Di sepanjang perjalanan mereka, Alona tak banyak bicara, ia hanya terdiam mengikuti setiap langkah Nenek Neli dan Paman Jensen yang membawa Elios di punggungnya dengan patuh layaknya seekor anak itik yang mengikuti setiap langkah kemana ibunya pergi.Setelah seharian mereka berjalan tanpa henti, Nenek Neli kemudian memutuskan untuk beristirahat di sebuah desa manusia yang terletak tak jauh di depan mereka. Selain karena hari sudah mulai gelap, di tambah ia sudah tak tega melihat kondisi Alona yang terlihat sangat kelelahan dan kecapekan itu.Setelah memasuki desa tersebut, Nenek Neli menyuruh Alona, Elios dan juga paman Jensen untuk beristirahat dan mengisi energi mereka di sebuah rumah makan sembari menunggu dirinya kembali untuk mencari penginapan untuk mereka tinggali malam ini.Dengan kompak, Alona, Elios dan Paman Jensen menganggukkan kepala mereka.Selepas Nenek Neli pergi. Mereka bertiga masuk dan langsung memesan makanan sebanyak-banyaknya, tentunya hanya Alona dan Elios yang
Karena keselamatan Alona dan Elios adalah prioritas utama mereka, Nenek Neli kemudian meminta Paman Jensen untuk membawa dan melindungi mereka ke tempat aman.Paman Jensen pun langsung menganggukkan kepalanya kemudian membawa ibu dan anak itu menjauh dari Nenek Neli dan juga musuh mereka.Akan tetapi, salah satu dari ke enam musuh mencoba mengejar Alona, namun Nenek Neli yang memiliki kecepatan yang tak biasa, berhasil menghadang orang itu dan menyerangnya dengan api miliknya hingga tewas menjadi abu."Mau kemana? Lawan kalian adalah aku, " katanya lalu langsung membunuh satu persatu dari mereka hingga menyisakan satu orang yang tersisa.Keduanya saling bertukar pukulan dan juga kekuatan, hingga pada akhirnya tubuh Nenek Neli mundur beberapa langkah, bahkan dari mulutnya ia memuntahkan banyak darah.Nenek Neli pun tertegun, menatap pria berjubah putih di depannya, orang itu bukanlah Vampir biasa.Melihat musuhnya terkejut, pria berjubah putih itu kemudian membuka tudung kepalanya seja
Seluruh tubuh Alona gemetar ketakutan, kedua kakinya terasa mati rasa, bahkan untuk berdiri pun terasa sangat sulit. Kendati begitu, dirinya harus melawan ketakutan itu demi putranya, Elios. Kedua tangannya memeluk erat tubuh mungil putranya sembari menatap pria di depannya dengan tatapan mewaspadai sekaligus memikirkan sebuah cara untuk bisa kabur dari pria es di depannya Di sisi lain, Si pria es yang melihat Alona ketakutan, menyunggingkan bibirnya, sudah lama dirinya tak sebahagia ini melihat mangsanya ketakutan.Akan tetapi, di detik berikutnya, raut wajahnya berubah menjadi kesal, karena meski ketakutan, wanita di depannya ini tampak memiliki tekad yang lebih besar dari pada ketakutannya, ia kemudian berjalan secepat angin dan langsung meraih leher Alona, mengangkat tubuhnya hingga kedua kakinya tak lagi menapak di tanah, kendati begitu, salah satu tangannya masih memeluk tubuh kecil putranya dengan erat, " Karena kamu adalah ibu yang begitu hebat, maka aku akan mengampuni mu, a
" Alona sayang! Kemarilah! Ayo makan siang dulu! " Seru Kalina.Alona kecil yang tengah asik mengejar kupu-kupu di taman bunga menoleh lalu tersenyum manis, dengan gaun biru langitnya ia berlari kecil menghampiri sang ibu, membiarkan hembusan angin menggoyangkan rambut hitam panjangnya yang di biarkan terurai begitu saja, membuatnya tampak seperti sosok peri cantik nan mungil.Dari kejauhan, Kalina, ibu Alona tersenyum gemas dengan sosok putrinya yang tengah berlari lucu ke arahnya.Setibanya di hadapan sang ibu, Alona menyerahkan seikat bunga matahari yang begitu cantik lalu mengatakan bahwa itu adalah hadiah kecil darinya Kalina tersenyum bahagia sambil menerima bunga matahari itu dari tangan Alona, kemudian menyuruhnya duduk di samping sang Ayah yang tengah menikmati secangkir kopi panas dengan sebuah majalah koran di tangannya.Keluarga kecil itu tampak sangat bahagia, hingga tiba-tiba dari kejauhan, Alona kecil melihat sesosok wanita asing namun terasa akrab tengah tersenyum
Enam bulan kemudian.Karena bingung harus pergi kemana, di tambah ia juga masih takut jika orang-orang berjubah hitam dan berjubah putih itu menyerangnya lagi, Alona akhirnya memutuskan mengambil tawaran Edward untuk tinggal bersama di rumahnya, tentunya semua itu tidak gratis sama sekali, sebagai gantinya ia harus berkerja sebagai pelayan di rumah itu, melayani segala keperluan yang di perlukan oleh pria itu.Sedangkan Elios, hanya di tugaskan untuk menemani Edward saja, entah itu membaca buku atau pun menemaninya berburu ke hutan. Akan tetapi, entah kenapa, Alona merasa bahwa Elios semakin hari semakin mirip dengan Edward, baik itu dengan tingkahnya maupun wajahnya, membuat Alona berpikir bahwa mereka adalah Ayah dan Anak sungguhan.Namun, ia selalu menepis pemikiran itu dengan keras, bagaimana bisa Tuannya itu adalah Ayah Elios, karena seingatnya, Ayah anaknya itu tak lebih dan tak kurang hanyalah seorang pria brengsek yang suka mengambil kesempatan dari seorang wanita y
Alona terdiam termangu menatap wajah Zaiden yang sama-sama terkejut seperti dirinya. Kedua matanya tak lepas dari wajah yang sama sekali tidak berubah sejak dulu, begitu pula dengan aroma tubuhnya serta tatapan matanya, tatapan yang di penuhi oleh rasa cinta dan rasa rindu yang begitu mendalam." Alona? Apa ini benar dirimu? Kamu sungguh masih hidup?! " Zaiden langsung memeluk tubuh Alona dengan erat.Sejenak, Alona lupa akan luka dalam yang pernah pria itu torehkan di hatinya, tetapi tiba-tiba" Atas nama Alona, pesanan anda siap! " Panggil salah satu pelayan toko yang membuat Alona tersadar kemudian mendorong tubuh Zaiden dengan cukup keras hingga tubuh pria itu mundur beberapa langkah dan bergegas mengambil barang pesanan miliknya. Tanpa menatap wajah itu kembali, Alona berjalan setengah berlari melewati Zaiden begitu saja.Dengan perasaan campur aduk, Alona berlari dann terus berlari hingga tanpa sadar kedua kakinya telah membawanya kesebuah gang sempit, dimana gang itu sel
Zaiden pov.Di ruang kerja miliknya, Zaiden tengah membolak-balikkan dokumen yang berada di tangannya, ia begitu fokus membaca setiap kata yang ada di atas kertas itu membuat kedua matanya perlahan terasa perih.Sejak sang Ayah, Raja Orland jatuh sakit sejak beberapa bulan terakhir, membuat Zaiden yang merupakan putra mahkota, terpaksa harus menggantikan posisi sementara Ayahnya.Setiap hari, Zaiden akan selau di hadapkan oleh setumpuk dokumen yang ada di area meja baik itu yang ada di atas meja maupun yang ada di bawa meja.Ingin mengeluh pun ia tak bisa, sebab suatu hari dirinya akan di pertemukan kembali dengan tumpukan dokumen itu sebagai Raja, setelah sang Ayah resmi memberikan tahta tersebut.Zaiden menghela nafasnya panjang, akhir-akhir ini banyak sekali dokumen keluhan yang terus masuk ke dalam istana kerajaan membuat pekerjaannya terus bertambah semakin banyak. Namun, dari sekian banyak keluhan yang ia baca, ada salah satu dokumen yang membuat dahinya mengernyit tak menger
" Yang Mulia, akhirnya anda kembali, " sambut Gilang dengan wajah sumringahnya sembari membatu tuannya melepaskan pakaian luarnya Namun beberapa detik kemudian kedua alisnya mengerut ketika mendapati sebuah lubang di pakaian luar tuannya yang sama persis dengan lubang yang di buat oleh anak jalanan itu.Ia kemudian bertanya-tanya dalam hati, ' bukankah tuannya tadi pergi ke butik untuk memperbaiki pakaian luarnya? Lalu kenapa lubang itu masih sama seperti sebelumnya? ' " Yang Mulia, bukankah tadi anda pergi ke butik untuk memperbaiki baju luaran mu ini? " Tanya Gilang yang sejak tadi menahan rasa penasarannya." Mmm, " balas Zaiden dengan singkat sembari berjalan menuju ruang tamu, setibanya di sana ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke salah satu sofa yang berada di ruangan itu sembari menutup kedua matanya dengan telapak tangannya. Dirinya masih terngiang-ngiang akan sikap dingin yang di berikan Alona padanya.Di satu sisi, ia sangat bersyukur dan bahagia bahwa kekasihnya itu