"Selamat, May. Ini memang keputusan tepat yang harus kau ambil. Hal ini juga yang ingin saya bicarakan kepada kamu.""Terima kasih, Nona Lolita. Saya juga ingin membicarakan mengenai penalti," kata Mayra ragu. Dia harus membicarakan mengenai keringanan penalty agar tidak terlalu berat. Memang ada kontrak tertulis bahwa mereka bekerja di bawah manajemen Nona Lolita selama selang waktu tertentu. Dan pihak Nona Lolita berhak mendapatkan penalty jika salah satu dari timnya keluar sebelum waktu yang ditentukan. Sebenarnya masa kontrak Nona Lolita habis dua bulan kedepan, tetapi mana mungkin Jaya mengijinkannya bekerja apalagi pekerjaannya dijamah oleh pria lain. Jadi, Mayra harus membicarakan mengenai penalty ini."Penalty? Oh, itu sudah dibayar tuan Jaya, kau tidak usah khawatir soal itu. Saya sudah memberi diskon khusus, May. Tetapi tuan Jaya tidak mau dan beliau membayar penuh!" Informasi yang keluar dari bibir Nona Lolita membuat Mayra membelalakkan mata. Dia menatap ke arah ruang tam
"Tuan muda pasti baik-baik saja, Nona!" kata Andrian menenangkan Mayra."Pasti?""Aku khawatir kepada Tuan Jaya!""Tuan Jaya bisa menyelamatkan dirinya sendiri, Nona. Tadi adalah hal yang biasa bagi Tuan Jaya. Nona Mayra tidak perlu khawatir," kata Andrian lagi. Dia bisa melihat gurat kekhawatiran dalam wajah Mayra. Andrian tersenyum dalam hati. Akhirnya tuan Jaya bisa mendapatkan Mayra. Itu juga merupakan kebahagiaan terbesar bagi Andrian. Apapun yang Jaya lakukan, Andrian selalu siap di garda terdepan."Apakah tuan Jaya tidak dalam bahaya. Beliau saat ini sedang sendirian? Ataukah ada pengawal lain yang bersamanya?" cecar Mayra lagi. Dia harus menanyakan detailnya kepada Andrian, atau dia harus bergelung dengan rasa bersalah. Karena memenuhi permintaan Mayra untuk pulang, maka Jaya mengalami hal seperti ini. Sungguh, Mayra akan semakin bersalah jika terjadi sesuatu dengan Jaya."Pengawal akan membantu tuan Jaya untuk mengatasi hal ini, Nona. Lagipula, mobil yang tuan Jaya kendarai s
"Jangan berwajah seperti itu, ingat, kita akan menemui calon besan kita, Sayang!" bisik Bastian Mahendra tepat di telinga Kanaya Arinda. Kanaya Arinda tetap berwajah masam, tetapi tidak menolak ketika Bastian membawanya ke pelukannya.Rumah itu berwarna putih dengan desain minimalis, lebih indah daripada rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Pagar berwarna hitam mengelilingi rumah tersebut dengan taman yang kecil tetapi cukup terawat. Ada garasi di sebelah rumah, hanya terlihat dua sepeda motor saja yang terparkir di sana. Ada satu mobil sedan tua yang terparkir di depan pagar. Menurut informan Kanaya, mobil sedan tersebut milik orang tua Mayra. Sepertinya Mayra membangun rumah kedua orang tuanya seperti selera gadis itu. Minimalis tetapi tetap nyaman untuk ditinggali.Kanaya memandang rumah calon besannya itu dengan perasaan malas, tentu saja tidak sebanding dengan rumah-rumah yang dimiliki keluarga Mahendra. Itu yang menyebabkan perasaan enggan dan tidak ikhlas yang masih bergelung d
"Melamar putri saya?" Raharja memandang kedua orang yang duduk di hadapannya dengan heran. Sementara itu, satu pemuda tampan lain duduk di satu bangku kosong yang ada di sudut ruang tamu."Bukan, bukan dia. Putra saya sedang perjalanan kemari dengan putri bapak." Bastian Mahendra menyadari arah pandang Raharja yang menatap Ali dengan pandangan menyelidik."Sebenarnya saya juga hendak menjodohkan Mayra dengan putra teman saya," kata Raharja setelah hening sejenak. Hanya terdengar denting cangkir yang diletakkan di atas meja tamu oleh Santi.Bastian dan Kanaya saling pandang, pernyataan yang sungguh mengejutkan. Bahkan di dalam hati Kanaya, dia bersorak kegirangan. Bahkan berdoa agar niat baik Raharja terlaksana dengan segera. Tentu saja supaya Jaya melupakan niatnya untuk memperistri Mayra."Lalu apakah rencana Anda sudah terlaksana?" Kanaya baru mengeluarkan suaranya dengan nada sedikit angkuh. Khas pembawaan dari Kanaya. Perkataan yang menimbulkan reaksi dari Bastian. Bastian langsun
"Nona, Anda bisa terluka!" Pelayan itu mencegah Sayana yang hendak melemparkan gelas di tangannya untuk yang kedua kali. Satu gelas sudah dilemparkan Sayana ke cermin rias. Membuat pecahan cermin berserakan di lantai kamar. Suasana kamar Sayana terlihat sangat berantakan. Barang-barang berserakan dimana-mana. Pecahan gelas, kaca dan yang lainnya terlihat memenuhi lantai kamar Sayana."Aku tidak bisa, Lina! Dia telah mencabut impianku! Dan sekarang, Jaya telah mengumumkan siapa Mayra. Aku sungguh tidak terima!" Sayana, dengan rambut yang kusut berantakan ditambah dengan riasan di wajahnya yang sudah tidak apik lagi memandang Lina dengan geram. Dia harus melampiaskan amarahnya, kepada siapa lagi kalau bukan kepada Lina? Salah satu pelayannya yang paling setia."Nona, cinta tidak dapat dipaksakan. Kalau nona mau, nona bisa menyusul nyonya besar ke luar Negeri. Pasti Nona Sayana akan menemukan cinta sejati disana," kata Lina lembut. Dia mendudukkan Sayana di ranjang besar berwarna putih
"Jadi, kapan pernikahan akan dilangsungkan?" tanya Bastian, pandangannya beralih ke arah sang putra yang terlihat bahagia karena akhirnya bisa mempersunting gadis yang dia cintai."Besok!" jawab Jaya spontan."Satu bulan lagi!" Mayra berkata tepat ketika Jaya juga melakukan hal yang sama. Membuat semua orang saling memandang Jaya dan juga Mayra dengan tatapan bertanya."Kenapa secepat itu, Tuan Jaya?""Ayah Mertua, tolong jangan panggil saya tuan, saya adalah Jaya. Calon menantu ayah," kata Jaya santun. Jawaban yang cukup membuat Kanaya melengos dalam hatinya karena geli dengan panggilan itu."Baiklah, Nak Jaya. Apakah tidak terlalu terburu-buru? Banyak hal yang harus kami persiapkan sebagai pihak mempelai perempuan."Begini, Ayah Mertua. Saya takut akan ada pandangan buruk mengenai kami nantinya kalau saya dan Mayra terlihat selalu bersama. Bukankah itu juga akan mencoreng nama baik Ayah dan Ibu Mertua? Lebih baik kalau kami menikah secara agama dahulu. Barulah saya akan memberikan p
Malam itu, Mayra Anjani dan Jaya Mahendra resmi menjadi pasangan suami istri. Raut kebahagiaan terpancar jelas di wajah Jaya. Sedangkan Mayra sendiri lebih kepada raut wajah sedih. Dokumen negara akan diurus Andrian setelah ini. Bagi Jaya, asalkan mereka telah sah secara agama, itu yang paling penting."Ayah, Ibu. Kami langsung pamit pulang ke Kota. Nanti hadiah pernikahan akan langsung diurus oleh Andrian.""Kenapa tidak menginap dulu, Nak?" tanya Raharja. Dia sedikit keberatan putri dan menantunya langsung pergi begitu saja. Segalanya berjalan begitu cepat, sampai rasanya Raharja hanya mengedipkan mata saja dan pernikahan ini sudah selesai. Apakah mungkin ini hanya sekedar mimpi?Ketiga adik Mayra juga hanya bisa menatap kakak perempuan mereka dengan tanda tanya besar, tetapi tidak ada yang bertanya lagi. Pernikahan Mayra dan restu Raharja sudah cukup menjadi jawaban."Kami minta agar Ayah dan Ibu mengijinkan," lanjut Jaya lagi. Kalau mertuanya tidak mengijinkan, Jaya juga tidak aka
Bibir Jaya memagut bibir Mayra dengan perlahan. Hanya sekilas saja, setelah itu mereka berciuman dengan panas. Seolah-olah hasrat yang terpendam selama ini harus terpuaskan dengan segera."Aku tidak ingin menyakitimu, May, Sayangku, Cintaku!" kata Jaya dengan suara parau dan pandangan mendamba. Meskipun begitu, dia berusaha menormalkan perasaannya karena Jaya tahu, apa yang akan dia lakukan pasti menyakiti Mayra. Seperti yang sebelumnya.Jari lentik Mayra mengikuti lekuk wajah Jaya yang tampan. Bahkan bibir Mayra sedikit terbuka, menambah keseksian Mayra. Sungguh, melihat Mayra seperti itu, siapa yang tidak tergoda? Begitupun dengan Jaya. "May, lain kali saja kita melakukannya. Aku sungguh tidak siap harus melihatmu kesakitan!" ujar Jaya lagi. Meskipun jerit kesakitan Mayra menjadikan lagu pengantar yang indah, tetapi Jaya yakin bisa mengendalikan keinginannya kali ini. Mayra tidak boleh kesakitan. Itu yang akan Jaya pertahankan.Bibir Mayra menempel di tengkuk Jaya. Hembusan nafas M