emmy untuk menjaw
Keenan terbangun dari tidur panjangnya setelah tiga hari pasca kecelakaan. Begitu membuka mata, pandangannya sedikit terhalang dan cenderung kabur. Dia tidak bisa melihat dengan begitu jelas, namun penciumannya yang mengenali bau desinfektan yang khas menjawab semua rasa penasarannya.Dia sedang ada di rumah sakit!Ingatan terakhir Keenan berhenti di saat dia sedang keluar mencari Emmy dan mengalami kecelakaan fatal di jalan. Setelah itu, dia tidak tahu apa-apa lagi. Sekarang, seluruh tubuhnya sakit, terlebih kaki dan juga lengannya. Rasa sakit itu menyadarkannya kalau dia masih hidup.“Emmy,” desis Keenan, antara sadar dan tidak sadar.Tenggorokannya kering, sekering dataran tandus yang tak dihujani oleh air selama berabad-abad. Ketika dia hendak duduk, seluruh pinggangnya seperti mati rasa. Keenan memutuskan untuk terus berbaring, menunggu, apakah seseorang ada di dekatnya.Dan dia berharap itu Emmy.Dalam mimpi buruknya selama da tidak sadar, Keenan kehilangan Emmy. Mimpi itu teru
Atas permintaan Emmy, Josiah membuat alasan pada Lily dengan mengatakan kalau dia sedang tidak sehat dan khawatir itu akan mempengaruhi kondisi Nikky, maka Emmy memilih tidak tinggal bersama Nikky. Walau Lily protes dan mengatakan kalau dia tidak percaya, Josiah tetap bersikukuh kalau itu adalah kebenaran hingga Lily berhenti bertanya padanya.Selama tiga hari terakhir, Emmy tinggal di rumah Liz dan neneknya, Sophia. Josiah bolak balik antara menemui Nikky, mengurus pekerjaannya lalu kembali menengok Emmy. Walau Emmy sudah berkali-kali mengatakan agar dia tidak perlu mengkhawatirkan keadaannya, Josiah tetap tidak mau meninggalkannya.Dan jauh dalam lubuk hati Emmy, dia sama sekali tidak bisa menerima keadaannya saat ini. Berbagai pertanyaan terus terlintas di otaknya. Kenapa, kenapa dan kenapa. Kenapa harus dia? Kenapa Isa harus menjadi bagian dari hidupnya? Kenapa Isa tak pernah membiarkannya tenang dan bahagia sekalipun dia sudah melepaskan Keenan?Kenapa harus dirinya?Air mata Emm
“Aku juga ingin mengatakan satu hal lagi pada kalian,” kata Emmy tiba-tiba tanpa berbalik pada keduanya. “Jangan mencari masalah dengan siapa pun. Karena aku sudah memutuskan untuk mempercayai kalian, maka aku hanya ingin hidup dengan tenang. Aku tahu kalian dendam dan marah, tapi kita tidak memiliki bukti dan menyerang secara personal malah akan membuatku kehilangan kalian. Bisakah kalian berjanji tentang hal itu padaku?”Wajah Leo terlihat mengetat, pun Josiah. Tepat ketika keduanya menginginkan balas dendam dan melihat darah segar menetes dari tubuh Isa, Emmy malah menyodorkan opsi lain yang tidak disukai oleh mereka. Mereka sama-sama mengatupkan rahang rapat-rapat sembari memikirkan hal lain sebagai jawaban, sesuatu yang bisa meyakinkan Emmy.“Aku sudah menganggap kalian saudaraku,” kata Emmy, membuat Josiah dan Leo lagi-lagi saling bertukar pandang. “Aku sudah kehilangan banyak hal, dan aku tidak mau kehilangan apa pun lagi. Bisakah kalian berjanji padaku?”“Aku bisa memikirk
Emmy mereka-reka senja di halaman belakang properti Liz akan seperti apa. Dia memejamkan mata, mendengar suara kicauan burung-burung yang berada cukup dekat dengannya. Dia merasakan kulitnya dibelai lembut oleh angin dan membuat rambut yang digerai diterbangkan perlahan-lahan. Juga, cahaya matahari mengenai kulitnya. Sangat hangat dan tenang.Josiah membelikan tongkat khusus baginya, dan Emmy mulai belajar menggunakannya. Tapi jujur saja, Emmy belum bisa menerima apa yang sudah dialaminya kini. Dia buta, tidak bisa melihat dan kemungkinan akan begini selamanya.Kemana perginya warna-warni yang dulu dia sukai? Kemana perginya matahari yang bersinar cerah dengan kilaunya yang kemerahan? Kemana perginya semua cahaya itu?Emmy tidak sanggup jika harus memikirkannya. Di hadapan Josiah, dia berpura-pura kuat. Tapi jauh dalam hatinya, Emmy tidak pernah siap menerima semua ini. Dia tidak kuat, tidak sama sekali. Buliran air mata Emmy jatuh, satu-dua-tiga bulir, lalu buliran berikutnya merangs
Josiah tiba dengan gelagapan dan ketakutan yang mendera ketika dia mendengar kabar dari Sophia jika Emmy menghilang. Leo berada selangkah di belakangnya, terlihat wajah mereka sama-sama penuh ketakutan.Begitu melihat Emmy dan Liz terbaring di atas tanah, Josiah menyerbu turun ke tepian sungai. Dia langsung mendekap Emmy hingga membuat gadis itu terkesiap, dan pelukan berikutnya dari Leo membuatnya nyaris tak bisa bernafas.Liz menelengkan kepala dengan tatapan marah. Dengan kesal dia mendorong tubuh Josiah dan Leo menggunakan kakinya lalu duduk. “Aku susah payah menyelamatkannya tapi kalian malah membuatnya hampir mati lagi.”Josiah dan Leo hendak menyahut, namun mereka lalu diam, menyadari kalau yang dikatakan Liz benar adanya. Emmy terlihat mengulum senyum dengan tubuhnya yang masih terlentang. Dia tertawa, semakin lama tawanya semakin menggema dan terdengar nyaring, dan anehnya Liz malah ikut tertawa.Josiah dan Leo akhirnya ikut tertawa dan mereka tertawa terbahak-bahak bersama d
Leo terperanjat kaget ketika dia masuk, di ruang tengah Sophia sedang bicara dengan Lily. Lily menatap Leo dengan linangan air mata, lalu tatapannya beralih pada Emmy yang sedang digendongnya. Lily tidak bodoh. Ketika Josiah tidak pernah di rumah, Leo selalu sibuk, dan Emmy tak kunjung pulang, Lily mulai curiga.Dia sengaja mengikuti SUV Leo diam-diam ketika dia dan Josiah pergi. Dan dugaannya benar. Emmy tidak seperti yang mereka gambarkan dalam alasannya selama ini. Kurang sehat? Di rumah sakit? alasan macam apa itu?“Apa kita sudah sampai?” tanya Emmy, menyadari Leo tidak bergerak sama sekali. “Kalau begitu turunkan aku.”Leo menurut. Begitu menurunkan Emmy yang basah kuyup, dia langsung menangkap tangannya saat Emmy hendak jatuh. Lily menelengkan kepala, melihat lebih jelas dengan mata kepalanya sendiri dan membuktikan apakah perkataan Sophia itu benar.Emmy buta?“Apa yang terjadi padanya?” Sophia menatap keduanya heran, dan semakin bingung saat Liz tiba bersamaan dengan Josiah d