Orion gelagapan. “Gak, kok, Sayang. Iya, nanti kita ke rumah papa naik motor. Ok!”“Yes!” pekik Ama di seberang telepon. “Pokoknya Ama sayang sama Mas Rion. Muachhhh!”“Ma– … lah, kok, dimatiin?” Orion melihat layar ponselnya dengan bingung. Namun, sedetik kemudian bibirnya melengkung tipis sambil menggelengkan kepala. “Istriku ini emang suka lupa diri, kalau udah seneng,” sambungnya.Setelah telepon usai, kini Orion terdiam di dalam mobil sendirian. Sementara perjalanan ke rumah perkiraan masih 10 menit lagi sehingga fokusnya kembali pada Azura. Lelaki itu jelas mengingat akan ucapan wanita paruh baya tadi. Katanya, Azura memiliki riwayat penyakit jantung lemah. Jujur, Orion merasa terganggu. Sebagai sesama manusia yang diciptakan oleh Allah, mereka jelas diajarkan untuk saling tolong-menolong. Jadi, apa yang dilakukannya hari ini tidaklah salah. Walaupun demikian, Orion masih saja kepikiran kondisi Azura. Bagaimanapun, wanita itu jatuh pingsan setelah didorong olehnya. Karena itul
Orion langsung menepis tuduhan Erik. “Amit-amit jabang bayi! Mana mungkin aku sampai selingkuh, Pah. Buat dapatin Amal aja aku harus melakukan berbagai macam cara. Ya, kali aku sampai selingkuh. Gak punya otak kali aku, Pah!” ujarnya menggebu-gebu.Suara tawa Erik yang tergelak di seberang telepon segera menyambut telinga Orion. “Santai aja, Nak! Gak usah ngegas gitu,” ucap Erik sambil menahan tawa di seberang telepon. “Lagian, lelaki sejati pasti tidak akan pernah menduakan istrinya. Ingat, Rion! Secantik-cantiknya perempuan di luar sana, jauh lebih cantik istri yang sedang menunggu suaminya pulang kerja. Jadi, jangan pernah terpedaya oleh wanita manapun!”Orion membenarkan. Sebisa mungkin, ia selalu menjaga pandangannya dari wanita di luaran sana, ada Ama yang jauh lebih mencintainya, membutuhkannya, juga rela menjadi pembangkang untuk traumanya sendiri hanya untuk bisa memiliki buah hati.Bagi Orion, Amalthea adalah segalanya dan tidak akan pernah tergantikan oleh wanita manapun.
Orion menatap wajah supirnya dengan kening mengernyit. “Ada apa, Pak? Kenapa wajahmu tegang seperti itu?” tanyanya sambil merangkul bahu Amalthea.Si supir terlihat menggigit bibir seolah takut jika apa yang akan dikatakannya, justru membuat perang dunia ketiga dalam keluarga sang majikan. Jadi, sedari tadi yang dilakukannya hanyalah ham-hem, ham-hem saja.Ama menyadari jika ada yang tidak beres dari supir sang suami segera menghela napas dan berkata, “Mas, sepertinya lipstik ku ketinggalan di kamar, deh. Aku ambil dulu, yah.”“Ta–” Tanpa menunggu jawaban sang suami, Ama sudah lebih dulu melangkah menjauh dari si supir dan Orion. Ama pikir, supir itu ingin membicarakan hal yang pribadi kepada sang suami. Akan tetapi, malu karena ada dirinya di sana. Akhirnya, Ama kembali ke dalam rumah, walau lipstik tadi hanyalah digunakan sebagai alasan untuk memberikan privasi kepada si supir dan Orion. Kini, wanita hamil itu memilih untuk ke dapur dan mengambil buah jeruk santang. Ia mengupasnya
Amalthea yang baru saja kembali dari meeting sengaja mampir ke Cafe. Kata Farah, cake coklatnya sangat rekomendasi banget. Jadi, ia pun tergiur dan membelokkan mobilnya ke cafe tersebut. Siapa sangka, jika dirinya justru bertemu dengan sang suami, serta teman-temannya. Niat untuk menyapa pun dirungkan dan membiarkan Orion berkumpul. “Eh, siapa itu?” Baru saja ia hendak memesan, tetapi kehadiran seorang perempuan di antara keempat lelaki di sana membuat Ama terhenyak.Yang membuat Ama tak habis pikir adalah, kenapa wanita itu harus mendekati Orion? Bukankah 3 lelaki di sana masih jomblo dan halal untuk didekati, tetapi kenapa harus suaminya?“Ini gak bisa dibiarin,” ujar Ama. Ditinggalkan kasir itu oleh Ama untuk menghampiri meja sang suami dan teman-temannya. Ia kemudian berdiri di sisi meja suaminya berada. “Siapa dia, Mas?” tanyanya lagi. “Oh, hai, Amal. Duduk dulu, yuk!” Gino yang pengertian menyuruh Ama untuk duduk di kursinya “Maka– … eh?” Amalthea ingin mengucapkan terima k
Orion berkali-kali melihat ke arah Amalthea, tetapi wanita hamil itu mengabaikannya. Sang istri lebih memilih menatap ke jendela daripada wajah tampan milik si suami. Hela napas berat terembus dari bibir Orion. Tangannya ingin merangkul bahu Ama, tetapi istrinya berpura-pura menunduk sehingga ia hanya memeluk udara kosong. Orion meringis. Ditarik tangannya, lalu ditaruh di atas pangkuan sambil menatap ke arah jendela. Akhirnya, mereka berdua pun tak saling bertegur sapa di dalam mobil hingga membuat sang supir canggung.Sesampainya di rumah, Orion menatap punggung Amalthea yang berjalan terlebih dahulu hingga ia hanya bisa menatap punggung kecil milik sang istri dengan tatapan bingung.Orien tidak menyerah, ia lalu sedikit berlari untuk mengejar sang istri. Ketika sudah di sisi sang istri, lelaki itu mencoba untuk mengajak ngobrol. “Hari ini ada rapat dengan siapa, Sayang?”“Hanya rapat biasa saja kok,” jawab Ama pendek. “Aku duluan, Mas!”Ariana simpel berhenti di depan pintu utama
Orion datang ke toko bunga milik Azura siang itu. Dia yang didampingi oleh Amalthea, duduk di kursi yang disediakan oleh ibu Azura–Sarah. Sementara, yang bersangkutan katanya sedang membeli makan siang.Akhirnya, Ama dan Orion yang menunggu Azura sambil mengobrol dengan Sarah. “Jadi, Nak Ama ini adalah istri Nak Orion?” tanya Ibu Azura dengan ramah.“Benar, Bu.”Sarah tersenyum sambil melihat pasangan suami-istri itu dengan pandangan kagum. “Kalian memang begitu serasi. Cantik dan tampan,” pujinya tulus. Namun, tiba-tiba wanita paruh baya itu tersenyum getir. “Jika saja anak saya tidak mempunyai penyakit, pasti anak saya sudah bahagia seperti kalian.”Ama tersenyum kecil. Ia begitu sulit untuk berbicara dengan seorang ibu. Luka yang ditorehkan oleh ibu kandungnya seolah membuat ia sulit untuk berekspresi. Seolah-olah, ada tembok tinggi yang memisahkan mereka.“Suatu saat nanti, pasti akan ada lelaki yang baik menikahi anak ibu.” Suara Orion menimpali karena melihat sang istri tak ban
“Bu.”“Iya, Nak.”“Sakit, Bu ….”Sarah menangis berderai air mata di dekat ranjang anaknya. Kini, kondisi anaknya semakin memprihatinkan. Semua terjadi setelah kepulangan Orion dan Amalthea dari toko bunga Azura. Siapa sangka, 2 hari kemudian Azura justru memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menabrakkan diri ke mobil yang tengah lewat. Namun, Tuhan tak segampang itu menarik nyama umatnya.Bukannya meninggal, melainkan cacat yang didapatkan oleh Azura. Kakinya patah sehingga harus dipasang pen. Tabungan yang selama ini akan digunakan untuk pernikahan anaknya, harus dibongkar untuk keperluan pengobatan.Sarah benar-benar tidak habis pikir dengan Azura. Kenapa anaknya harus bertindak bodoh hanya karena lelaki yang tidak mencintainya. “Sekarang, kamu rasakan sendiri apa yang telah kamu perbuat. Tidak hanya kakimu, tetapi hati ibumu pun hancur melihat anak ibu satu-satunya … benar-benar tidak bisa melakukan apa pun,” tutur Sarah menahan tangis.Azura memegang tangan ibunya yang be
“Kau gila!” Azura refleks berteriak pada Raffael. “Apa kau pikir menikah itu mudah? Hah!”Raffael menggaruk belakang kepalanya. Ia juga spontan saja tadi, tanpa memikirkan hal lain. Namun, ia tak menyesal telah menyatakan niatannya tadi. Jika memang diperlukan maka pemuda itu siap untuk menikah dengan Azura.“Maaf, Mbak. Mungkin bagi Mbak Zura itu terdengar main-main. Tapi, jika Mbak takut apa yang kukatakan adalah hanya bentuk rasa iba … itu salah. Saya memang baru pertama kali bertemu dengan Mbak. Tapi, saya tidak pernah main-main dengan ucapan saya.” Sarah yang mendengar ucapan Raffael juga sama tidak percayanya dengan Azura. Apalagi melihat usia lelaki itu pasti lebih muda dari anaknya. “Maaf, Nak Raffa menyela pembicaraan kalian. Tapi, benar apa kata anak saya. Menikah itu bukanlah sebuah permainan. Menikah itu adalah ibadah yang antara dua insan Tuhan yang selalu diberkahi oleh Rahmat Allah. Jadi, tidak sepantasnya Nak Rafa berbicara seperti itu pada anak saya.”“Maaf, Tante.