Hari sudah semakin siang. Zack belum juga mendapatkan pertolongan untuk memperbaiki mobilnya. Pasti di sana semua orang sudah menunggu kedatangan bahan makanan yang sudah Zack dan Fernandes beli.
Perut Zack juga sudah mulai kelaparan, hingga akhirnya ia mengambil satu buah pisang yang sudah matang untuk ia makan sebagai pengganjal perutnya yang keroncongan.
Zack duduk di bagian depan mobil dengan menyandarkan separuh tubuhnya di sana. Menikmati buah pisang masak itu sambil menatap ke arah jalanan.
Sangat sepi. Bahkan mungkin tidak ada seseorang yang mungkin melewati jalan itu.
Zack menyuapkan potongan kecil terakhir dari buah pisang itu, membuang kulitnya di tempat sampah yang ada di dalam mobil. Meskipun ini hutan, tetap saja tidak boleh membuang sampah sembarangan.
Rasa pustus asa sempat terlintas dalam diri lelaki itu. Mana mungkin mereka bisa kembali jika terus-menerus dibiarkan seperti ini. Zack tidak bisa menghubungi siapa pun dan harus terje
"Apa saja yang sudah kalian lakukan? Bagaimana bisa ada penyusup masuk ke tempat ini?"Semua orang menunduk, tanpa berani menegakkan kepala sedikit pun menanggapi kemarahan atasan mereka yang berapi-api.Kejadian hari ini membuktikan jika kekuatan musuh jauh lebih besar, hingga aparat sama sekali tidak bisa melindungi para pengungsi."Siapa yang mempertanggungjawabkan kejadian ini? Apa kau, kau, atau kau?"Masih senyap, meskipun kening mereka sudah ditunjuk-tunjuk dengan kasar, tetap saja mereka tidak berani hanya untuk sekedar menjawab.Lelaki itu menunjukkan keberangannya di wajah. Marah bercampur kecewa dengan cara kerja anak buahnya yang terlihat tidak sanggup menjalankan perintahnya dengan benar.Semua kejadian yang menimpa para pengungsi ini menjadikan noda atas kepercayaan masyarakat dan warga atas perlindungan yang ditawarkan negara kepada mereka.Diplomasi masih mereka usahakan untuk menyatukan penduduk suku Eugin dengan para
"Jangan bermimpi!"Nayla mendorong kuat tubuh lelaki itu, tetapi usahanya sia-sia. Nayla merasa seperti sedang mendorong tembok saja. Tidak sedikit pun pergerakan mundur dari tubuh lelaki itu.Lelaki itu mencengkeram dagu Nayla menggunakan tangan kirinya, membuat gadis itu menengadah menatapnya. Namun, Nayla masih berusaha keras untuk memalingkan muka, enggan untuk bertatapan dengan lelaki itu."Kau ingin melawanku? Dengan tenagamu yang lemah itu?"Lelaki itu menyeringai lalu menunjukkan senyum mengejeknya secara terang-terangan di hadapan Nayla."Aku tidak selemah yang kau pikirkan!"Gelak tawa lelaki itu terdengar semakin keras, menggema di ruangan itu. Nayla berusaha untuk tidak takut, mengumpulkan segala keberaniannya hanya untuk sekedar membalas tatapan lelaki itu.Nayla ingin membuktikan bahwa dia bukanlah wanita lemah. Dia lebih kuat dari apa yang mereka semua perkirakan."Baiklah, aku bisa memercayai perkataanmu. Kau bi
"Apakah kau bisa melihat apa yang mereka bicarakan?"Dengan jeli Zack menajamkan matanya, mencoba menerka apa yang sedang dibincangkan oleh para penjaga itu.Zack dengan lesu menjawab, "Tidak, aku tidak memiliki kemampuan untuk itu. Apakah tidak ada alat untuk menyadap di sini?"Zack menjawabnya dengan pertanyaan, yang kemudian dijawab oleh Charlotte dengan suatu hal di luar dugaannya."Seharusnya ada, tetapi entah apa yang terjadi. Kita tidak bisa mengoperasikannya di tempat ini. Seolah ada sesuatu yang menghalangi sinyal atau jaringan yang menghubungkan kita dengan alat sadap itu."Zack nampak menautkan kedua alisnya, mengernyitkan dahi dengan otak segera bekerja keras untuk memikirkan apa yang akan diperbuatnya.Dia tidak tahu di mana Nayla disekap. Dan mungkin gadis yang terpilih dan akan menjalani ritual tengah malam nanti adalah Nayla. Zack harus bisa menemukan Nayla sebelum hal buruk menimpa gadis itu. Zack tidak akan bisa memaafkan d
"Kau bisa melihatnya dengan jelas, Clara?"Gadis kecil itu mengangguk mengerti, memfokuskan matanya di lensa okuler teropong jarak jauh yang dipegangnya menggunakan kedua tangannya yang mungil.Clara nampak berpikir, tetapi ia masih menatap tajam ke arah dua orang yang sedang berjaga di depan gerbang markas suku Eugin. Gadis itu, tanpa melepas pandangannya mengatakan sesuatu kepada Zack, "Apakah Paman akan meninggalkanku?"Zack menepuk bahu Clara, ekspresinya masih dingin dan penuh ketegangan, tetapi Zack masih bisa menyempatkan diri untuk menarik kedua ujung bibirnya, tersenyum."Tidak, Paman akan mendampingimu."Sebuah senyuman terbit di bibir Clara, gadis itu mengangguk patuh kepada Zack."Zack, dia sebentar lagi datang. Bersiaplah!"Letnan Charlotte memberi tahu Zack dengan berbisik di telinga lelaki itu dan segera dibalas dengan anggukan pertanda mengerti."Semoga berhasil," gumannya dalam hati.Zack menunduk di sam
"Apa yang kau lakukan, hah!"Seira, wanita berambut sebahu itu menatap tajam ke arah lelaki itu. Entah apa hubungan Seira dengan lelaki itu, hingga Nayla melihat kemurkaan Seira berpengaruh besar dengan lelaki jahat itu.Lelaki itu turun dari ranjang, melangkah ke arah perempuan yang dipanggil dengan nama Seira itu. Tangannya terulur menyentuh ke dua bahu Seira sembari menatap lurus ke matanya."Seira, kau tak perlu marah seperti itu. Aku hanya ingin bermain sebentar, aku suka dengan ketakutan di wajahnya."Seira menatap lelaki itu tajam lalu beralih ke arah Nayla yang kini tengah memegangi lengannya yang sakit akibat cengkraman lelaki itu."Jangan macam-macam denganku, Yeeshai. Kau akan menyesal jika melakukannya.""Seira, rencana kita hampir sempurna. Aku tidak mungkin merusak rencana besar kita hanya karena seorang wanita. Rumor itu, mengenai ritual bulan purnama harus tetap berjalan demi kepercayaan suku Eugin kepadaku pemimpin mereka. D
Seira melepaskan tali pengikat itu dari tangan Nayla yang tubuhnya masih limbung ke lantai. Seira menegakkan tubuhnya, segera beranjak, melangkah pergi meninggalkan Nayla yang masih meringkuk lesu di lantai sambil menahan tangis dengan kondisinya saat ini.Seira menutup pintu itu dengan suara keras, tanpa menguncinya kembali. Seira yakin Nayla saat ini merasa terpuruk. Tidak ada pilihan lain dari Nayla selain bunuh diri atau menjadi budaknya.Nayla berusaha bangkit. Sedikit limbung Nayla bergerak menuju bibir pintu, meraih kenop pintu dengan susah payah, menegakkan badannya untuk kemudian berdiri dengan tangan berpegangan pada daun pintu itu.Baru saja ia merasa bahagia mendengar kabar akan kedatangan Zack yang sedang mencarinya, tetapi rasa itu seketika lenyap bergantikan perih yang tak terobati.Jika jiwa Nayla sudah berubah, untuk apalagi Zack datang menemuinya. Untuk apa Nayla harus bertemu dengan Zack setelah tubuh dan pikirannya sudah berubah tidak
"Bukankah begitu, Nona Seira?"Zack melangkah mendekat ke arah orang itu, menunjukkan tatapan dinginnya, menghunus dan mengintimidasi seseorang yang sedang berhadapan dengannya."Kau bisa melepas penyamaranmu sekarang! Bukankah kita sebelumnya pernah bertemu dan saling menyerang di kediaman Higashino. Seharusnya kau tidak perlu lagi mencoba untuk mengelabuhiku."Menaikkan sebelah alisnya, Zack menatap ke arah orang itu lalu menaikkan dagu."Kau ... sudah menyadarinya?" tanyanya yang masih tidak percaya."Apa aku harus menjelaskan kepadamu, tentang bagaimana caraku bisa mengenali penyamaranmu, Nona Seira?"Langkahnya mundur ke belakang, sedikit menjauh dari tubuh Zack yang makin mendekat ke arahnya."Bagaimana bisa? Aku sudah sangat berhati-hati."Satu langkah maju, Zack lakukan membuat orang itu semakin memundurkan tubuhnya menjauh."Seira, Aries. Dua nama dengan menggunakan huruf yang sama. Apakah kau memang sengaja men
Zack melihat semua orang seperti sekelompok lalat yang sedang berterbangan ke sana kemari untuk mendapatkan sedikit makanan di tempat sampah, berkerumun, tetapi tidak teratur dan kadang bertabrakan.Bagai sekelompok anak ayam yang sedang mencari induknya, berlarian tak tentu arah, demi untuk menemukan perlindungan.Mereka panik, berkejaran dengan waktu yang singkat itu, saling berharap dan mendahului. Berlomba dengan waktu untuk saling menyelamatkan diri.Siapa yang bisa mengejar waktu, dialah yang akan selamat.Dan siapa yang tidak sanggup dan tertinggal, akan lenyap dengan cara mengerikan.Zack tak sempat untuk melanjutkan melihat pemandangan hiruk-pikuk yang sedang terjadi. Matanya beralih menatap tangga yang entah kapan akan berakhir ujungnya itu. Namun, sebelum kakinya melangkah lebih jauh, matanya menatap sesuatu terjatuh di bawah sana.Salah satu pasukan itu tanpa sengaja menjatuhkan senjatanya di lantai. Zack memungutnya, lalu
Stevan memasuki kamarnya setelah tragedi salah masuk kamar itu berlalu. Dilihatnya Arisa masih mengenakan handuk tengah berjinjit mengambil koper yang berada di atas lemari pakaian. Hiroyuki memang menyiapkan pakaian baru di kamar masing-masing untuk kedua mempelai sehingga mereka tidak perlu repot-repot membawa pakaian ganti.Stevan tampak gugup melihat apa yang tersaji di depan matanya. Kaki jenjang Arisa yang tanpa penutup hingga paha atas terekspose sempurna membuat Stevan meneguk ludahnya berkali-kali.Ingin sekali dirinya cepat-cepat memadu kasih dengan si pemilik tubuh itu. Pasti malam ini akan begitu istimewa mengingat ia belum pernah melakukan itu sebelumnya. Dan Stevan juga tahu jika Arisa juga belum pernah terjamah oleh lelaki mana pun."Biar kuambilkan."Suara Stevan mengagetkan Arisa yang terlalu fokus dengan koper itu. Ia tidak menyadari kehadiran Stevan sebelumnya, hingga suara lelaki itu membuatnya terlonjak terkejut.Disilangkannya
Kini kedua pasang pengantin itu sudah berdiri di depan banyak orang, menyambut para tamu yang telah menghadiri pernikahan mereka.Zack dan Nayla juga Stevan dan Arisa secara bergantian mendapatkan ucapan selamat, baik dari keluarga terdekat juga kerabat jauhnya."Zack," Suichi yang pertama kali menghampiri sebagai keluarga tertua untuk mengucapkan selamat kepada mempelai pria.Entah sejak kapan pemandangan langka itu terjadi. Zack dan Suichi saling tersenyum untuk kemudian berpelukan erat. Keduanya seperti keluarga jauh yang baru saja bertemu untuk sekian waktu lamanya.Bahkan Nayla yang berada di dekat Zack ternganga melihat hal yang tak biasa yang kini terjadi di depannya. Begitu juga dengan Arisa, Stevan dan keluarga Nayla yang lain."Selamat ya, Zack. Ingat, jangan membuat keponakanku menangis karena ulahmu. Aku bisa saja membunuhmu jika kau melakukan itu."Zack menyunggingkan senyum ketika mendengar penuturan bengis yang masih terselip
KRIIIIINGGGGAlarm berbunyi nyaring membuat kedua lelaki itu menutup telinganya dengan bantal.Semalam Zack dan Stevan harus lembur karena menangani sebuah kasus yang membuat keduanya harus tidur menjelang pagi. Stevan memegangi bantalnya kuat dan membekam telinganya untuk menghalau suara nyaring alarm itu, sementara Zack menggapai jam mungil itu untuk menghentikan deringannya yang memekakkan telinga.Alarm berhenti berbunyi, tetapi masih saja ada satu hal yang membuat tidur keduanya terganggu.Suara dering ponsel Zack yang tidak berhenti berbunyi membuat lelaki itu harus membuka matanya secara paksa. Zack menggeser layar ponselnya untuk menerima panggilan tanpa melihat siapa yang saat ini sedang meneleponnya."Halo!" Suara seraknya khas orang bangun tidur itu akhirnya terdengar di seberang sana."Zack, kau sedang apa?"Lelaki itu mengerjab beberapa saat mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya."Nay, ada apa kau memba
Zack menutup kedua mata Nayla menggunakan kedua telapak tangannya. Menuntun gadis itu untuk berdiri di sebuah tempat yang sebelumnya telah menjadi kejutan untuk Nayla."Kejutan!" Zack melepaskan tangannya dari mata Nayla, membuat gadis bernetra hitam itu membuka matanya, menatap sekeliling dengan apa yang telah Zack persiapkan untuknya.Zack mengajak Nayla untuk melakukan makan malam romantis di depan pantai. Tempat di mana mereka sering merajut kasih dengan banyak mimpi yang selama ini keduanya lakukan."Zack, ini sangat indah." Nayla tak bisa menyembunyikan raut kekaguman dengan apa yang telah terlihat di depan matanya.Zack menyiapkan segalanya sejak siang tadi. Acara dadakan itu telah berhasil membuat Nayla terpukau dengan kejutan manis yang Zack berikan kepadanya."Syukurlah kau menyukainya."Tangan kekar itu meraih pinggang Nayla untuk didekatkan kepadanya. Sontak lelaki itu mendapat pelototan dari mata Nayla.Zack terkekeh, men
Zack menahan lengan Nayla ketika gadis itu akan pergi."Mau ke mana?" tanyanya kemudian dengan tangan mempertahankan lengan Nayla dalam genggamannya.Gadis itu berhenti, mengurungkan niatnya yang akan pergi dari kamar Zack."Aku akan tidur di kamar atas. Kita belum menikah, 'kan?" Sedikit merah wajah Nayla ketika mengatakannya.Zack tersenyum sekaligus merasa gemas dengan sikap Nayla. Apapun yang membuat Nayla malu, dia menyukainya."Tapi ... aku ingin kau menemaniku malam ini. Boleh, 'kan?"Bertambah meronalah pipi Nayla. Zack semakin berani mengatakan hal yang mengarah ke sana."Zack, kau mau apa?" tanya Nayla kemudian, mencoba menantang Zack yang sengaja menggodanya.Zack terkekeh. Dia memang berniat untuj menggoda Nayla saja, tetapi rasa ingin melakukan sesuatu tiba-tiba menghampiri untuk ingin segera dituntaskan."Nay, sepertinya aku sudah tidak bisa menahannya lagi."Nayla menautkan kedua alisnya, gugup mend
Nayla mendorong kursi roda dengan Zack duduk di atasnya. Kedua insan manusia itu tak bisa melepaskan senyum di bibirnya yang sejak tadi bertengger tanpa jeda.Sesekali Zack menatap ke atas, bertabrakan pandang dengan Nayla lalu saling melempar senyum.Arisa menunggu di depan lobby bersama Stevan. Gadis itu menyiapkan perlengkapan Zack yang kini masih menggunakan kursi roda.Stevan membukakan pintu mobil itu, membantu Zack untuk berpindah tempat dari kursi roda ke kursi mobil. Zack masih terlalu lemah untuk sekedar berjalan ataupun berdiri sendiri.Terhitung tiga minggu sejak dirinya tersadar dari koma, Zack akhirnya memutuskan pulang dengan Nayla yang bertanggung jawab untuk merawatnya.Zack sudah berada di dalam mobil, sementara Nayla berputar untuk mengambil duduk di samping Zack dengan masuk melewati pintu bagian lain.Kursi roda sudah diletakkan di bagasi mobil bersamaan barang-barang Zack yang tertinggal."Hai, lihatlah! Apakah k
Nayla yang memahami itu, bergegas menuangkan minuman untuk Zack. Namun, dengan cepat Mandy merebut gelas berisi air itu dari tangan Nayla."Zack, minumlah!"Mandy membantu Zack minum dengan membantu lelaki itu duduk dari pembaringannya.Disesapnya air yang berada dalam gelas bening itu. Hanya sedikit saja, untuk sekedar membasahi tenggorokannya yang telah kering karena selama berbulan-bulan lamanya terbaring tanpa daya di rumah sakit.Mandy membantu Zack berbaring lagi dengan menata bantal yang digunakan untuk menumpu kepalanya.Namun, Zack menolak untuk berbaring. Dia ingin duduk saja, sehingga Mandy mengubah posisi bantal itu menjadi berdiri sebagai sandaran punggung Zack.Tampaknya wajah pucat itu belum sepenuhnya tersadar. Zack mengerjapkan matanya kemudian dengan rasa pusing yang menyergap di kepala. Barulah beberapa saat kemudian, akhirnya Zack menyadari bahwa perempuan yang sedari tadi membantunya adalah Mandy."Mandy," panggil
Empat bulan kemudian ...Rumah itu terlihat sangat menyejukkan dengan banyaknya bunga yang tertata cantik di setiap sudut ruangan. Nampak asri dan indah karena dijaga dan dirawat dengan penuh cinta dan kasih sayang.Sejak kepulangan Nayla dari rumah sakit, gadis itu memilih untuk tinggal di rumah Zack. Arisa sempat melarangnya karena kondisi tubuhnya belum pulih benar, tetapi tekad Nayla sudah bulat. Hidupnya akan sepenuhnya ia dedikasikan kepada Zack.Ya, Zack masih belum sadarkan diri. Namun, hal itu tidak membuat rasa cinta Nayla berkurang. Setiap hari setelah menyelesaikan tugasnya di rumah sakit, Nayla selalu menemani Zack hingga malam.Tidak ada rasa bosan dalam diri gadis itu ketika melakukan rutinitasnya setiap hari. Bahkan Nayla menikmatinya seolah sedang mengabdikan dirinya kepada suaminya sendiri.Nayla dengan ceria membacakan Zack kisah-kisah lucu, bercerita tentang rutinitasnya yang ia lakukan setiap hari hingga harapan-harapannya meng
Wajah Nayla nampak pasi mengingat mimpi yang baru saja ia alami. Napasnya masih tersenggal dengan raut muka kebingungan.Apa yang terjadi? Mengapa dia berada di rumah sakit?Ingatannya berputar ke belakang ketika terakhir kalinya ia dan Zack bersama.Kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan, virus Zombie, perbudakan, serum penawar dan ledakan besar bangunan itu. Lalu Zack? Bagaimana dengan Zack? Apakah dia baik-baik saja, atau ....Apakah Zack sudah tiada?Di mana dia?Nayla terlihat kebingunan, banyak pertanyaan di benaknya yang menuntut ingin segera mendapatkan jawaban.Arisa menghampiri Nayla yang sebelumnya menuangkan air dalam gelas bening untuk diberikannya kepada Nayla. Arisa duduk di sisi ranjang Nayla dengan menghadap kepada adik semata wayangnya itu."Nayla, apa yang kau rasakan saat ini?" tanyanya lembut dengan menyentuh tangan Nayla sembari mengulurkan segelas air itu kepada Nayla.Nayla menoleh ke arah Arisa. Ke