“Kalian menyembunyikan sesuatu dariku.”Keenan merasa kalau atmosfir dalam ruangannya sangat berbeda dengan yang dibayangkannya. Hasil kesehatan Keenan baik-baik saja. Dia hanya mengalami sedikit luka berat di kakinya, tapi dokter sudah mengatakan jika tidak ada kemungkinan cacat dan kakinya bisa kembali seperti sedia kala.Tapi kenapa perasaannya mengatakan orang tuanya memikirkan sesuatu yang berat? Mereka tidak bicara, ruangannya sepi bak kuburan. Belum lagi Axel yang belum kembali ke sana sejak dia meminta izin untuk menghubungi Emmy sejak tadi sore.“Apa yang bisa kami sembunyikan darimu?” kata Cecilia pelan, mencoba mencairkan suasana dan membuat Keenan tidak mencurigai apa pun.“Di mana Emmy, Mom?”Pertanyaan itu melukai hati Cecilia, membuatnya mengingat kembali perihal surat cerai yang dilayangkan Emmy. Dan, bukan hanya itu. Jika dia mengingat Emmy, maka secara otomatis otaknya akan menyeretnya untuk membayangkan Isa yang sekarang buta.Apa yang harus ku lakukan? Apa yang har
Ketika Liz hendak ke kamarnya, dia melihat pintu belakang masih terbuka. Liz mengintip sedikit dari celah yang terbuka, melihat Josiah duduk di sana sendirian. Leo dan Lily memang sudah pulang karena besok Leo masih bekerja dan Lily kuliah. Sekarang, di sana ada Josiah seperti biasa yang selalu menemani Emmy.Liz mengeluarkan dua kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke luar. Dia duduk di samping Josiah yang langsung menatapnya sinis begitu dia duduk. Liz menyeringai, meletakkan alkohol di atas rumput tapi ternyata Josiah sudah minum lebih dari yang dibawanya.“Aku lihat kamu tidak pernah tidur selama kamu menemani Emmy di sini,” ujar Liz. “Kamu tidak mengantuk sama sekali?”Josiah meliriknya, tatapannya sedikit tajam namun Liz mengabaikannya. Dia membuka kaleng alkoholnya lalu menenggaknya di samping Josiah.“Kenapa kamu selalu merasa terganggu dengan kehadiranku? Padahal kamu tahu akulah penyelamat kekasihmu,” sungut Liz.“Sudah ku bilang aku tidak menyukai dia. Emmy bukan
“Leo, ini aku, Ivy,” ujar Ivy, mencegah Leo salah mengenalinya.Tapi Leo diam saja. Hanya tangannya yang terus bergerak mengusap pipi Ivy lalu pindah ke rambutnya. Tindakan itu membuat wajah Ivy memerah dan jantungnya berderap cepat. Matanya mengerjap saat Leo menatapnya penuh keintiman.“Ka-kamu mabuk,” ujar Ivy lagi. “Aku akan mengambil air minum untukmu,” katanya sambil berusaha berdiri.Tapi Leo tidak mengizinkannya. Malah tangan pria itu pindah ke punggungnya, menyusurinya di sana hingga nyaris menyentuh pangkal pahanya. Ivy berusaha mengumpulkan realitasnya kalau Leo hanya mabuk. Dia menangkap tangan Leo, namun Leo malah berbalik mencengkeram tangannya.“Leo, kamu benar-benar tidak sadar,” kata Ivy pelan.Tapi yang tidak diketahui oleh Ivy adalah, Leo sadar! Walau dia mabuk, dia tahu apa yang dia lakukan saat ini. Sejak pandangan pertama dengan gadis itu di restoran, Leo sebenarnya sudah mengalami getaran aneh dalam dirinya. Namun saat itu Leo masih menepisnya, hingga dia menemu
Ivy mengangguk, mengelus pipi Leo. “Aku tahu apa yang kamu inginkan,” katanya, meletakkan tangan Leo ke pipinya. “Aku menginginkanmu, aku menginginkan ini.”Leo meremas tangan Ivy dan mereka berdua berhenti bicara. Ivy menatap Leo dan mata mereka bertemu, lalu waktu seakan berhenti berputar. Mereka terpaku, diam, menginginkan semua hal dari diri masing-masing dalam diam.“Aku tidak akan mengambil ini darimu,” kata Leo dengan bisikan parau. “Tidak dengan cara seperti ini.”Dan pada saat itu, setelah mendengar kalimat itu meluncur dari bibir Leo, Ivy jatuh cinta pada Leo. Dia tidak tahu apa yang dilakukan pria itu padanya, tapi Ivy terpesona. Leo membuatnya percaya jika masih ada pria yang sungguh-sungguh menghargai wanita seperti dirinya. Dia bahkan rela menahan rasa ‘sakitnya’ sendiri hanya karena dia menghormati Ivy.“Aku tahu kamu gadis baik-baik dan belum pernah melakukan ini sebelumnya.”Leo menangkup wajah Ivy yang memerah dan menatapnya dengan kelembutan hingga membuat nafas Ivy
Keenan sama sekali tidak pernah terpikir kalau kornea yang ada dalam bola matanya kini adalah milik Isa. Setelah berusaha untuk tidak terlibat hubungan hutang budi apa pun pada gadis itu, ternyata dia malah harus mendapati kenyataan kalau Isa adalah sosok di balik semua keberuntungannya. Walau dia tidak menyukai skenario itu, tapi semuanya sudah terjadi dan Isa tetap tinggal di sekitarnya.“Kamu tidak menyukainya, bukan?” tebak Axel.Keenan menatap Axel yang masih menumpukan tubuhnya di dinding kaca. “Menurutmu?”Axel mengangguk membenarkan. “Ya, tentu saja aku tahu. Tapi semua ini sudah terjadi. Mau diapakan lagi?”“Dia di mana sekarang?”“Sudah kembali ke rumah,” sahut Axel. “Dia sudah boleh pulang beberapa hari yang lalu.”“Kenapa kamu tidak mengatakan apa pun soal ini?”“Karena aku khawatir itu akan mempengaruhi emosimu. Kamu masih dalam pemulihan dan dokter mengatakan kamu tidak boleh berpikir keras dulu.”Semua kemelut rumah tangganya ada juga karena Isa. Karena Keenan tidak bis
Tentu saja, pikir Keenan. Neneknya sangat percaya pada Emmy, tentu saja Emmy mengetahui hal-hal yang tidak mereka ketahui. Dan kalau Dorothy memerintahkannya untuk tutup mulut, maka Emmy juga akan melakukannya. Itu bukan hal yang mengejutkan, tapi Keenan tetap saja terkejut.“Tapi dokter, apakah diagnosa Mom benar-benar mati batang otak?” tanya Amy, mengabaikan keterkejutan keluarga Achilles yang lain begitu dokter Frans menyebut nama Emmy. “Maksudku, Mom juga bisa disebut koma, bukan?”“Tentu saja, Nyonya.” Dokter Frans mengangguk. “Ada beberapa ciri penting yang bisa diidentifikasi secara awal oleh tim dokter. Gejala-gejala penting ini akan dijadikan acuan sebagai pembeda antara mati batang otak dari kondisi medis lain seperti koma atau keadaan vegetatif pasien. Dokter Toby Odessa mungkin bisa menunjukkannya,” perintah dokter Frans pada salah satu rekannya.Dokter Toby melangkah mendekati Dorothy dan mengeluarkan penlight dari kantong snellinya.“Izinkan saya menjelaskan sedikit, Tu
“Emmy, ada sesuatu yang harus ku beritahu,” kata Josiah, malam setelah mereka selesai makan.Emmy menelengkan kepala ke arah Josiah, menemukan pria itu lewat suaranya. “Kabar apa?” tanya Emmy.Josiah tidak tahu bagaimana memberitahu gadis ini kalau Dorothy meninggal. Kabarnya sudah tersebar ke segala penjuru, namun di sini, Emmy tidak pernah mendengar radio atau mendengar suara dari televisi. Karena sinyal juga sedikit sulit, dia tidak banyak bersentuhan dengan benda pintar.Jadi, dia sama sekali tidak tahu kalau Dorothy meninggal.“Apakah ibuku mengalami sesuatu?” tanya Emmy lagi.“Tidak. Nyonya Nikky baik-baik saja. Hanya...”Josiah takut kabar itu akan mempengaruhi emosi Emmy. Karena bagaimana pun juga, Dorothy adalah sosok penting dalam kehidupannya. Dia mencintai Dorothy, dan sebaliknya, Dorothy juga mencintai Emmy. Tapi jika tidak memberitahunya, maka Josiah akan merasa sangat bersalah dan menyesal.Mungkin saja Emmy mau mengunjungi keluarga Achilles untuk melihat Dorothy terakh
Keenan bertemu Isa untuk pertama kalinya di pemakaman. Dia dituntun oleh Diane. Dia mengenakan gaun selutut berwarna hitam dan kaca mata warna senada. Tanpa tongkat, dia berdiri sedikit jauh dari keluarga Achilles, dugaan Keenan, Isa merasa jika dirinya belum mengetahui kalau Isa adalah pendonor untuk matanya.“Kamu mau menyapa Isa?” tanya Axel.Walau enggan, mustahil Keenan tidak datang untuk menyapa Isa. Dia sudah melakukan banyak hal untuk kehidupannya. Dan kehilangan Dorothy dan Emmy di saat yang bersamaan membuat Keenan bertanya-tanya, apa yang sedang dia alami dan kenapa harus Isa?Tapi walau dia terlalu kalut untuk menemukan jawabannya, Keenan mengetahui satu hal. Dia harus segera berdamai dengan keadaannya, dan berjalan lagi ke depan.“Tolong bawa aku ke sana,” ujar Keenan.Axel mengangguk. Dia mendorong kursi roda Keenan menuju tempat dimana Isa dan Diane berdiri. Diane, yang sudah melihat Keenan dari kejauhan berbisik. “Target datang, sesuai rencana,” katanya pelan.Isa hany