Alona terdiam termangu menatap wajah Zaiden yang sama-sama terkejut seperti dirinya. Kedua matanya tak lepas dari wajah yang sama sekali tidak berubah sejak dulu, begitu pula dengan aroma tubuhnya serta tatapan matanya, tatapan yang di penuhi oleh rasa cinta dan rasa rindu yang begitu mendalam." Alona? Apa ini benar dirimu? Kamu sungguh masih hidup?! " Zaiden langsung memeluk tubuh Alona dengan erat.Sejenak, Alona lupa akan luka dalam yang pernah pria itu torehkan di hatinya, tetapi tiba-tiba" Atas nama Alona, pesanan anda siap! " Panggil salah satu pelayan toko yang membuat Alona tersadar kemudian mendorong tubuh Zaiden dengan cukup keras hingga tubuh pria itu mundur beberapa langkah dan bergegas mengambil barang pesanan miliknya. Tanpa menatap wajah itu kembali, Alona berjalan setengah berlari melewati Zaiden begitu saja.Dengan perasaan campur aduk, Alona berlari dann terus berlari hingga tanpa sadar kedua kakinya telah membawanya kesebuah gang sempit, dimana gang itu sel
Zaiden pov.Di ruang kerja miliknya, Zaiden tengah membolak-balikkan dokumen yang berada di tangannya, ia begitu fokus membaca setiap kata yang ada di atas kertas itu membuat kedua matanya perlahan terasa perih.Sejak sang Ayah, Raja Orland jatuh sakit sejak beberapa bulan terakhir, membuat Zaiden yang merupakan putra mahkota, terpaksa harus menggantikan posisi sementara Ayahnya.Setiap hari, Zaiden akan selau di hadapkan oleh setumpuk dokumen yang ada di area meja baik itu yang ada di atas meja maupun yang ada di bawa meja.Ingin mengeluh pun ia tak bisa, sebab suatu hari dirinya akan di pertemukan kembali dengan tumpukan dokumen itu sebagai Raja, setelah sang Ayah resmi memberikan tahta tersebut.Zaiden menghela nafasnya panjang, akhir-akhir ini banyak sekali dokumen keluhan yang terus masuk ke dalam istana kerajaan membuat pekerjaannya terus bertambah semakin banyak. Namun, dari sekian banyak keluhan yang ia baca, ada salah satu dokumen yang membuat dahinya mengernyit tak menger
" Yang Mulia, akhirnya anda kembali, " sambut Gilang dengan wajah sumringahnya sembari membatu tuannya melepaskan pakaian luarnya Namun beberapa detik kemudian kedua alisnya mengerut ketika mendapati sebuah lubang di pakaian luar tuannya yang sama persis dengan lubang yang di buat oleh anak jalanan itu.Ia kemudian bertanya-tanya dalam hati, ' bukankah tuannya tadi pergi ke butik untuk memperbaiki pakaian luarnya? Lalu kenapa lubang itu masih sama seperti sebelumnya? ' " Yang Mulia, bukankah tadi anda pergi ke butik untuk memperbaiki baju luaran mu ini? " Tanya Gilang yang sejak tadi menahan rasa penasarannya." Mmm, " balas Zaiden dengan singkat sembari berjalan menuju ruang tamu, setibanya di sana ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke salah satu sofa yang berada di ruangan itu sembari menutup kedua matanya dengan telapak tangannya. Dirinya masih terngiang-ngiang akan sikap dingin yang di berikan Alona padanya.Di satu sisi, ia sangat bersyukur dan bahagia bahwa kekasihnya itu
Di waktu yang bersamaan di kediaman Edward. Pria itu berdiam diri di balkon kamar miliknya sembari menatap indahnya bulan purnama di malam hari dengan angin sepoi-sepoi yang menyentuh setiap helai rambutnya yang indah membuat penampilannya tampak seperti seorang Dewa yang bermandikan sinar rembulan." Tuan, saya kembali. " ujar Dokter Alvin yang tiba-tiba muncul dari belakang tubuh Edward sembari berlutut memberi hormat, memecah keheningan yang ada di sekeliling Edward.Tanpa menolehkan kepalanya, Edward hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapannya kemudian menatap kembali indahnya purnama.Dokter Alvin yang sempat terpukau cukup lama dengan keindahan Tuannya kemudian berjalan mendekati sang Tuan, lalu melaporkan semua hasil dari penyelidikan yang dilakukannya, ia sangat menyesal karena dirinya masih belum menemukan titik terang tentang keberadaan apalagi persembunyian orang-orang yang menyerang Alona dan Elios waktu lalu hingga menewaskan Neli dan juga Jensen.Di tambah ia
Esok paginya.Saat fajar menyingsing, Zaiden langsung pergi ke tempat dimana bocah lelaki itu tinggal, ia berjalan menyusuri gang sempit hingga melewati saluran pembuangan bawah tanah, membuatnya sedikit ragu dengan alamat yang di berikan Gilang padanya.Pasalnya, jalan yang ia lalui tak seperti jalan menuju sebuah desa, tapi melainkan jalan menuju sarang tikus, kendati begitu, ia tetap berjalan sesuai dengan arah yang di tunjukan oleh Gilang.Memerlukan setidaknya lima belas menit, Zaiden pun akhirnya keluar dari saluran pembuangan itu, dan kemudian menemukan desa kumuh yang ternyata terletak di balik tembok kota Alvis.Ia kemudian mulai berjalan menyusuri desa tersebut, sepanjang jalan, tak ada satu pun pasang mata yang tidak melihat dan juga menatapnya dengan tatapan aneh.' Untuk apa pria kaya itu berada di tempat kumuh seperti ini? ' Pikir mereka.Namun, Zaiden mengabaikan semua padangan yang terarah padanya, ia hanya bisa tertegun menatap keadaan desa itu, tak hanya miskin,
" Hei! Siapa kamu?! " Tanya Geta." Bos, dia adalah pria yang kemarin mengganggu kami, jika bukan karenanya, toko kita sekarang pasti lebih ramai lagi dan juga Laon pasti tak akan mati, " ungkap salah satu bawahan Geta yang merupakan salah satu pria yang menyerang Alona waktu itu.Kedua bola Geta melotot marah, ia melirik wajah Zaiden dengan perasaan murka." Jadi dia orangnya, kalau begitu dia harus mati di tangan ku hari ini, " Geta pun kemudian mengeluarkan sebuah tongkat besi berduri dari telapak tangannya, tanpa ragu ia menyerang Zaiden dengan sangat brutal.Di sisi Zaiden, Karena harus melindungi bocah lelaki di pelukannya serta harus menangkis serangan musuh yang terus datang secara bertubi-tubi, membuat Zaiden kelelahan, bahkan di serangan berikutnya ia tak mampu menangkisnya, tubuhnya pun terpental keluar bar hingga punggungnya mengenai tembok yang berada di sisi jalan dan membuat retakan yang cukup besar di sana.Kendati begitu, ia masih memeluk dan melindungi bocah
Tangan Zaiden gemetar ketika menyadari ketika kepala Alona mengeluarkan banyak darah, bahkan dengan poison yang ia miliki tak membuat darahnya berhenti.Karena aroma darah milik Alona yang begitu menggoda, membuat Geta yang tengah hilang kendali semakin menggila, dia menyerang Zaiden dengan pemukul berduri di tangannya." Darah, darah darah! Aku ingin meminum darahnya! " teriak Geta.Meski tubuhnya sudah babak belur, namun Zaiden masih bisa menghindari serangan Geta, namun karena rasa kekhawatirannya terhadap luka yang di alami Alona membuatnya memutuskan untuk mengamankan wanita itu terlebih dahulu.Di tengah pertempurannya, ia melemparkan sebuah gas ke arah Geta untuk membawa Alona ke tempat yang lebih aman, sebelum kembali ke medan pertempuran Zaiden memberikan semua cairan poison yang ia punya pada Alona.Beberapa saat kemudian, pendarahan Alona pun sudah mulai berhenti, Zaiden yang merasa lega pun langsung memasang penghalang agar tak ada siapapun yang bisa mengambil wanitanya,
Di kediaman Wali Kota Berto.Seorang pria berbadan gemuk tengah memakan hidangan mewah berbahan dasar daging di atas meja dengan sangat rakus. Di bawah meja, dua anak perempuan tengah terduduk dengan sebuah rantai yang mengikat leher mereka, sembari menatap makanan yang tengah Berto kunyah dengan tatapan lapar, bahkan sesekali keduanya meneteskan air liur setiap kali aroma daging itu tercium.Namun, di tengah acara makannya, seorang pria berbaju hitam datang mendatanginya secara tiba-tiba." Tuan, saya ingin melaporkan bahwa Geta telah tewas. ' " Apa?! Siapa yang melakukannya?! " Teriak Geta dengan perasaan marah, ia pun menjatuhkan semua makanan yang tersaji di atas meja hingga membuat semua hidangan itu jatuh berserakan di lantai. Sontak hal itu membuat kedua anak perempuan itu saling memperebutkan makanan yang berserakan di lantai. " Soal itu saya belum mengetahuinya, tapi. . .Plak!! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah pria itu berbaju serba hitam. Pria itu terdiam menga