Keenan mengamati Isa, menangkap ketulusan dan rasa pasrah dalam setiap kalimat yang diucapkan gadis itu. Isa seperti seorang kakak yang menyerah atas sikap buruk adiknya. Alih-alih membenci Emmy untuk semua hal yang sudah dia lakukan pada Isa, Keenan malah merasa Isa sangat toleran pada Emmy dan tak pernah menjelekkan adiknya itu.“Aku bicara sekarang padamu bukan ingin membahas Emmy,” kata Keenan pada akhirnya, tidak tega melihat Isa menyalahkan diri atas semua kelakukan Emmy yang keterlaluan.“Tidak? Lalu kenapa kamu mengajakku bicara?” Isa menaikkan alis.“Kamu bodoh sekali.”“Bodoh?” Isa mengernyit. “Kamu mengatakan aku bodoh?”“Ya. Hanya kata itu yang tepat untuk diberikan padamu. Kamu tahu kenapa?”Isa menggeleng.“Karena kamu memberikan kehidupanmu padaku.”Oh ini manis sekali, pikir Isa, nyaris berteriak kegirangan. Bagus sekali Keenan sudah tahu jika dialah yang ‘mendonorkan’ korneanya pada Keenan. Ini memang sudah diprediksi oleh Isa karena dia tahu, si bodoh dan polos Axel
Dengan bantuan Josiah, Emmy berjalan menuju pemakaman ketika seluruh orang sudah meninggalkan pemakaman dan menyisakan keheningan yang terasa sangat dingin. Emmy menggenggam buket bunga Amarilis yang dipilihnya sendiri, membuat buket bunga itu menjadi asing diantara kelopak bunga mawar putih yang menghiasi makam.Emmy duduk, meraba tanah merah yang masih lengket di tangannya, dan berhenti di batu nisan yang berukirkan nama Dorothy. Dia mengelus ukiran potret Dorothy di batu tersebut dengan lembut dan air matanya mengalir lagi.“Granny,” bisik Emmy dalam suara yang tertahan. “Ini aku, Emmy. Maaf kalau aku datang dengan cara seperti ini. Maaf kalau aku sangat terlambat menemuimu, Granny,” isaknya.Tangisan Emmy seketika pecah dan dia tidak sanggup bicara selama beberapa menit. Dia hanya menangis sambil memeluk tanah, membiarkan air matanya mengalir di sana. Josiah menghela nafas, mengalihkan pandangannya ke langit yang perlahan mulai gelap untuk mencegah air matanya jatuh.Namun siapa y
Pemakaman bersisian langsung dengan hutan dan kebetulan makam Dorothy berada dideretan paling tepi, sesuai permintaannya ketika dia masih hidup. Tanah pemakaman itu masih milik keluarga Achilles, dan Dorothy dikubur bersebelahan dengan sang suami.Axel menyenter ke seluruh penjuru sementara Keenan juga melakukan hal yang sama. Keduanya mencari-cari sosok yang membawa buket bunga Amarilis ke makam Dorothy. Keenan sangat yakin, itu adalah Emmy karena beberapa kali dia melihat bunga Amarilis ada di dalam vas bunga di dalam kamarnya.Menuruti instingnya yang mengatakan sesuatu ada di balik rumpun bunga berdaun merah, Axel berjalan ke sana. Hutan di hadapannya terlihat mencekam di balik kegelapan malam dan pepohonan terasa hidup karena bergerak mengikuti arah angin. Semakin dekat menuju rumpun, dia bisa mencium aroma pekat kayu-kayu dan dedaunan yang membusuk di sana.Namun begitu tiba di balik rumpun, dia tidak menemukan apa pun. Tak ada seseorang seperti yang dia pikirkan. Axel menatap k
“Lalu siapa kalau bukan dia? Kamu?” Keenan menyeringai. “Jika kamu hendak menutupi hubungan gelapmu dengan Emmy, jangan membawa nama seseorang yang tidak bersalah. Sungguh, kamu tidak bersikap gentleman sama sekali.” Keenan berbalik mengejeknya.Josiah tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon yang dilontarkan Keenan, membuat Keenan tersinggung luar biasa. Dia hendak berdiri, namun Axel dengan cepat memegang pundaknya. Sungguh, di bawah penerangan lampu seadanya, Keenan yakin sekali kalau wajahnya sudah memerah karena marah.Pria itu mengejeknya dengan sengaja, melecehkan harga dirinya dengan terang-terangan dan itu adalah kekalahan telak bagi Keenan. Dan dia membenci kondisinya saat ini yang belum bisa menggerakkan kaki kanannya sama sekali. Dia tidak bisa berdiri di saat yang kurang tepat ini. Kalau tidak, dia sudah memberikan bogem mentah pada Josiah untuk menutup mulutnya.“Keenan, ingat saja perkataanku ini,” ucap Josiah, ekspresi wajahnya berubah serius dalam hitungan detik usai
“Aku haus!”Liz merasakan hembusan nafas yang semakin cepat hingga membuat tenggorokannya sekering gurun pasir. Gadis itu merasakan sensasi panas menjalar di tubuhnya, namun anehnya bukan rasa panas ketika musim panas tiba. Rasa panas ini membuat seluruh indranya bangkit dan dia membutuhkan sesuatu selain air dan kipas untuk mendinginkan tubuh.Dia membutuhkan sesuatu. Sesuatu yang terlarang.Ini pasti ulah Granny, batin Liz. Dia sengaja melakukannya. Dia tahu aku menyukai Josiah jadi dia memberikanku sup yang sudah dicampur dengan sesuatu. Astaga, aku harus apa?Liz merasakan seluruh sendi kakinya lemah dan tak bisa berdiri saat dia memutuskan untuk pergi meninggalkan Josiah. Bagaimanapun juga, dia masih bisa mengumpulkan kesadarannya. Mereka berdua sama-sama minum, jadi artinya Josiah mengalami apa yang dia alami. Dia harus bisa menahan diri. Harus!“Kamu mau ke mana?” Josiah menarik tangan Liz, membuat gadis itu terjatuh tepat ke pangkuannya.Liz menelan ludahnya dengan susah payah
Tunggu!Liz mengernyit, Josiah masih menciumnya tanpa terputus. Kenapa ada dipan? Kenapa ada benda ini di lumbung? Dan dia segera menyadari semua ini memang sudah diatur secara apik oleh Sophia. Neneknya itu tahu, ketika dia mengunci pintu, maka tak ada pilihan lain yang menjadi tempat tujuan mereka selain lumbung. Dan itulah alasan kenapa ada benda ini di sini lengkap dengan satu buah selimutnya.Pikiran Liz kembali terjaga saat Josiah mencecap bibirnya sangat dalam, lalu menciumi pipi dan keningnya, turun ke lehernya dan berhenti di sana selama beberapa waktu untuk mencium betapa ranumnya kulit Liz. Josiah menanggalkan pakaian tidur Liz dengan buru-buru sementara bibirnya masih tetap berada di leher Liz.Dan begitu selesai, dia mencampakkan pakaian Liz begitu saja di lantai lumbung lalu menanggalkan pakaiannya sendiri. Liz terpesona oleh cara piawai Josiah saat dia membuka kemejanya secepat kilat. Dan sekarang, saat tubuh Josiah tidak dibalut apa pun, Liz merasakan dentuman jantung
Leo tertawa mendengar pertanyaan Keenan. Memang bodoh, pikirnya. Sebelumnya Leo sangat terpukau oleh ketegasan dan semua hal yang melekat dalam identitas Keenan. Namun siapa yang menyangka semua itu berubah saat dirinya bertemu dengan Emmy? Ternyata, Keenan tidak sempurna seperti bayangannya. Ada kekurangan yang amat besar dalam diri pria itu, yaitu sama sekali tidak peka.Dan sekarang dia mempertanyakan kedekatannya dengan Emmy? Apakah dia sama sekali tidak percaya pada gadis itu?“Tuan, aku tidak akan menyukai Emmy. Itu tidak mungkin.”“Kamu memanggilnya lagi dengan hanya mengatakan ‘Emmy’,” sahut Keenan, seringaian di wajahnya timbul sejenak. “Kamu mempermainkanku?”“Aku tidak berani, Tuan,” sahut Leo tenang. Ini agak rumit dan aku yakin Tuan tidak mau percaya begitu saja.”“Katakan saja!”Leo menghargai semua hari-harinya yang sudah berlalu dalam pengawasan Keenan. Ketika dia sempat terpisah dari Josiah dan semua orang merisak dan merendahkannya, Keenan lah yang muncul dan mengulu
“Sekarang, apa rencanamu?” Diane menyodorkan segelas wine pada Isa ketika mereka duduk santai di belakang rumah. Isa terlihat menyelonjorkan tubuhnya di atas kursi santai, melipat kedua tangannya di bawah kepala dan tersenyum.“Biarkan Keenan tenang sebentar saja, Mom,” sahutnya. “Yang pasti, kalimat itu adalah penanda kalau dia tidak akan mengabaikanku.”Diane tertawa kecil, lalu mengangguk bangga. “Kita memang membutuhkannya. Kamu tahu ayahmu sekarang tidak bisa apa-apa selain tinggal di tempat tidur. Kita harus mengandalkan seseorang.”“Yah. Itu sebabnya aku mengatakan perasaanku padanya saat di makam. Aku ingin menghantui Keenan dengan ungkapan perasaanku.”“Dan dia setuju.” Diane tertawa kecil. “Aku tidak menyangka puteri kecilku sekarang sudah dewasa dan bisa diandalkan.”“Tenang saja, Mom. Aku tidak akan melepaskan Keenan, juga tidak akan menyerah sampai dia mengatakan ya padaku dan menikahiku. Aku akan membuat diriku seolah sangat menderita agar dia tidak bisa mengabaikanku s