Josiah tiba dengan gelagapan dan ketakutan yang mendera ketika dia mendengar kabar dari Sophia jika Emmy menghilang. Leo berada selangkah di belakangnya, terlihat wajah mereka sama-sama penuh ketakutan.Begitu melihat Emmy dan Liz terbaring di atas tanah, Josiah menyerbu turun ke tepian sungai. Dia langsung mendekap Emmy hingga membuat gadis itu terkesiap, dan pelukan berikutnya dari Leo membuatnya nyaris tak bisa bernafas.Liz menelengkan kepala dengan tatapan marah. Dengan kesal dia mendorong tubuh Josiah dan Leo menggunakan kakinya lalu duduk. “Aku susah payah menyelamatkannya tapi kalian malah membuatnya hampir mati lagi.”Josiah dan Leo hendak menyahut, namun mereka lalu diam, menyadari kalau yang dikatakan Liz benar adanya. Emmy terlihat mengulum senyum dengan tubuhnya yang masih terlentang. Dia tertawa, semakin lama tawanya semakin menggema dan terdengar nyaring, dan anehnya Liz malah ikut tertawa.Josiah dan Leo akhirnya ikut tertawa dan mereka tertawa terbahak-bahak bersama d
Leo terperanjat kaget ketika dia masuk, di ruang tengah Sophia sedang bicara dengan Lily. Lily menatap Leo dengan linangan air mata, lalu tatapannya beralih pada Emmy yang sedang digendongnya. Lily tidak bodoh. Ketika Josiah tidak pernah di rumah, Leo selalu sibuk, dan Emmy tak kunjung pulang, Lily mulai curiga.Dia sengaja mengikuti SUV Leo diam-diam ketika dia dan Josiah pergi. Dan dugaannya benar. Emmy tidak seperti yang mereka gambarkan dalam alasannya selama ini. Kurang sehat? Di rumah sakit? alasan macam apa itu?“Apa kita sudah sampai?” tanya Emmy, menyadari Leo tidak bergerak sama sekali. “Kalau begitu turunkan aku.”Leo menurut. Begitu menurunkan Emmy yang basah kuyup, dia langsung menangkap tangannya saat Emmy hendak jatuh. Lily menelengkan kepala, melihat lebih jelas dengan mata kepalanya sendiri dan membuktikan apakah perkataan Sophia itu benar.Emmy buta?“Apa yang terjadi padanya?” Sophia menatap keduanya heran, dan semakin bingung saat Liz tiba bersamaan dengan Josiah d
“Jadi, Keenan benar-benar tidak tahu?” gumam Axel, keduanya duduk di taman rumah sakit.Isa mengangguk pelan, tersenyum menengadahkan matanya ke langit malam yang dipenuhi bintang-bintang. “Aku tahu ini keputusan yang sangat berani, tapi tahukah kamu kalau ini adalah keputusan terbaik yang pernah ku lakukan?”Axel tidak menyahut. Sebaliknya, dia merasa dirinya mendadak cengeng. Bisa-bisanya dia ingin menangis karena tahu pengorbanan Isa amatlah luar biasa. Seseorang bisa mencintai dengan tulus, tapi dengan mengorbankan sesuatu yang amat berharga seperti kornea, tidak semua orang bisa melakukannya.“Kamu gila,” gumam Axel dalam suaranya yang bergetar.Isa tertawa, mengangguk setuju. “Bukankah cinta memang membuat manusia gila? Aku bisa melakukan ini karena aku mencintai Keenan, walau aku tahu aku tidak akan pernah mendapatkannya.”Itu lebih menyakitkan lagi untuk didengar. Hubungan mereka rumit, pikir Axel. Bagaimana pun juga, Emmy masih adik tiri Isa, dan Keenan adalah suami Emmy. Den
“Kalian menyembunyikan sesuatu dariku.”Keenan merasa kalau atmosfir dalam ruangannya sangat berbeda dengan yang dibayangkannya. Hasil kesehatan Keenan baik-baik saja. Dia hanya mengalami sedikit luka berat di kakinya, tapi dokter sudah mengatakan jika tidak ada kemungkinan cacat dan kakinya bisa kembali seperti sedia kala.Tapi kenapa perasaannya mengatakan orang tuanya memikirkan sesuatu yang berat? Mereka tidak bicara, ruangannya sepi bak kuburan. Belum lagi Axel yang belum kembali ke sana sejak dia meminta izin untuk menghubungi Emmy sejak tadi sore.“Apa yang bisa kami sembunyikan darimu?” kata Cecilia pelan, mencoba mencairkan suasana dan membuat Keenan tidak mencurigai apa pun.“Di mana Emmy, Mom?”Pertanyaan itu melukai hati Cecilia, membuatnya mengingat kembali perihal surat cerai yang dilayangkan Emmy. Dan, bukan hanya itu. Jika dia mengingat Emmy, maka secara otomatis otaknya akan menyeretnya untuk membayangkan Isa yang sekarang buta.Apa yang harus ku lakukan? Apa yang har
Ketika Liz hendak ke kamarnya, dia melihat pintu belakang masih terbuka. Liz mengintip sedikit dari celah yang terbuka, melihat Josiah duduk di sana sendirian. Leo dan Lily memang sudah pulang karena besok Leo masih bekerja dan Lily kuliah. Sekarang, di sana ada Josiah seperti biasa yang selalu menemani Emmy.Liz mengeluarkan dua kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke luar. Dia duduk di samping Josiah yang langsung menatapnya sinis begitu dia duduk. Liz menyeringai, meletakkan alkohol di atas rumput tapi ternyata Josiah sudah minum lebih dari yang dibawanya.“Aku lihat kamu tidak pernah tidur selama kamu menemani Emmy di sini,” ujar Liz. “Kamu tidak mengantuk sama sekali?”Josiah meliriknya, tatapannya sedikit tajam namun Liz mengabaikannya. Dia membuka kaleng alkoholnya lalu menenggaknya di samping Josiah.“Kenapa kamu selalu merasa terganggu dengan kehadiranku? Padahal kamu tahu akulah penyelamat kekasihmu,” sungut Liz.“Sudah ku bilang aku tidak menyukai dia. Emmy bukan
“Leo, ini aku, Ivy,” ujar Ivy, mencegah Leo salah mengenalinya.Tapi Leo diam saja. Hanya tangannya yang terus bergerak mengusap pipi Ivy lalu pindah ke rambutnya. Tindakan itu membuat wajah Ivy memerah dan jantungnya berderap cepat. Matanya mengerjap saat Leo menatapnya penuh keintiman.“Ka-kamu mabuk,” ujar Ivy lagi. “Aku akan mengambil air minum untukmu,” katanya sambil berusaha berdiri.Tapi Leo tidak mengizinkannya. Malah tangan pria itu pindah ke punggungnya, menyusurinya di sana hingga nyaris menyentuh pangkal pahanya. Ivy berusaha mengumpulkan realitasnya kalau Leo hanya mabuk. Dia menangkap tangan Leo, namun Leo malah berbalik mencengkeram tangannya.“Leo, kamu benar-benar tidak sadar,” kata Ivy pelan.Tapi yang tidak diketahui oleh Ivy adalah, Leo sadar! Walau dia mabuk, dia tahu apa yang dia lakukan saat ini. Sejak pandangan pertama dengan gadis itu di restoran, Leo sebenarnya sudah mengalami getaran aneh dalam dirinya. Namun saat itu Leo masih menepisnya, hingga dia menemu
Ivy mengangguk, mengelus pipi Leo. “Aku tahu apa yang kamu inginkan,” katanya, meletakkan tangan Leo ke pipinya. “Aku menginginkanmu, aku menginginkan ini.”Leo meremas tangan Ivy dan mereka berdua berhenti bicara. Ivy menatap Leo dan mata mereka bertemu, lalu waktu seakan berhenti berputar. Mereka terpaku, diam, menginginkan semua hal dari diri masing-masing dalam diam.“Aku tidak akan mengambil ini darimu,” kata Leo dengan bisikan parau. “Tidak dengan cara seperti ini.”Dan pada saat itu, setelah mendengar kalimat itu meluncur dari bibir Leo, Ivy jatuh cinta pada Leo. Dia tidak tahu apa yang dilakukan pria itu padanya, tapi Ivy terpesona. Leo membuatnya percaya jika masih ada pria yang sungguh-sungguh menghargai wanita seperti dirinya. Dia bahkan rela menahan rasa ‘sakitnya’ sendiri hanya karena dia menghormati Ivy.“Aku tahu kamu gadis baik-baik dan belum pernah melakukan ini sebelumnya.”Leo menangkup wajah Ivy yang memerah dan menatapnya dengan kelembutan hingga membuat nafas Ivy
Keenan sama sekali tidak pernah terpikir kalau kornea yang ada dalam bola matanya kini adalah milik Isa. Setelah berusaha untuk tidak terlibat hubungan hutang budi apa pun pada gadis itu, ternyata dia malah harus mendapati kenyataan kalau Isa adalah sosok di balik semua keberuntungannya. Walau dia tidak menyukai skenario itu, tapi semuanya sudah terjadi dan Isa tetap tinggal di sekitarnya.“Kamu tidak menyukainya, bukan?” tebak Axel.Keenan menatap Axel yang masih menumpukan tubuhnya di dinding kaca. “Menurutmu?”Axel mengangguk membenarkan. “Ya, tentu saja aku tahu. Tapi semua ini sudah terjadi. Mau diapakan lagi?”“Dia di mana sekarang?”“Sudah kembali ke rumah,” sahut Axel. “Dia sudah boleh pulang beberapa hari yang lalu.”“Kenapa kamu tidak mengatakan apa pun soal ini?”“Karena aku khawatir itu akan mempengaruhi emosimu. Kamu masih dalam pemulihan dan dokter mengatakan kamu tidak boleh berpikir keras dulu.”Semua kemelut rumah tangganya ada juga karena Isa. Karena Keenan tidak bis