Alona pov.Jika tahu akan seperti ini, Alona tak akan membawa Elios pergi ke pasar, tapi nasi sudah menjadi bubur, kini perasaanya menjadi tak tenang karena belum menemukan keberadaan Elios dimana pun, terlebih lagi hari sudah hampir senja.Mau meminta tolong pun ia tak tahu harus pada siapa, sebab Paman Jensen pun tiba-tiba menjadi sulit untuk di temui.Padahal saat sedang memilih sayuran putranya itu masih ada di samping, namun setelah membayar, putranya sudah menghilang begitu saja." Elios, dimana kamu?! " Teriak Alona dengan kencang, sesekali ia menanyakan pada orang sekitar tentang keberadaan putranya, namun tak ada satu pun di antara mereka yang melihat atau pun tahu dimana keberadaan putranya.Tak terasa, hari sudah mulai gelap, tetapi ia masih belum menemukan Elios dimana pun.Alona yang mulai putus asa pun hanya bisa berjongkok sembari menangis dengan kencang layaknya seorang gadis yang kehilangan cintanya." Mama, kenapa kamu menangis di tempat seperti ini? "Kepala Alona m
Entah kenapa kejadian yang menimpa Elios kemarin membuat Alona merasa tak nyaman bahkan membuatnya tak bisa tertidur sepanjang malam, karena setelah di pikir kembali, bagaimana bisa mereka pergi selama itu hanya untuk sebuah jepit? Terlebih lagi, pagi ini putranya tampak bertingkah aneh, seperti tengah menyembunyikan sesuatu.Firasatnya sebagai seorang ibu mengatakan bahwa telah terjadi sesuatu pada putranya kemarin.Tak ingin kecurigaan membunuh pikirannya, Alona kemudian memutuskan untuk mendatangi rumah paman Jensen dan memintanya untuk mengatakan yang sebenarnya.Namun setibanya di sana, Alona tertegun karena pria itu sedang tak ada di rumah" Mungkinkah mereka pergi ke suatu tempat? " Gumam Alona, setelah memastikan bahwa Paman Jensen dan anaknya tak ada di sana, Ia pun menghela nafas, kemudian memutuskan untuk pergi dari sana dan berniat untuk menanyakannya lain kali. Akan tetapi, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika mendengar suara gesekan benda dari arah dapur." Paman Jensen?
Di sepanjang perjalanan mereka, Alona tak banyak bicara, ia hanya terdiam mengikuti setiap langkah Nenek Neli dan Paman Jensen yang membawa Elios di punggungnya dengan patuh layaknya seekor anak itik yang mengikuti setiap langkah kemana ibunya pergi.Setelah seharian mereka berjalan tanpa henti, Nenek Neli kemudian memutuskan untuk beristirahat di sebuah desa manusia yang terletak tak jauh di depan mereka. Selain karena hari sudah mulai gelap, di tambah ia sudah tak tega melihat kondisi Alona yang terlihat sangat kelelahan dan kecapekan itu.Setelah memasuki desa tersebut, Nenek Neli menyuruh Alona, Elios dan juga paman Jensen untuk beristirahat dan mengisi energi mereka di sebuah rumah makan sembari menunggu dirinya kembali untuk mencari penginapan untuk mereka tinggali malam ini.Dengan kompak, Alona, Elios dan Paman Jensen menganggukkan kepala mereka.Selepas Nenek Neli pergi. Mereka bertiga masuk dan langsung memesan makanan sebanyak-banyaknya, tentunya hanya Alona dan Elios yang
Karena keselamatan Alona dan Elios adalah prioritas utama mereka, Nenek Neli kemudian meminta Paman Jensen untuk membawa dan melindungi mereka ke tempat aman.Paman Jensen pun langsung menganggukkan kepalanya kemudian membawa ibu dan anak itu menjauh dari Nenek Neli dan juga musuh mereka.Akan tetapi, salah satu dari ke enam musuh mencoba mengejar Alona, namun Nenek Neli yang memiliki kecepatan yang tak biasa, berhasil menghadang orang itu dan menyerangnya dengan api miliknya hingga tewas menjadi abu."Mau kemana? Lawan kalian adalah aku, " katanya lalu langsung membunuh satu persatu dari mereka hingga menyisakan satu orang yang tersisa.Keduanya saling bertukar pukulan dan juga kekuatan, hingga pada akhirnya tubuh Nenek Neli mundur beberapa langkah, bahkan dari mulutnya ia memuntahkan banyak darah.Nenek Neli pun tertegun, menatap pria berjubah putih di depannya, orang itu bukanlah Vampir biasa.Melihat musuhnya terkejut, pria berjubah putih itu kemudian membuka tudung kepalanya seja
Seluruh tubuh Alona gemetar ketakutan, kedua kakinya terasa mati rasa, bahkan untuk berdiri pun terasa sangat sulit. Kendati begitu, dirinya harus melawan ketakutan itu demi putranya, Elios. Kedua tangannya memeluk erat tubuh mungil putranya sembari menatap pria di depannya dengan tatapan mewaspadai sekaligus memikirkan sebuah cara untuk bisa kabur dari pria es di depannya Di sisi lain, Si pria es yang melihat Alona ketakutan, menyunggingkan bibirnya, sudah lama dirinya tak sebahagia ini melihat mangsanya ketakutan.Akan tetapi, di detik berikutnya, raut wajahnya berubah menjadi kesal, karena meski ketakutan, wanita di depannya ini tampak memiliki tekad yang lebih besar dari pada ketakutannya, ia kemudian berjalan secepat angin dan langsung meraih leher Alona, mengangkat tubuhnya hingga kedua kakinya tak lagi menapak di tanah, kendati begitu, salah satu tangannya masih memeluk tubuh kecil putranya dengan erat, " Karena kamu adalah ibu yang begitu hebat, maka aku akan mengampuni mu, a
" Alona sayang! Kemarilah! Ayo makan siang dulu! " Seru Kalina.Alona kecil yang tengah asik mengejar kupu-kupu di taman bunga menoleh lalu tersenyum manis, dengan gaun biru langitnya ia berlari kecil menghampiri sang ibu, membiarkan hembusan angin menggoyangkan rambut hitam panjangnya yang di biarkan terurai begitu saja, membuatnya tampak seperti sosok peri cantik nan mungil.Dari kejauhan, Kalina, ibu Alona tersenyum gemas dengan sosok putrinya yang tengah berlari lucu ke arahnya.Setibanya di hadapan sang ibu, Alona menyerahkan seikat bunga matahari yang begitu cantik lalu mengatakan bahwa itu adalah hadiah kecil darinya Kalina tersenyum bahagia sambil menerima bunga matahari itu dari tangan Alona, kemudian menyuruhnya duduk di samping sang Ayah yang tengah menikmati secangkir kopi panas dengan sebuah majalah koran di tangannya.Keluarga kecil itu tampak sangat bahagia, hingga tiba-tiba dari kejauhan, Alona kecil melihat sesosok wanita asing namun terasa akrab tengah tersenyum
Enam bulan kemudian.Karena bingung harus pergi kemana, di tambah ia juga masih takut jika orang-orang berjubah hitam dan berjubah putih itu menyerangnya lagi, Alona akhirnya memutuskan mengambil tawaran Edward untuk tinggal bersama di rumahnya, tentunya semua itu tidak gratis sama sekali, sebagai gantinya ia harus berkerja sebagai pelayan di rumah itu, melayani segala keperluan yang di perlukan oleh pria itu.Sedangkan Elios, hanya di tugaskan untuk menemani Edward saja, entah itu membaca buku atau pun menemaninya berburu ke hutan. Akan tetapi, entah kenapa, Alona merasa bahwa Elios semakin hari semakin mirip dengan Edward, baik itu dengan tingkahnya maupun wajahnya, membuat Alona berpikir bahwa mereka adalah Ayah dan Anak sungguhan.Namun, ia selalu menepis pemikiran itu dengan keras, bagaimana bisa Tuannya itu adalah Ayah Elios, karena seingatnya, Ayah anaknya itu tak lebih dan tak kurang hanyalah seorang pria brengsek yang suka mengambil kesempatan dari seorang wanita y
Alona terdiam termangu menatap wajah Zaiden yang sama-sama terkejut seperti dirinya. Kedua matanya tak lepas dari wajah yang sama sekali tidak berubah sejak dulu, begitu pula dengan aroma tubuhnya serta tatapan matanya, tatapan yang di penuhi oleh rasa cinta dan rasa rindu yang begitu mendalam." Alona? Apa ini benar dirimu? Kamu sungguh masih hidup?! " Zaiden langsung memeluk tubuh Alona dengan erat.Sejenak, Alona lupa akan luka dalam yang pernah pria itu torehkan di hatinya, tetapi tiba-tiba" Atas nama Alona, pesanan anda siap! " Panggil salah satu pelayan toko yang membuat Alona tersadar kemudian mendorong tubuh Zaiden dengan cukup keras hingga tubuh pria itu mundur beberapa langkah dan bergegas mengambil barang pesanan miliknya. Tanpa menatap wajah itu kembali, Alona berjalan setengah berlari melewati Zaiden begitu saja.Dengan perasaan campur aduk, Alona berlari dann terus berlari hingga tanpa sadar kedua kakinya telah membawanya kesebuah gang sempit, dimana gang itu sel
flashback" Mama, menurut mu aku bisa sekuat ayah? " Tutur Elios.Alona menolehkan kepalanya sedikit, menatap putranya yang terduduk di sampingnya di tepi danau, hembusan angin menerpa wajah mereka yang damai. Entah apa yang terjadi pada putranya hingga membuatnya tiba-tiba bertanya seperti ini, tapi Alona tidak terkejut sedikit pun karena ia sudah menduga bahwa akan ada pertanyaan seperti ini dari putranya. Sejujurnya Alona tidak begitu yakin dan juga tidak peduli putranya bisa sekuat ayahnya atau tidak, selama mereka bahagia, itu sudah lebih cukup, " entahlah, mungkin kamu bisa melampauinya. " Jawab Alona sambil tersenyum penuh arti.Elios menoleh menatap wajah ibunya, merasa tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh sang ibu, padahal dirinya sudah serius bertanya tapi wanita di sampingnya malah menganggap pertanyaannya adalah lelucon." Mama aku serius! " Ujar Elios dengan wajah serius.Alona tiba-tiba tergelak lalu mencubit kedua pipi putranya yang menurutnya ekspresin
" Maaf mengganggu reuni kalian, tapi kita harus segera membunuh monster itu sebelum dia membunuh kita semua, " ujar Enes Tikta.Mendengar hal tersebut, ketiga pria itu pun langsung tersadar lalu menghentikan reuni antara guru dan kedua murid itu. Enes Tikta benar, sekarang bukanlah saatnya untuk reuni, bertukar rasa rindu apalagi membuat perhitungan pada salah satu muridnya yang sudah minta di hukum, karena itulah alasannya menyelamatkannya, tapi ia harus menyampingkan keinginannya itu karena di depan mereka ada musuh nyata yang harus mereka bereskan terlebih dahulu sebelum monster itu membunuh mereka semua. Akan tetapi membereskannya akan sangat sulit dan membutuhkan banyak waktu, mengingat rencana Enes Tikta yang merupakan mantan jendral nomor satu di bangsa vampir, hancur dalam hitungan menit saja.Jika rencana sang jendral no satu saja tidak bisa membunuh monster itu, lalu apa yang harus mereka lalukan sekarang?Apakah sungguh tak ada cara lain untuk mengalihkan perhatiannya
Elios termenung melihat bagaimana monster itu merusak formasi yang sudah mereka rencanakan matang-matang hanya dalam hitungan detik saja hingga sebuah tangan besar menarik tangannya hingga tubuhnya membentur tanah cukup keras dan membuatnya langsung tersentak tersadar dari lamunannya. Ia menolehkan kepalanya dan seketika kedua bola matanya terbeliak ketika mendapati Tomi di sampingnya dan juga Lipe, keadaan keduanya tidak bisa di bilang baik tapi juga tidak terlalu buruk, kedua pakaian mereka compang camping dengan darah yang sudah kering. Melihat bahwa keduanya baik-baik saja, Elios sangat senang sekali dan tanpa sadar memeluk kedua pria itu dengan erat sambil menangis bahagia.Tomi dan Lipe saling terdiam lalu membuang muka satu sama lain." Belum satu tahun aku pergi dan kamu sudah cengeng seperti ini. Memalukan. " Ujarnya dengan dingin, tapi dari sorot matanya tak bisa di bohongi, dia, terlihat bahagia.Sebelumnya. . . . Saat Tomie menusuknya dari belakang, Lipe begitu marah da
Sementara itu, Elios dan lainnya bersiap untuk menyerang monster itu dan setelah mengalahkannya mereka akan mencari keberadaan Tomi kembali.Menurut sang tetua, monster itu bukan berasal dari alam melainkan hasil penelitian dan eksperimen yang gagal ratusan tahun yang lalu. Seperti yang diketahui, dulu semua ras berlomba-lomba membangun pasukan yang kuat.Karena para Goblin tidak memiliki leluhur yang kuat seperti Noblesse, mereka memutuskan untuk membuat leluhur mereka sendiri dan menciptakan Era Goblin di mana merekalah yang akan berkuasa menguasai alam semesta ini.Tak peduli berapa ratus hewan yang menjadi bahan percobaan, semuanya gagak total, ada yang hanya bertahan tiga detik ada pula yang tidak bertahan sama sekali karena tak kuat menahan efek dari penggabungan tubuh dan darah dari jenis hewan yang berbeda.Kendati begitu, mereka tak menyerah begitu saja, hingga mereka akhirnya berhasil menciptakan monster yang kuat dan mengerikan, tubuh kulitnya sekeras baja beton yang berasa
" Carles! Dimana kamu?! " Terdengar suara teriakan seroang pria dari kejauhan. Sontak membuat Zaiden dan yang lainnya spontan menoleh ke arah suara itu berasal. Sedangkan anak laki-laki itu terlihat senang mendengar suara itu dan langsung berlari begitu saja.Tak lama kemudian, sesosok pria tinggi muncul dari balik semak-semak dengan seorang wanita di sampingnya, raut kedua orang itu terlihat sangat khawatir, tapi kekhawatiran itu berubah menjadi kelegaan ketika mereka menemukan apa yang mereka cari.Akan tetapi, di detik berikutnya tubuh mereka tertegun menatap sosok pria yang tak asing di mata mereka. Suasana pun berubah menjadi sangat canggung, ketiganya terdiam dan saling menatap satu sama lain. Hingga. . ." Teresa? Regas?! Apa ini benar kalian? " Kata-kata itu spontan keluar dari mulut Zaiden yang menganga, ia tak percaya dengan apa yang dilihat oleh kedua mata kepalanya sendiri, dua orang yang paling ia benci, kini berdiri tepat di depan matanya sendiri.Tunggu? Jika mereka b
Sementara itu Zaiden dan bala tentaranya malah mendapatkan masalah ketika mereka salah memilih jalan dan malah berujung tersesat di hutan belantara padahal mereka tengah buru-buru untuk menyelamatkan tuan putri mereka.Namun, insiden ini sungguh tidak terduga sama sekali lebih parahnya lagi tak ada satupun dari mereka yang mengenali tempat ini sama sekali.Zaiden pun merasa sangat frustasi sekaligus merasa sangat bersalah karena gagal melindungi putrinya, sekarang, apa yang harus ia lakukan? Jika terus seperti ini, takutnya hal buruk sudah menimpa putrinya. " Yang mulia!!! Ada hewan buas! Lari!! " Pekik salah satu seorang prajurit, pria itu berlari berlumuran darah dengan ekspresi ketakutan di wajahnya, tak berselang lama seekor beruang berukuran besar datang dan membunuh pria itu dengan cakarnya yang kuat.Sontak, hal ini pun membuat semua pasukan panik dan berlari berhamburan menyelamatkan diri dari terkaman hewan buas itu, kendati begitu ada banyak korban yang berjatuhan.Karena h
Setelah memikirkan banyak pertimbangan, akhirnya Enes Tikta memutuskan untuk membunuh monster itu sekaligus mencari keberadaan Tomi, dengan persiapan yang sudah matang, mereka memutuskan berpencar untuk menemukan titik lemah dari monster itu. Saat ini, monster itu tengah tertidur karena telah memakan banyak goblin, saking terlelapnya suara dengkuran monster itu terdengar begitu halus.Pertama, Enes Tikta mencoba mendekati monster itu secara diam-diam, ia yakin bahwa setiap makhluk hidup pasti memiliki kelemahan, termasuk monster ini. Elios sendiri mencari keberadaan Tomi sedangkan yang lainnya mencoba membantu serta mencari korban yang masih selamat, sekaligus mencari tahu asal usul monster itu. Ternyata masih ada banyak korban yang selamat. Elios memutuskan membuat posko untuk menangani mereka, meski awalnya mereka terlihat ragu dan juga merasa sedikit malu tapi mereka akhirnya mau menerimanya." Terima kasih, tapi kenapa kalian membantu kami setelah apa yang akan kami lakukan pada
" Lalu bagaimana keadaan di luar sekarang? " Tanya Elios dengan perasaan harap-harap cemas, raut wajahnya terlihat begitu tidak sabaran. Tanpa menutupi apapun dari cucunya, Enes Tikta bahwa keadaan diluar sangatlah gawat dan juga berbahaya, terlebih lagi mereka hafus terjebak di tempat sempit dan gelap ini sampai bala bantuan tiba atau mereka bisa mengalahkan monster itu, tapi melihat keadaan mereka saat ini sangat tidak mungkin mengalahkannya apalagi dengan kekuatan mereka sekarang, yang ada mereka hanya mengantar nyawa dan mengisi perut monster itu.Di tambah saat ini mereka tak bisa kembali ke kerajaan vampir karena Zaiden telah memasang penghalang kuat yang tidak bisa di masuki oleh siapapun termasuk monster itu, hal ini bertujuan agar monster itu tidak masuk dan membahayakan seluruh bangsa vampir. Jika ingin masuk ke dalam pelindung itu, mereka harus membawa identitas vampir mereka karena hanya vampir saja yang bisa masuk ke dalam pelindung itu. Meski terdengar kejam dan j
Sementara itu. . .Fako tertawa terbahak-bahak karena kini tujuannya kembali terwujud, kali ini dirinya sangat yakin dan percaya diri bahwa tak ada siapapun lagi yang menghalangi atau pun menghancurkan rencananya lagi karena semua hambatannya telah ia singkirkan, kecuali. . Ia menolehkan kepalanya, menatap Elios dengan tatapan yang sulit di artikan lalu menyunggingkan bibirnya, tangannya kemudian mencengkram leher Elios yang kini dalam keadaan leman karena telah kehilangan banyak darah.Kali ini ia harus menyingkirkan kemungkinan yang bisa menggagalkan rencananya.Elios meronta sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan Fako dari lehernya, akan tetapi perbedaan kekuatan mereka saat ini begitu jauh membuatnya tak bisa berbuat banyak, perlahan tubuhnya mulai kehilangan tenaga dan juga kesadarannya.Sepintas, Elios bisa melihat wajah kedua orang tuanya yang ingin menjemputnya pergi bersama mereka membuatnya merasa senang, akhirnya mereka bertiga bisa berkumpul meski sejujurnya ia mera